Sore itu saya bersama seorang teman sedang dalam perjalanan ke sebuah pondok pesantren di daerah timur Yogyakarta. Tidak seperti biasanya, kali ini teman saya mengajak untuk naik mobilnya. Alasannya biar nggak kehujanan. Saat itu langit Jogja memang sudah mulai mendung. Tiga puluh menit perjalanan kami sudah sampai di ring road timur. Mobil yang kami tumpangi berada di belakang bus antar kota antar provinsi jurusan Solo-Yogya sekitar 7-8 meter. Tiba-tiba bus melambat dan berhenti. Teman saya ikut memelankan laju mobilnya dan berhenti, karena lalu lintas sore itu sangat padat dan tidak mungkin menyalip.
Ada seorang bapak bersama anak kecil laki-laki turun dari bus. Kemudian merapat ke tepi jalan. Mendekati sebuah pohon dan tahu apa yang terjadi? Si bapak ini sedang mengajarkan kepada anaknya bahwa menjaga aurat itu tidak terlalu penting. Ya, si bapak ini menuntun anaknya untuk buang air kecil di pinggir jalan. Kami (saya dan teman saya) tertegun. Ini apakah kami tidak salah lihat? Bukankah selama ini banyak orang tua yang takut dengan orang-orang phedofil yang begitu gencar mengintai anak-anaknya. Lalu?
Ini bukan kejadian kali pertama yang saya temui di kota ini. Suatu ketika saya pernah juga secara tidak sengaja mendengar seorang ibu menyuruh putranya untuk buang air kecil di sembarang tempat. Waktu itu saya ada di parkiran sebuah pusat perbelanjaan. Kurang lebih begini ceritanya,dari sebuah mobil yang dibuka kacanya saya tidak sengaja mendengar percakapan antara ibu dan anak.
“Ma, adek pengen pipis,” kata si anak sambil meringis menahan pipis.
Sang mama tanpa babibu langsung buka pintu mobil, “Dah, pipis disitu aja. Arahin keluar mobil.”
Saya yang berada tidak jauh dari mobil itu, bingung sendiri. Benarkah apa yang baru saja saya degar. Seorang ibu dengan mudah menyuruh anaknya untuk ‘membuka aurat’ di tempat umum. Saya tidak habis pikir, bukankah selama ini banyak ibu yang menghujat para pelaku pemerkosa anak-anak yang diberitakan di televisi. Kalau seperti ini, bukankah sang ibu ini justru memberi kesempatan para pelaku kejahatan seksual ‘melihat’ anaknya.
Ini sebenarnya hanya hal kecil, namun apabila dibiasakan akan berpengaruh besar pada sang anak. Tentang adab yang lupa diajarkan, akhirnya menjadi attitude atau sikap yang akhirnya dianggap benar oleh anak.
Begitu pula sebaliknya, bila yang dibiasakan adalah adab yang baik maka attitude yang terbentuk pun akan menjadi baik. Adab yang baik itu misalnya seperti mengajak anak ke kamar mandi saat anak mengatakan ingin buang air kecil. Menuntunnya membaca doa masuk kamar mandi. Lalu mencontohkan cara yang benar untuk air kecil. Memberikan teladan bagaimana cara istinja’ yang benar dan lain-lain. Bukankah akhirnya ada banyak kebaikan yang mengikuti kalau kita ikhtiar melalukan sebuah kebaikan? Selamat mencoba menjadi orang tua yang lebih cermat.