Bayangkan, pada siang yang panas, kita berbaring santai di atas tanah lapang yang dipenuhi rumput hijau nan lembut, dikelilingin pohon-pohon yang rindang, dengan cicitcuit burung yang menenangkan. Tiba-tiba angin sepoi-sepoi berhembus, membelai rambut kita perlahan, menyelimuti tubuh kita dengan kelembutan, hingga nyaman kita rasakan. Patutlah kita bersyukur kepada Sang Pencipta angin. Karenanya, panasnya siang berubah menjadi sejuk.
Berbicara soal angin, masih ingatkah kita bagaimana proses terjadinya?
Angin adalah ciptaan Allah yang tidak bisa kita lihat, namun bisa kita rasakan. Para ilmuan menjelaskan bahwa angin terjadi karena adanya perbedaan suhu. Karena ada perbedaan suhu ini, kondisi lingkungan kita berubah. Fenomena ini kemudian bisa kita analogikan dengan perubahan secara general.
Perubahan terjadi karena adanya perbedaan.
Seorang mahasiswa yang sadar bahwa dirinya mendapat nilai buruk, akan segera melakukan perubahan. Secara tidak langsung perbedaanlah yang melatar belakangi perubahan itu. Perbedaan antara target nilai yang ia canangkan, dan perolehan nilai yang ia dapatkan. Antara target dan perolehan ada jarak. Inilah maksud dari perbedaan tersebut.
Sebagai seorang mahasiswa, tentu kita ingat peristiwa yang terjadi pada tahun 1998. Mahasiswa melakukan demo besar-besaran menuntut Presiden Soeharto turun dari jabatannya. Peristiwa ini kemudian dikenal sebagai tonggak dimulainya reformasi (perubahan). Tahukah, reformasi ini terjadi juga karena ada perbedaan. Perbedaan antara keinginan rakyat dan kebijaksanaan pemerintah.
Pada masa Rasulullah saw., pernah suatu ketika Madinah dipenuhi bau khamr yang menusuk hidung. Rupanya para penduduk menumpahkah semua cadangan khamr milik mereka di jalan-jalan. Ada apa gerangan? Padahal sebelumnya banyak di antara mereka yang masih meminum khamr tersebut. Ternyata perubahan itu terjadi berkenaan dengan turunnya wahyu dari Allah, QS Al-Maidah ayat 90, yang membuat hukum khamr berbeda dari sebelumnya.
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaithan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu beruntung.” (QS Al-Maidah [5]:90)
Hal senada terjadi ketika turun perintah berhijab bagi wanita.
“Wahai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin, ‘Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka’. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha pengampun lagi Maha penyayang.” (QS Al-Ahzab [33]:59)
Seketika setelah mendengar ayat tersebut, para wanita langsung berlarian masuk ke dalam rumah dan menarik kain-kain gorden untuk menutupi diri mereka. Sejak ayat tersebut turun, hukum berbusana bagi wanita sudah berbeda dari yang sebelumnya. Itulah yang mendorong para wanita Madinah melakukan perubahan secara cepat, tanpa mencari alasan apapun.
Dari beberapa fenomena yang saya ulas sebelumnya, bisa dicermati bahwa perubahan terjadi karena adanya perbedaan antara idealitas dan realitas. Seorang mahasiswa yang nilainya buruk, berubah karena perolehan nilai tersebut tidak sesuai target. Demo mahasiswa terjadi karena ada perbedaan antara keinginan rakyat dan kebijaksanaan pemerintah. Sedangkan dua contoh terakhir; tentang khamr dan hijab, terjadi perubahan karena perbedaan hukum syariat yang berlaku antara pra dan pasca turunnya wahyu.
Apabila di antara teman-teman ada yang masih kesulitan melakukan perubahan, bisa jadi alasannya adalah rancunya pemahaman tentang konsep idealitas dan realitas.
Diakui atau tidak, kita masih sering bertanya-tanya, “Aku harus berbuat apa?”. Jika pertanyaan itu masih berkelebat di pikiran, tandanya kita masih belum tahu kondisi ideal bagaimana kita seharusnya. Inilah faktor penghambat terbesar ketika hendak melakukan perubahan.
Begitu pun dengan organisasi. “Mau dibawa ke mana organisasi ini?”. Jika persoalan itu belum selesai, jangan harap terjadi perubahan pada organisasi tersebut.
Untuk itu, baik individu maupun organisasi, masing-masing harus memiliki visi, target, capaian, narasi besar, dan kondisi ideal yang ingin dicapai di masa depan. Tanpa itu semua kemungkinannya hanya ada dua; terjadi stagnansi atau perubahan yang tidak terarah.
Let’s make a change!