Di Yaman, tinggal lah seorang pemuda bernama Uwais Al-Qarni. Pemuda ini memiliki penyakit sopak. Sebab penyakit itulah tubuhnya jadi penuh belang. Walaupun cacat namun ia adalah pemuda yang shaleh dan sangat berbakti terhadap ibunya, yaitu seorang wanita tua yang lumpuh.
Namun Uwais senantiasa selalu merawat dan memenuhi semua apa yang diminta ibunya dengan baik. Namun, ada satu permintaan yang sulit baginya untuk memenuhi.
“Anakku, mungkin Ibu tidak lama lagi bisa bersamamu. Usahakanlah agar ibu bisa mengerjakan ibadah haji,” pinta sang ibu.
Mendengar permintaan sang ibu, Uwais termenung. Perjalanan Yaman menuju Mekkah sangat lah jauh, melewati padang pasir tandus yang panas. Sedangkan orang-orang biasanya naik unta serta membawa perbekalan yang banyak. Lalu, bagaimana hal itu bisa dilakukan oleh Uwais seorang pemuda yang miskin dan tidak mempunyai kendaraan?
Uwais terus berfikir bagaimana jalan keluarnya. Kemudian, Uwais membeli seekor anak lembu, untuk apa kira-kira anak lembu itu? Tak mungkin pergi haji menggunakan lembu. Kemudian Uwais membuatkan kandang untuk lembu itu di puncak bukit.
Setiap pagi Uwais naik turun menggendong anak lembu tersebut bolak-balik bukit. “Uwais gila… Uwais gila..” begitulah prkataan orang-orang yang melihat tingkah laku Uwais. Banyak orang yang menganggap Uwais gila dan aneh atas apa yang dilakukannya itu.
Tidak pernah ada hari yang terlewat kan Uwais menggendong lembu bolak-balik naik-turun bukit. Semakin hari anak lembu itu semakin besar, dan semakin besar juga tenaga yang dibutuhkan Uwais. Namun karena latihan setiap hari, anak lembu yang semakin besar itu terasa ringan.
Uwais Pergi Haji Bersama Ibunya
Delapan bulan kemudian, tibalah pada musim haji. Dan lembu Uwais telah mencapai bobot 100 kilogram, begitu juga dengan otot Uwais yang semakin kuat. Uwais menjadi sangat bertenaga dalam mengangkat barang. Tahulah sekarang orang-orang, apa maksud dan tujuan Uwais menggendong lembu itu setiap hari.
Uwais menggendong Ibunya berjalan kaki dari Yaman menuju Makkah. Subhanallah, betapa besarnya cinta Uwais kepada ibunya. Dia rela menempuh perjalanan jauh yang sulit, demi memenuhi apa yang diinginkan ibunya.
Uwais berjalan gagah menggendong ibunya untuk wukuf di Ka’bah. Ibunya begitu terharu dan bercucuran air mata bisa melihat Baitullah. Di hadapan Ka’bah, ibu dan anak ini berdoa.
“Ya Allah, ampunilah semua dosa ibu,” begitulah doa Uwais.
“Lalu bagaimana dengan dosamu?” tanya Ibu keheranan pada Uwais.
Uwais pun menjawab, “Dengan diampuninya dosa ibu, niscaya ibu akan masuk surga. Maka cukuplah ridha ibu saja yang membawaku ke surga.”
Begitulah doa Uwais yang begitu tulus dan penuh cinta. Allah subhanahu wata’ala pun menganugerahkan karunia untuknya. Seketika itu juga Uwais sembuh dari penyakitnya. Yang tersisa hanyalah bulatan putih ditengkuknya. Tahukah apa hikmah dari bulatan tersebut? Itu adalah tanda untuk Umar ibnul Khattab dan Ali bin Abi Thalib, dua sahabat Rasulullah sebagai tanda untuk mengenalinya.
Mereka berdua sengaja mencarinya di sekitar Ka’bah sebab Rasulullah pernah berpesan, “Di zaman kamu nanti akan lahir seorang manusia yang doanya sangat makbul. Kalian berdua, pergilah cari dia. Dia akan datang dari arah Yaman, dia dibesarkan di Yaman.”
“Sesungguhnya Allah mengharamkan atas kamu durhaka pada ibu dan menolak kewajiban, dan meminta yang bukan haknya, dan membunuh anak hidup-hidup, dan Allah, membenci padamu banyak bicara, dan banyak bertanya, demikian pula memboroskan harta (menghamburkan kekayaan).” (HR Bukhari dan Muslim)
Uwais Al Qarni pergi ke Madinah untuk Bertamu ke Rumah Rasulullah
Setelah menempuh perjalanan yang cukup jauh, akhirnya Uwais Al Qarny sampai di kota Madinah. Ia segera mencari rumah Nabi Muhammad. Setelah Uwais menemukan rumah Rasulullah, Uwais mengetuk pintu rumah itu dan mengucapkan salam, lalu keluarlah seseorang dan membalas salam Uwais. Langsung saja Uwais Al Qarny menanyakan Rasulullah yang ingin ia temui.
