Rinduku Pada Suara Adzan

Di tanah air tercinta Indonesia, tiap hari suara azan selalu mengikuti derap langkah kita.Ada yang menyambutnya ada juga yang acuh tak acuh. Mungkin bagi sebagian kalangan itu sudah menjadi hal yang biasa tapi tidak bagi saya dan keluarga kecil serta saudara-saudara muslim yang ada di Polandia.Suara azan yang menggema di antara bunyi lalu lalang kendaraan di pusat kota Warsawa seakan memanggil jiwa-jiwa yang merindukan kemenangan dan berdo’a penuh harap jika tidak hari ini insha Allah besok di tanah ini lahir dan datang generasi Rabbani,Alhamdulilah Allahu Akbar perlahan jumlah muslim dan generasi Islam bergerak naik mengikuti angka statistik jumlah penduduk muslim yang ada di Polandia.Berharap suara azan akan menggema di negeri ini.

Ada kerinduan kepada tanah air, itu pasti. Tapi tak ada sesal sedikitpun di hati menyesali langkah yang kini menapaki tanah yang baru, negeri baru. Mengutip perkataan suami saya yang tercinta “Disini ladang dakwah baru ya Jamila, kau, aku dan generasi kita akan mengambil peran besar untuk memulai cita-cita ini.” Salju belum terlalu banyak jatuh, tapi hati ini dliputi haru menatap langit dalam perjalanan pulang dari Warsawa menuju rumah mungil kami setelah silahtuhrahmi dengan sebuah keluarga muslim Tunisia-Polandia .Dari perjalanan ini kami belajar bahwa seperti halnya butiran-butiran salju yang jatuh di satu titik pasti akan menemukan muara menjadi gumpalan es dan kemudian meleleh menyusuri jalannya sebagai bagian dari hukum Allah.

Terkadang beliau bertanya disaat kami berdua duduk mempelajari lagi ilmu tajwid berkenan dengan membaca Qur’an dengan baik setalah salat Fajar usai, “Ya Jamila, did you miss Indonesia?” Pertanyaan ini membuat air mataku menggumpal dan jatuh tak terelakkan menahan rindu pada suara azan di tanah air. Bukan pada suara azan saja saudaraku, tepatnya kerinduan kepada negeri-negeri muslim dan ukhuwah yang penuh warna betapa tak tergantikannya lantunan suara azan ini.Beliau melanjutkan ucapannya, “Saber, strong and tawaqal ‘ala-Allah ya Jamila and make du’a wish oneday our son will be imam and you will hear adzan more and more inshaAllah. Ya Jamila, sometime i was so shy when i showed to you this is big church in Poland, this is church in the corner of our city, i wish oneday i will show to you and say like this ya jamila this is masjid and adzan already come let’s make salat here.” Mendengar suamiku berkata demikian, kami berdua tersenyum dan serempak mengucapkan kata amin berharap salju yang turun saat ini membawa rahmat dari Sang Maha Pencipta Allah SWT.

Meneguhkan iman dan semakin meyakini dengan pasti bahwa janji Allah adalah benar. Begitu banyak nikmat yang telah banyak kusia-siakan, nikmat akan negeri indah bernama Indonesia. Saat di mesjid Warsawa, seorang sister bertanya padaku “Where are you from?” saat kujawab Indonesia dia langsung dengan wajah riang menimpali “Indonesia, beautiful country i love Indonesia, why you move to Poland? Not something special here.” Saat aku menjawab “Alhamdulillah i married with muslim Polish and Allah make my taqdir here and it’s why i am here sister.” Dia tersenyum lebar yang lebih tepatnya tertawa dengan suara lembut dan kemudian berkata, “Masha Allah, Allahu Akbar, every sisters here looking for muslim men from muslim country like Indonesia, Malaysia and also arabic country and you married with muslim Polish, Allahu Akbar!

Saya tentu tidak akan bilang ke sister ini mengenai ucapan yang sangat terkenal di Indonesia yakni cintailah produk-produk dalam negeri, karena ini sama saja dengan menyesali taqdir. Saya hanya bisa berkata Allahu Alim moje kochana siostra (Allahu Alim my dear sister).

Lagi, suara adzan telah mempersatukan umat dari berbagai belahan bumi sebagai satu umat yang kuat. Melakukan takbir, ruku’ dan sujud secara bersama. Betapa indahnya ukhuwah ini, begitu berarti dan tak ternilai panggilan kemengangan ini (adzan). Salam ukhuwah dari kami di Polandia untuk saudara-saudara kami di negeri indah yang mempesona, Indonesia. Teruslah menggema suara adzan sampai tiba hari yang besar.

Tuhan yang memelihara kedua tempat terbit matahari dan Tuhan yang memelihara kedua tempat terbenamnya. Dia membiarkan dua lautan mengalir yang keduanya kemudian bertemu, antara keduanya ada batas yang tidak dilampaui oleh masing-masing. Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?

Oleh: Ainna Jamila, Polandia
BlogFacebook