Prinsip-prinsip ekonomi Islam menurut Tim Pengembangan Perbankan Syariah Istitut Bankir Indonesia dapat diuraikan sebagai berikut:
- Pemilik mutlak dari semua jenis sumber daya adalah Allah. Berbagai jenis sumber daya merupakan pemberian dan titipan Tuhan kepada manusia sebagai khalifah-Nya. Manusia harus memanfaatkannya seefisien dan seoptimal mungkin dalam berproduksi guna memenuhi kesejahteraan secara bersama.
- Islam menjamin kepemilikan publik yang diwakili oleh negara atas industri yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Hal ini didasari oleh hadis Rasulullah saw yang menyatakan bahwa masyarakat punya hak yang sama untuk air, padangrumput dan api. Dari hadis tersebut dapat disimpulkan bahwa semua industry ekstraktif yang berhubungan dengan industri air, bahan makanan dan bahan tambang harus dikelola oleh negara. Tidak seperti ekonomi pasar bebas, dimana pemilikan segala jenis industri didominasi oleh monopoli dan oligopoli individu atau sekelompok orang saja.
- Islam mengakui kepemilikan pribadi pada batas-batas tertentu yaitu sebagai kapital produktif yang akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Apabila harta yang dimiliki tidak mampu dioperasionalkan sesuai dengan ketentuan tersebut, maka ia dalam jumlah tertentu dan dalam periode waktu tertentu akan terkena zakat yang harus disalurkan kepada pihak-pihak tertentu yang berhak menerimanya.Hal ini berlaku pula pada pembagian harta pusaka atau warisan. Konsep pemilikan ini sangat berbeda dengan konsep kapitalis maupun sosialis. Islam menolak terjadinya akumulasi harta yang dikuasai oleh segelintir orang maupun golongan.
- Pandangan Islam terhadap harta adalah:
- Harta sebagai titipan (amanah). (al-Hadid ayat 7, an-Nur ayat 33)
- Harta sebagai perhiasan yang memungkinkan manusia menikmatinya dengan baik asalkan tidak berlebihan karena akan menimbulkan keangkuhan, kesombongan dan kebanggaan diri.(Ali Imran ayat 14, al-‘Alaq ayat 6-7)
- Harta sebagai ujian keimanan. Hal ini terutama menyangkut bagaimana mendapatkan dan membelanjakannya. (al-Anfal ayat 28)
- Harta sebagai bekal ibadah. (at-Taubah ayat 41 dan 60, Ali Imran ayat 133)
- Pemilikan harta harus diupayakan melalui usaha atau mata pencaharian yang halal dan sesuai dengan aturan-Nya. Firman Allah: “Apabila sudah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah dimuka bumi dan carilah karunia Allah dan perbanyaklah mengingat Allah agar kamu beruntung.” (al-Jumuah ayat 10).