Banyak orang gunakan nama palsu atau nama samaran di fesbuk. Dalam pengalaman saya di fesbuk nama samaran dan nama palsu banyak digunakan oleh Syiah Rafidhah, Aswaja, intel, jihadis takfiri, bahkan juga Salafi Rodja, Salafi Tahdziri, dan Cyber Army PKS.
Saya dapatkan bahwa orang yang pakai nama samaran dan nama palsu banyak yang melakukan penyimpangan dalam akhlak dan adab. Minimal bicaranya kasar, mengumpat dengan ucapan-ucapan kotor, dan tak punya penghormatan kepada orang.
Pandangan Buya Hamka tentang pengunaan nama samaran patut direnungkan oleh siapa saja terutama mereka yang melakukannya. Simak celaan Buya Hamka berikut:
“Membuat fitnah kiri kanan adalah berlawanan dengan roh adab sopan santun. Orang yang bekerja demikian tidak dapat dimasukkan dalam barisan orang-orang beradab. Kalau dia seorang yang beradab, dia harus berani bicara terus terang, tidak berbicara di belakang dengan maksud memperbaiki.
Biasanya perangai yang rendah itu hanya dilakukan oleh orang yang rendah pula. Dibukanya “guci wasiat” orang dalam surat kabar, tetapi dengan nama samaran. Dia siarkan fitnah busuk, tetapi dengan memberi ingat kepada orang yang diberinya kabar supaya namanya sendiri sebagai sumber berita disembunyikan. Biasanya perangai yang begini dilakukan oleh orang yang rendah derajat terhadap diri orang yang berkedudukan tinggi. Dikerjakannya lantaran hasad dan dengki, atau lantaran amat senang melempar batu sembunyi tangan. Karena merasa jika berhadapan, semangatnya kalah oelah semangat orang yang difitnahkannya itu.
Kalau benar orang yang difitnahnya itu bersalah, apa sebab dipakai nama samaran? Dia mengakui dalam batinnya, itu hanya “isapan jempol” dari dia sendiri. Maka dipakainya nama samaran, karena dia percaya juga akan ketinggian orang yang difitnahkannya, dan akan dapat menarik tangan hakim buat membekuk batang lehernya. Jadi di dalam memfitnahkan orang, dia masih berlindung kepada orang yang difitnahkannya itu…
Yang menjadi tanda kerendahan budi juga, ialah “surat kaleng”, mengirimkan surat tidak bertanda tangan kepada seseorang, memaki atau memfitnah orang lain. Selain melanggar hukum keadilan, sehingga bisa dihukum kalau tertangkap tangan, adalah bukti kerendahan budi pekerti.”