Sebagai orang yang pernah tinggal di Mesir dan berhubungan akrab dengan para mahasiswa “jail mansyud”, “tayyar islami”, dan lain-lain yang merupakan sayap mahasiswa al-Ikhwan al-Muslimin, juga memahami kitab-kitab sebagian besar ulama-ulama dan pemimpin-pemimpinnya saya mengerti bahwa pilihan-pilihan fiqh al-Ikhwan dalam politik sering menempuh jalan tengah dan bersifat ta’amul marhali.
Ketika al-Ikhwan memutuskan masuk dalam demokrasi sebagian pihak seperti “salafi resmi” seperti Yasir Burhami, Sa’id Ruslan dll menuduh dan menghukum mereka dengan hukum-hukum yang zalim. Ketika al-Ikhwan mencalonkan perempuan dalam pemilu parlemen hampir saja mereka dikafirkan oleh syaikh-syaikh “salafi resmi” tersebut. . Sementara syaikh-syaikh “salafi tidak resmi” seperti Shalah al-Shawi bersikap moderat sebagaimana ditunjukkan dalam tulisan panjangnya di majalah “salafi” Al-Bayan yang dikemudian hari dibukukan dengan judul al-Tsawabit wa al-Mutaghayyirat.
Sudah lebih dari 80 tahun al-Ikhwan berdakwah dan berupaya keras memperbaiki kondisi umat. Berbagai tajribah sudah mereka alami termasuk jihad melawan yahudi tahun 1948 saat negara-negara arab memble, jihad melawan Inggris di Terusan Suez, dan juga jihad Afganistan. Sementara cabang al-Ikhwan di Syria sudah sejak awal 80-an menentang rejim syiah nushairiyyah dengan gerakan perlawanan di Provinsi Hamat dan Revolusi Islam Syria yang meletus pasca musim semi arab juga dimulai dari provinsi yang sama.
Yang menarik bahwa kelompok “salafi resmi” yang anti demokrasi dan menghabisi setiap gerakan Islam yang ingin meng-ishlah pemerintahan dan melaksanakan tathbiq syariah melalui parlemen di Mesir justru belakang mereka juga masuk demokrasi. Tetapi masuknya mereka justru menambah keruwetan dan komplikasi politik serta menjadi alat intelijen untuk mengebuk gerakan-gerakan Islam sebagaimana dimainkan secara baik oleh Partai an-Nur dan Yasir Burhami yang merupakan wakil ketua Idarah ad-Da’wah as-Salafiyah.
Saat Partai an-Nur muncul maka perilaku politik mereka justru jauh lebih buruk dari al-Ikhwan. Mereka calonkan “aqbath” (pendeta-pendeta qibthi), mencalonkan perempuan tabarruj dalam pemilu parlemen, merancang kudeta bersama al-Sisi demi “maslahat dakwah”, dan juga ikut dalam pemilu parlemen yang diselenggarakan rejim kudeta dan diboikot rakyat Mesir dengan hasil nol kursi.
Yasir Burhami dalam lawatannya ke Saudi beberapa waktu lalu ingin bertemu dengan sejumlah masyaikh. Tetapi Syaikh Shalih al-Fauzan, Syaikh Abdul Aziz al-Tharifi dll menolak ditemui dan bertemu dengan Burhami.
Di Mesir ketika anggota atau simpatisan gerakan-gerakan Islam ditangkap maka orang yang punya “karneh” Gereja Qibthi dan Partai an-Nur justru selamat dan aman.
Sekarang Yasir Burhami dan Partai An-Nur bertemu dengan jihaz mukhabarat (lembaga intelijen). Entah makar apa lagi yang mereka susun dan rencanakan terhadap negeri Mesir dan gerakan-gerakan Islam. Semoga Allah swt menjadikan tipu daya mereka membinasakan diri mereka sendiri.