Apa yang antum saksikan dari pelanggaman al-Qur’an menuju Jawa itu sebenarnya bukan sebatas nada dan nuthq yang bergeser dari sebenarnya. Ia lebih dari itu. Ia adalah sinyal dari Ulil Amri kita bahwa mereka ingin menasionaliskan Islam, dan menjauhi sikap mengislamkan nasional. Ya. Antum bedakan antara menasionalkan Islam dan mengislamkan nasional.
Makanya, kaum Islam Tradisional mengamininya.
Jauh dari Mesir, ada ulama yang memfatwakan bahwa pelanggaman tersebut boleh. Namanya juga ulama Mesir, tidak tahu bahwa di balik pelanggaman itu, ada maksud dari Ulil Amri Indonesia. Maksud yang buruk terhadap Islam. Islam yang lurus dan dekat kepada Sunnah ya bakal mereka usahakan supaya dijauhi. Makanya mereka mau saja menggandeng Iran yang konon mau memberantas radikalisme.
Giliran yang inovatif, muhdatsat, dan semisalnya, mereka support. Mental Islamis Tradisionalis ya seperti ini. Padahal dulu kakek-kakek kita para kyai tradisionalis dikejar-kejar PKI, bahkan ada yang dibantai. Kita tutup mata. Ndak peduli. Malah sekarang kayak mau main njot-njotan sama neo-PKI. Mental payah.
Terbukti toh? Yang harusnya memerangi Syi’ah, eh malah main gapleh sama Syi’ah.
Nah, sekarang ini negara yang paling nafsu sama Indonesia: Cina dan Iran.
Cina: Komunis
Iran: Syi’ah
Keduanya sama-sama haus darah.
Antum kalau memang mau memperjuangkan Islam, jangan sama mereka. Dan jangan bermanja dengan mereka. Jikapun mereka berslogan mirip antum, itu trik labelling saja. Politik bambu. Kalau nanti mereka yang jadi berkuasa (dengan support antum), pihak pertama yang bakal dibantai ya antum sendiri.
Termasuk membela pelanggaman, sama dengan membela meliberalkan Islam sebenarnya. Makanya, tidak sedikit kalangan Tradisionalis yang keracunan Liberal. Ini kenyataan yang hanya orang-orang tidak tahu malu yang mengingkarinya. Sekeleus lagi: pelanggaman ini bukan sekadar nada dan intonasi. Ia adalah isyarat dan langkah bahwa kita ini sedang diupayakan supaya Islam itu jinak. Ancaman komunis sama majusi cuma satu: Islam yang lurus.
Kita sedang digodok. Kita sedang dimasak. Pokoknya sampai istilah bid’ah itu jinak. Ga ada bid’ah. Kalau labelling bid’ah sudah ga ada, maka semakin gencarlah liberalisasi. Semua serba bebas tanpa batas. Ini berkat jasa punggawa plus kroco Tradisionalis yang rajin baca buku baca status demi menghidupkan bid’ah dan mengubur labelling bid’ah. Mereka berjasa terhadap Komunis dan Syi’ah.
Syi’ah sudah ngangkangi mereka. Makanya Pak Prof Ali Musthafa Ya’qub mau ga mau nentukan sikap. Yang dulunya menzahirkan murka pada Wahabi, eh, sekarang kok berbalik seperti ingin berkasih sayang. Syukurlah. Ini karena sudah terlalu nyata indikasi Syi’ah. Mau jadi penjilat Syi’ah?
Nah, tinggal Komunis saja yang belum menjadikan Tradisionalis sebagai tangan kanan. Tapi perlahan-perlahan bisa. Mereka terus belajar dan mencari cara. Tradisionalis ini mayoritas; buih-buih lautan. Banyak namun hobi mengada-ada. Yang model begini: bakal mudah kena tipu. Jika ditipu Syi’ah saja mudah, maka tentu Komunis juga dong.
Antum mau ingkari atau tidak, ya terserah. Toh sudah diberi warning sejak sekarang. Ndak usah ada istilah ‘berjihad sama Ulil Amri memberantas terorisme’ lagi juga baiknya; kalau dicerminkan di Indonesia. Ga usah berharap banyak. Soalnya sebenarnya sasaran empuk mereka adalah antum sendiri.
Solusinya: kembali kepada al-Qur’an dan as-Sunnah. Sudah diingatkan Allah: jika kalian berselisih, kembali kepada keduanya. Bukan kepada madzhab. Madzhab itu wasilah, bukan tujuan. Ini tanpa menihilkan peran madzhab. Tradisionalis banyak merengek supaya kita semua memeluk madzhab seragam mereka. Getol sekali. Padahal kita semua ya bermadzhab juga sebenarnya. Sama-sama baca kitab. Sama-sama belajar kitab ulama madzhab. Makanya, tidak usah merengek. Capek nantinya. Coba lihat ra’is hizb antum 11/12 sama Syi’ah. Suruh dulu tuh beliau supaya bermadzhab seperti madzhab antum, bukan madzhab Syi’ah.
Atau nanti kita akan saksikan sendiri golongan yang bertingkah seperti penjilat Iran dan Cina, lalu kita akan saksikan teman memakan mantan teman.