Akhir-akhir ini kita dibuat takjub dengan pernikahan putri seorang ulama negeri ini. Pernikahan yang hanya memakan waktu singkat, dengan proses cepat dan tepat. Tak perlu hitungan bulan bahkan tahun. Tanpa awalan pacaran seperti trend anak muda jaman sekarang. Semua proses dijaga dalam koridor yang baik.
Hal yang disayangkan adalah, contoh baik seperti ini tidak banyak diliput oleh media kebanyakan. Hal ini sangat berbeda ketika yang menikah adalah artis. Gelaran mewah mulai dari lamaran hingga pernikahan disiarkan langsung berhari-hari. Menjadi topik terhangat yang disajikan setiap hari di televisi.
Sebagai perempuan, tentu menyenangkan dan menenangkan apabila orang tua kita cukup faham kewajibannya dalam hal satu itu. Seperti Aa Gym yang memilihkan suami yang baik untuk putrinya.
Aa Gym memilih dengan standar agama. Bukan tentang anak siapa. Apa pekerjaannya. Bukan pula hanya tentang rupawan parasnya. Tapi tentang agamanya. Seperti yang kita tahu, menantu beliau adalah seorang hafidz. Baik akhlaknya dan tidak banyak bicara.
Siapa yang tidak ingin begitu?Lahir di keluarga ulama yang terjaga. Tinggal di lingkungan beraroma ilmu surga. Namun bukankah takdir setiap orang berbeda-beda? Masih banyak ayah-ayah diluar sana yang tidak seperti Aa Gym. Lebih memilih menggunakan pertimbangan materi sebagai salah satu syarat utama untuk menikahkan putri-putrinya.
Tidak jarang kita temukan orang tua di luar sana yang lebih dulu menanyakan apa pekerjaan laki-laki yang datang meminang putrinya, bukan dimana tempat ngajinya. Bukan berapa hafalannya. Atau minimal, berjamaahkah sholat wajibnya.
Banyak ayah yang lebih tertarik untuk menanyakan berapa mahar yang akan diberikan saat ijab dan qobul, dibanding dengan menilai pemikiran laki-laki yang datang ke rumahnya. Parahnya ini seperti lingkarang syetan yang berputar. Para laki-laki menjadi lebih mementingkan materi dibandingkan ilmu agamanya. Alasannya klise, menganggap para calon mertua akan bungkam dan mudah memberikan ijin apabila dia datang bersama kesuksesan materi. Disisi lain banyak laki-laki baik tidak cukup punya nyali untuk bertemu orang tua si perempuan dengan alasan belum mapan. Tidak ada biaya walimah. Selanjutnya yang terjadi adalah hubungan yang tidak jelas dan berkepanjangan antara si perempuan dan laki-laki.
Ini menjadi evaluasi kita bersama. Saat tidak semua ayah tidak seperti Aa Gym. Ketika tata cara yang Rosul ajarkan tidak lagi digunakan sebagai panutan. Maka bagi kita semua baik yang sudah menjadi orang tua dan belum, mari sama-sama berjanji untuk menjadi orang tua yang amanah dengan putra putrinya. Terutama kepada para orang tua yang mempunyai putri, mari sama-sama berjanji untuk menjadi perantara terbaik mengantarkannya menuju pernikahan yang berkah dan diberkahi.