Kekeruhan politik di negeri ini semakin tak terelakkan. Semakin merebaknya kasus korupsi menjadi pertanda buruk akan citra politik yang ada. Dari data korupsi politik tahun 2012 yang dimiliki Indonesia Corruption Watch (ICW), Partai Golkar menduduki peringkat pertama sebagai partai dengan kader paling banyak terjerat kasus korupsi (14 orang). Peringkat selanjutnya adalah Partai Demokrat (10 orang), PDI-P (8 orang), Partai Amanat Nasional (5 orang), dan Partai Kebangkitan Bangsa (4 orang). Dan pada awal tahun 2013 ini kita disuguhi kasus korupsi baru yaitu berkaitan dengan impor daging yang langsung menyeret Ketua Partai untuk pertama kalinya. Dilanjutkan dengan penambahan tersangka dalam kasus Hambalang yang juga membawa nama Ketua Partai lain, yakni dari Partai Penguasa.
Mengerikan jika kita hanya melihat keburukan yang ada di negeri ini. Setiap politisi pada saat ini berusaha menjadikan setiap momentum yang ada sebagai ajang tebar pesona. Berusaha mencari suara rakyat tanpa bertanya secara jelas tentang apa harapan besar mereka bagi Indonesia. Aspirasi warga hanya sekedar ditampung, namun sedikit yang dieksekusi. Wajarlah ketika Jokowi muncul dengan kepemimpinannya yang khas dan merakyat langsung menjadi sosok pemimpin idaman masyarakat. Tak sekedar blusukan untuk mencari simpati masyarakat, tapi juga menyalurkan setiap keluhan masyarakat menjadi sebuah program nyata.
Pemimpin negeri ini adalah orang-orang intelektual. Mereka memiliki kelebihan dalam hal berpikir, karena itu masyarakat mempercayainya. Tanggungjawab politik yang dimiliki mereka amatlah berat. Mereka menanggung beban rakyat. Di atas bahu mereka terdapat amanah yang harus mereka jalankan.
Sesungguhnya pemimpin itu juga menentukan arah suatu bangsa. Saifuddin Zuhri (Mantan Menteri Agama) di dalam salah satu bukunya menyatakan bahwa seorang pemimpin itu sama dengan nahkoda, sehingga ke arah mana kapal itu akan dibawa sangat tergantung kepadanya. Sebagaimana nahkoda maka pemimpin akan membawa pergi ke arah yang dituju. Jika memiliki tujuan jelas, kapal akan berlayar dengan lebih teratur. Namun jika sebaliknya, kapal akan berhadapan dengan alam yang akan membawanya entah ke mana. Belum lagi ketika mengarungi samudera aka nada banyak ombak besar bahkan mungkin badai pun akan datang menghampiri. Jika tak siap maka kapal itu akan karam.
Siapa sangka kebanyakan pemimpin saat ini sudah terlampau jauh dari harapan rakyat karena ia tidak sadar dengan beban yang sedang diembannya. Pikirannya masih sebatas pribadi dan golongan. Tak aneh jika mungkin sekarang kepala desa saja sudah membawa bendera partai untuk dapat dipilih oleh warganya.
Masih hangat dalam ingatan kita bahawa pada akhir Tahun 2012 yang lalu, beragam media baik cetak maupun elektronik tiada henti memberitakan kasus Bupati Garut. Kasus yang bermula dari pernikahan siri Sang Bupati dengan seorang gadis dibawah umur yang diceraikannya hanya dalam selang waktu beberapa hari hanya melalui pesan singkat. Hal itu mengundang kontroversi yang berkepanjangan. Masyarakat Garut marah, banyak yang melakukan berbagai aksi demi menuntut mundur Sang Bupati, tetapi sang pemimpin tersebut tetap pada pendiriannya untuk tidak mengundurkan diri dari jabatannya.
Kasus yang menimpa Bupati Garut tersebut, akhirnya menjadi topik hangat di Nasional. Sekelompok ibu-ibu di Kota Palembang yang mengetahui hal itu berdemo menuntut Sang Bupati dihukum, walaupun beda daerah kepemimpinan, tetapi demi harkat dan martabat kaum hawa, ibu-ibu tersebut rela berpanas-panasan melakukan demo. Presiden SBY juga memberi tanggapan mengenai kasus Sang Bupati tersebut. Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi juga telah menyatakan bahwa kasus Bupati Aceng telah melanggar Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Pernikahan. Sampai akhirnya Sang Bupati dicopot secara paksa dari jabatannya oleh Gubernur Jawa Barat beberapa waktu silam.
Persoalan yang dialami oleh Bupati Garut tersebut, merupakan citra buruk sosok pemimpin yang telah melupakan sumpah jabatan ketika dia dilantik untuk mengutamakan kepentingan rakyatnya daripada kepentingan pribadi. Seorang pemimpin seharusnya memberi kemajuan bagi perkembangan daerah yang dia pimpin, bukan sebaliknya. Citra Kabupaten Garut yang terkenal dengan dodol dan dombanya, justru menjadi tujuan wisata baru bukan karena dodol dan dombanya melainkan karena kasus yang menimpa Aceng Sang Bupati Garut.
Jangan sampai hal semacam ini terjadi kembali di negeri ini. Ingat tanggungjawabmu wahai orang-orang terhormat. Kami masyarakat Indonesia membutuhkan kerja-kerja nyata yang kau perbuat. Buktikan bahwa kami tidak salah memilih. Kau adalah orang-orang terhormat pilihan rakyat. Karena itu, bekerjalah untuk rakyat.
Oleh: Ikhwan Al Amin