Selama ini, banyak pengguna Twitter yang terlalu fokus pada jumlah follower. Tak hanya terobsesi meningkatkan jumlah follower di akun mereka, bahkan ada juga yang menjadikan jumlah follower sebagai pertimbangan dalam mem-follow suatu akun.
Mengutip laman Mashable, salah satu pendiri dan mantan CEO Twitter, Evan Williams, mengatakan harusnya ada cara yang lebih baik dalam mengukur pengaruh di jejaring sosial selain jumlah follower. Apalagi banyak follower tak aktif, atau hanya bot semata.
Karena itu, menghitung jumlah follower aktif pun dianggap menjadi salah satu ukuran. “Saya akan mendorong itu,” ucap Williams. “Saya rasa itu ide yang sangat baik.”
Meski begitu, jumlah follower aktif juga dianggap bukan matrik ideal untuk menghitung kekuatan distribusi suatu akun di jejaring sosial. Ada cara lain yang menurut William bisa dijadikan matrik, antara lain berapa banyak tweet itu dilihat, atau berapa kali sebuah tweet di-retweet.
“Matrik impian adalah berapa sebenarnya orang yang melihat tweet Anda, meski bukan follower aktif,” ujarnya. “Itu merupakan matrik yang berbeda.”
Tentu itu pernyataan menarik. Sebab, begitu banyak akun bot, palsu, atau yang tak aktif di Twitter, dan kerap menjadi follower. Bahkan akun resmi Twitter di @twitter pun tercatat memiliki 33 persen follower palsu/tak aktif/bot.
Lalu opsi apa yang bisa digunakan untuk mempertimbangkan matrikulasi pengaruh suatu akun di Twitter? Berikut paparannya, seperti dilansir dari Mashable.
1. Follower Nyata untuk Orang Nyata
Tentu ide buruk bagi Twitter jika menghapus akun palsu. Sebab, saat ini begitu banyak akun palsu/bot yang dibuat. Berdasarkan data yang ada di bulan Maret, akun aktif tercatat ada 140 juta. Sedangkan akun palsu/tak aktif/bot, tercatat hampir setengan miliar.
Lady Gaga dan Barack Obama saat ini merupakan akun yang mempunyai banyak follower. Tapi akun palsu/tak aktif/bot di dua akun itu tercatat sekitar 70 persen.
Jika jumlah follower menjadi perhitungan untuk melihat pengaruh di jejaring sosial, tentu bisnis jual-beli follower pun akan semakin menjamur.
Oh iya, kita belum membicarakan buzzer atau akun anonim yang marak beredar di dunia maya. Jika benar ada bisnis marketing viral atau bahkan kampanye hitam yang melibatkan buzzer dan akun anonim, tentu jumlah follower akan menjadi pertimbangan bagi tiap buzzer atau akun anonim, untuk memasang tarif.
2. Matrik Retweet
Matrikulasi ini memang lebih bisa dihitung ketimbang jumlah follower, yang tak semuanya aktif. Anda pun masih bisa mengetahui berapa kali tweet Anda di-retweet, dan untuk retweet tak hanya dilakukan oleh follower Anda.
Tapi tentu saja perhitungan ini bersifat relatif. Karena banyak pula pengguna Twitter yang memilih untuk menggembok akun mereka, sehingga tidak bisa di-retweet.
Hal lain, jika ini jadi matrikulasi tetap, akan banyak tweet yang mengemis retweet kepada follower-nya. Misalnya dengan tweet yang disisipi “RT if you agree!” atau “kalau setuju RT ya!”.
3. Gabungan Keduanya
Pengaruh suatu akun Twitter bisa dilihat dengan menggabungkan jumlah follower aktif dan berapa banyak yang di-retweet. Tapi masalahnya, sepertinya tak banyak pengguna Twitter yang peduli dengan jumlah follower atau jumlah retweet.
Banyak orang yang menggunakan Twitter untuk senang-senang semata, sarana terhubung dengan teman, atau bahkan untuk sarana komunikasi.
Kecuali, tentu saja, jika Anda memanfaatkan Twitter untuk mendapatkan keuntungan. Andai bisnis buzzer atau akun anonim itu nyata, tentu klien membutuhkan parameter jelas sebelum menggunakan suatu buzzer atau akun anonim dalam kampanye viral, atau bahkan kampanye hitam.