Biasanya walau persimpangan itu telah tersedia lampu lalu lintas, tak jarang pengendara melanggar aturannya. Maka sering terlihat di sebuah persimpangan walau lampu lalu lintas berfungsi dengan baik, diperlukan 1 hingga 3 orang polisi untuk mengaturnya. (walah-walah. red).
Sebenarnya dari kejadian ini kita bisa menganalogikannya sebagai sebuah prototype masyarakat. Anggaplah persimpangan lampu lalu-lintas tersebut adalah situasi sosial masyarakat sebuah negara, ada yang melaju karena lampu menyala hijau, ada yang berhenti karena lampu menyala merah. Ini menandakan ada saatnya sekelompok masyarakat ‘berjalan’ atas peraturan yang berlaku dan sekelompok masyarakat satunya menghargai dengan ‘berhenti’ mematuhi nyala lampu tersebut. Adanya sikap menghargai satu sama lain mendukung terciptanya persimpangan yang ‘bebas hambatan’ atau ‘bebas mampet’.
Namun tidak jarang ada suatu individu yang dengan sengaja menyerobot maju, padahal lampu masih menyala merah. Walau arah tegak lurus jalan kosong bukan berarti kita bisa seenaknya menyerobot lampu merah tersebut, karena dari situ kita telah melanggar aturan dan mendzalimi hak pengendara dari arah tegak lurus. Bahkan akibat ‘ulah’ satu individu tersebut, banyak individu-individu lain yang juga ikut menerobos lampu merah tersebut. Case diatas bisa dianalogikan bahwa, seorang individu masyarakat bisa saja berbuat ‘onar’ dengan melanggar peraturan yang berlaku di masyarakat tersebut. Walau awalnya hanya berakibat kepada individu tersebut (dipenjara, dihukum, dll), tapi tidak menutup kemungkinan bisa saja individu-individu lain mengikuti perbuatan yang sama. Maka sangatlah tidak bijak menjadi individu pertama tersebut, yang melakukan pelanggaran sehingga membuat individu-individu lain mengikuti.
Banyak contoh riil di masyarakat, sederhananya seorang perokok yang terus melakukan aktivitas merokok di hadapan anak-anak kecil akan memprovokasi anak-anak tersebut untuk mengikutinya. Seorang provokator di pertandingan sepak bola, dapat menyebabkan kerusuhan antar suporter sepak-bola satu stadion, banyak pula kerugian biaya yang didapat terlebih lagi jika sampai merenggut nyawa. Atau seseorang yang mengalami penyimpangan seksual, lalu di blow up di media dan ‘malahan’ diangkat sebagai tokoh pembaharu, dapat mempengaruhi pola pikir masyarakat bahwa hal tersebut adalah hal yang lumrah dan patut diterima sebagai elemen masyarakat.
Hal-hal diatas merupakan sebab-sebab terjadinya ‘Chaos of Civilization’, terjadinya pergeseran norma masyarakat akibat ulah satu orang yang melanggar norma dan peraturan masyarakat seperti pengendara yang menerobos lampu merah tadi. Sebuah penyakit yang masyarakat kini enggan untuk menyembuhkannya, karena kesibukan masing-masing individu.
Jadilah ‘pengendara’ dalam masyarakat ‘persimpangan’ yang baik. Jangan jadi seseorang yang mencontohkan keburukan sehingga dicontoh beberapa individu lainnya. Berilah model yang baik bagi masyarakat, tetap patuh atas ‘nyala lampu’ di persimpangan, menghargai hak-hak‘pengendara’ lain yang sedang berjalan dan jangan jadikan diri kalian contoh buruk masyarakat.
Oleh: Riant Raafi, Jakarta
Blogger // CEO’s // Writer
Facebook – twitter – Blog