Namun ternyata Nabi sedang tidak berada di rumahnya, Rasulullah sedang berperang di medan pertempuran. Uwais Al Qarni hanya bisa bertemu dengan itri Nabi Siti Aisyah r.a. Betapa kecewa hati Uwais. Dari jauh-jauh ia datang untuk bertemu langsung dengan Nabi, namun Nabi tidak dapat dijumpainya.
Dalam hati Uwais Al Qarni timbul suatu gejolak ingin menunggu kedatangan Nabi dari medan pertempuran. Namun kapan Nabi pulang Uwais tidak tahu? Sedangkan di telinganya masih terngiang pesan ibunya yang sudah tua dan sakit-sakitan agar cepat pulang, “Engkau harus cepat pulang.”
Akhirnya, karena ketaatannya pada sang ibu, pesan ibunya telah mengalahkan suara hatinya untuk menunggu Nabi. Akhirnya Uwais Al Qarni dengan berat hati pamit kepada Siti Aisyah r.a. untuk segera kembali ke Yaman, Uwais hanya menitipkan salamnya untuk disampaikan kepada Nabi. Uwais pun segera beranjak pulang mengayunkan lengkah kakinya dengan perasaan sedih dan terharu.
Setelah perang selesai, sesampainya di rumah Nabi menanyakan Siti Aisyah r.a., mengenai orang yang mencarinya. Lalu Nabi mengatakan bahwa Uwais adalah anak yang sangat taat kepada ibunya, dia adalah penghuni langit. Mendengar perkataan itu, Siti Aisyah r.a. dan para sahabat sangat tertegun.
Menurut keterangan Siti Aisyah r.a., memang benar ada seseorang yang mencari Nabi, namun ia segera pulang ke Yaman karena ibunya sudah tua dan sakit-sakitan sehingga dia tidak bisa meninggal kan ibunya terlalu lama.
Kemudian Nabi Muhammad melanjutkan keterangannya tentang Uwais Al Qarni si penghuni langit tersebut kepada sahabatnya, “Kalau kalian ingin berjumpa dengannya, perhatikanlah, dia memiliki tanda putih di tengah-tengah telapak tangannya.”
Setelah itu Nabi memandang Ali bin Abi Thalib dan Umar bin Khaththab, seraya berkata, “Suatu saat apabila kalian berjumpa dengannya, mintalah doanya untuk memintakan ampun kalian, dia adalah penghuni langit bukan penghuni bumi.”
Waktu terus berlanjut, sampai akhirnya Nabi wafat Uwais belum sempat bertemu dengan Nabi. Kekhalifahan Abu Bakartelah digantikan oleh Umar bin Khaththab. Dan suatu ketika Khalifah Umar teringat oleh sabda Nabi tentang Uwais Al Qarni, penghuni langit. Khalifah Umar pun segera mengingatkan lagi sabda Nabi itu kepada Ali bin Abi Thalib.
Sejak saat itu, setiap ada kafilah yang datang dari Yaman, Umar bin Khattab dan Ali bin Abi Thalib selalu menanyakan tentang Uwais Al Qarny, si faqir yang tidak punya apa-apa tersebut.
Pertemuan Umar Bin Khattab dan Ali Bin Abi Thalib dengan Uwais
Suatu ketika, Uwais Al Qarny ikut dalam sebuah rombongan kafilah yang menuju Mdinah. Sesampainya rombongan itu di kota Madinah, segera saja Khalifah Umar bin Khattab dan Ali bin Abi Thalib mendatangi mereka dan bertanya apakah Uwais Al Qarny turut bersama dengan mereka.
Rombongan kafilah itu mengatakan bahwa Uwais memang bersama mereka, dan dia sedang berada di perbatasan kota sedang menjaga unta-unta mereka. Mendengar perkataan itu, Khalifah Umar bin Khattab dan Ali bin Abi Thalib segera beranjak menjumpai Uwais Al Qarny.
Sesampainya di tempat Uwais berada, Khalifah Umar dan Ali memberi salam. Namun ternyata Uwais sedang shalat. Setelah mengakhiri shalatnya dengan salam, Uwais menjawab salam Khalifah Umar bin Khattab dan Ali bin Abi Thalib sambil mendekati keduanya serta mengulurkan tangannya untuk bersalaman.
Saat bersalaman, Khalifah Umar segera membalikan telapak tangannya, seperti yang dikatakan Nabi untuk membuktikan bahwa dirinya adalah Uwais yang dimaksud. Dan ternyata memang benar, tampaklah tanda putih di telapak tangannya.
Wajah Uwais pun tampak bercahaya. Benarlah sabda Nabi bahwa dia adalah penghuni langit. