Ketersediaan akses terhadap informasi yang komprehensif, akurat dan bermutu adalah sangat vital fungsinya dalam peradaban modern seperti saat ini. Salah satu ciri masyarakat modern digambarkan sebagai masyarakat yang informatif. Maka, informasi memegang peranan penting dalam konstruksi masyarakat dan formulasi tatanan sosial. Namun, faktanya, peradaban modern saat ini berkembang tidak sehat dengan berkembangnya industri informasi yang manipulatif. Adalah Amerika Serikat, sebuah negara adidaya yang karena statusnya sebagai kiblat utama industri informasi dunia, memengaruhi hampir semua aspek informasi secara global. Sebuah fakta yang menyedihkan.
Doktor Cynthia Boaz, pakar ilmu politik Amerika Serikat, melakukan sebuah riset guna memetakan teknik-teknik propaganda dan manipulasi informasi (baca: berita) di Amerika Serikat dengan mengambil pabrik industri informasi dunia, Fox News, sebagai objek riset. Di Amerika, saat ini, masyarakatnya menghabiskan rata-rata 50 jam dalam seminggu dengan mengonsumsi beragam bentuk media. Dan salah satu kanal berita (informasi) terbesar, terkaya dan terkemuka di dunia, Fox News, telah memainkan peranan yang cukup signifikan dalam memelintir informasi di Amerika yang kemudian, tentu saja, menyebar secara global.
Ambil contoh, hampir satu dekade yang lalu Fox telah membuat publik percaya bahwa Saddam Hussein memiliki senjata pemusnah massal atau bahwa dia terlibat pada tragedi 9/11. Publik juga terpengaruh pada pemberitaan, yang kemudian sedikit mengguncang Amerika serta menjadi topik hangat, bahwa Barack Obama adalah seorang Muslim dan tidak dilahirkan di Amerika Serikat. Fox juga berperan dalam pembentukan opini publik bahwa semua orang Arab adalah Muslim dan bahwa semua Muslim adalah teroris. Pun persepsi negatif, stigma, bahwa para kaum imigran adalah kaum pencuri kerja, alih-alih pencari kerja, yang akan melahap porsi besar lapangan kerja di Amerika. Hal-hal di atas kemudian, terbukti salah dan keliru. Namun, audiens Fox News terdata sebagai audiens yang lebih memilih percaya terlebih dahulu pada setiap sajian berita sebelum bukti-bukti terpampang dan tersaji di depan mata mereka. Dalam konteks ini, Doktor Boaz mempertanyakan rasa hormat masyarakat Amerika pada ilmu pengetahuan dan bukti ilmiah.
Hipotesa awal ini menggiring Doktor Boaz untuk mendokumentasikan metode-metode paling efektif yang diterapkan Fox News dan media propaganda sejenis lainnya. Teknik-teknik yang ia identifikasi diharapkan membantu menjelaskan “loyalitas” yang diberikan audiens Fox News (sebagian besar warga Amerika) kepada sajian berita Fox. Identifikasi yang penulis pandang cukup perlu guna memvariasikan wawasan mengenai perang pemikiran. Berikut ini, penulis rangkum beberapa teknik utama propaganda berita yang ditemukan Doktor Boaz sebagai teknik-teknik andalan Fox News.
Pertama, menciptakan kepanikan. Ini adalah salah satu metode propaganda yang esensial. Ide umumnya adalah untuk menakut-nakuti dan meneror audiens (penonton/pembaca/pendengar berita) setiap momen tertentu. Di Amerika topik favoritnya adalah tentang Muslim, flu babi, ancaman resesi ekonomi, homoseksualitas dan rasisme serta kaum imigran. Kenapa Fox harus meneror audiens mereka sendiri? Itu karena ini adalah cara tercepat untuk mencuci rasionalitas (otak). Dengan kata lain, ketika publik merasakan ketakutan mereka tidak akan berpikir secara rasional. Dan ketika mereka tak berpikir rasional, mereka akan memercayai segalanya.
Bayangkan ketika teknik ini menyerbu masyarakat Indonesia kita. Isu terorisme, dan teror yang terasa tiap kali pemberitaan berbau densus dan penangkapan tayang serta stigma yang pelan tapi pasti mulai tertanam di masyarakat mengenai jihad, pesantren, Arab, cadar dan pengajian adalah salah satu efek yang bisa kita rasakan sekarang.
Kedua, pembunuhan karakter. Berdasarkan penelitian, Fox tidak menyukai perdebatan mengenai ide. Sebaliknya, mereka lebih memilih mewawancarai nara sumber mereka dengan mengarahkan diskusi seputar kredibilitas seseorang, motif, intelejensia, karakter/watak bahkan bila perlu mempertanyakan kewarasan seseorang. Fox pun tidak hanya menyerang individu tetapi juga kelompok-kelompok masyarakat yang mungkin untuk didiskreditkan. Indonesia? Kasus anggota DPR yang “tertangkap basah menikmati” konten amoral saat sidang barangkali adalah satu contoh pembunuhan karakter “menakjubkan” di Indonesia sepanjang tahun ini. Belum lagi mengambil contoh adanya organisasi massa yang tercitrakan identik dengan kekerasan. Atau bapak Presiden kita, yang kini identik dengan kata “pencitraan” dan cenderung menjadikan masyarakat semakin skeptis terhadap beliau dan melupakan kerja-kerja kepemerintahan beliau lainnya yang, barangkali, luput dari pemberitaan.
Ketiga, teknik “kambing hitam”. Teknik ini bekerja paling baik di saat publik merasa terancam dan ketakutan. Secara teknis, metode ini adalah gabungan antara metode menciptakan kepanikan dengan metode mengalihkan isu. Ide sederhananya begini, jika Anda bisa mendapatkan alasan yang bisa menjadikan suatu kelompok untuk disalahkan atas masalah-masalah sosial atau ekonomi yang terjadi maka Anda sudah bisa mengambinghitamkan mereka. Teror baru-baru ini di Norwegia, di mana awalnya media cenderung mengambinghitamkan kelompok Muslim, adalah salah satu contoh kasus global terbaru. Sementara di Indonesia, tentu saja tak jauh-jauh dari isu terorisme, toleransi dan ancaman akan kebhinnekaan. Menyedihkan.
Sementara industri informasi media yang menjadi musuh dalam perang pemikiran saat ini menerapkan teknik-teknik propaganda kotor (tapi efektif), bagaimana dengan media-media Islami? Di Indonesia saja, menurut hemat penulis, media-media Islami masih meraba-raba mencari formula bersama yang efektif guna membusungkan dada di medan pertempuran perang pemikiran. Bahkan, cukup sering, penuh intrik dan drama.