Muslim adalah sebuah anugerah. Dia lembut, tapi dia takkan lemah. Berwibawa, namun tetap bersahaja. Dia juga mengerti menjaga akhlak. Begitulah kiranya sebuah ungkapan dari kata muslim yang terlihat di atas. Kini, predikat muslim itulah sedang tersandang dalam dada kita, jika kita memang memiliki predikat seorang muslim. Sungguh sebuah kebanggaan bilamana kita semua masih mengaku diri kita sebagai seorang muslim. Alhamdulillah yah! Namun, juga tak cukup mengaku saja, sikap dan sifat pun harus sejajar pula.
Hmm, muslim merupakan predikat yang tidak sulit, walaupun juga tidak mudah. Namun, ketika kita mau jatuh dalam lingkaran islam dan menjadi seorang muslim sejati, maka pertolongan Allah pun akan dekat dengan kita.
Lantas, apa sih sebenarnya tugas seorang muslim itu? Apakah hanya berjalan di kehidupan ini dengan tujuan mendapatkan kesenangan dunia dan di akhirat kelak saja? Cukup itukah? Boleh saja berkata seperti itu, namun pembenaran atas argumen seperti itu tidak ada. Coba kita simak dulu dalam Surat Adz Dzariyat ayat 56, yang artinya:
“Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku.”
Yah, seperti itulah. Seperti itulah tugas seorang muslim di dunia. Tugas yang mana bila kita memang menyandang predikat seorang muslim. Seorang muslim tak lain hanyalah bertugas/bertujuan untuk mengabdi pada Rabb-Nya. Memang, pada saat ini kenikmatan di dunia begitu menjanjikan. Sehingga dari kebanyakan kita yang mengaku dirinya adalah seorang muslim terlena oleh fatamorgana (tipuan) dunia dan tugasnya pun terlupakan. Ditambah juga dengan seiring perkembangan jaman yang semakin hari semakin luar biasa tanpa batasnya. Perjudian yang begitu marak, permainan narkoba di sana-sini, pemerkosaan di berbagai tempat, korupsi merajalela, trend budaya barat yang bola-balik masuk ke negeri kita, pembunuhan orang tua/keluarga sendiri, dan lain-lain. Na’udzubillah.
Perkembangan jaman memang menuntut kita untuk lebih bersikap dewasa dan waspada. Pasalnya, sebagai seorang muslim sebuah label ini seharusnya digunakan dan dipertahankan dalam menghadapi problema yang seperti ini adanya. Miris sekali, bila label muslim yang terpampang di dada kita malah kita lupakan atau tidak kita banggakan untuk saat ini. Apalagi yang lebih parah lagi bilamana, kita malah bangga dengan ‘tidak bisanya’ mempelajari agama yang terkandung dalam islam. Saat ini, ketidakbanggan tersebut begitu nampak.
Beberapa waktu yang lalu, saya sempat menangkap pernyataan dari seorang kawan yang tertang di status FB-nya, yang isinya “Arep praktek solat ae bingung… Jane islam po duduk (Mau praktek sholat saja bingung… Sebenarnya Islam apa tidak?).
Sangat disayangkan pernyataan tersebut. Kenapa pernyataan yang demikian harus dipampang? Malah yang mirisnya, kenapa ketika kita berpredikat muslim, namun pernyataan yang keluar seperti itu yang mana notabenenya malah seperti menjatuhkan nama Islam dengan pede-nya. Na’udzubillah.
Bahkan, sempat kita dihebohkan dengan Hari Valentine. Apa iya sih Islam mengajarkan budaya tersebut? Apa iya juga seorang predikat muslim yang sangat luar biasa di mata islam mengikuti budaya tersebut? Perlu dipikirkan! Seharusnya, sebelumnya melakukan sesuatu perlulah kita berpikir seribu kali atau berpikir sebelum melakukan tindakan. Jelasnya, cara terbaik adalah menghindari dan melakukan filterisasi (proses penyaringan) terhadap apa-apa yang terlihat pada mata. Mendekati yang baik dan menjauhi sejauh-jauhnya dari yang buruk. Tetap bangga menjadi seorang muslim. Perbaikan masih ada. Jalan pun masih lebar. Semoga kita tidak terhanyutkan oleh gaya gaul di era global. Dan semoga kita kita terarahkan selalu pada jalanNya dengan predikat seorang muslim. Wallahu a’lam.
Oleh: Rendra Mochtar Habibie – Magetan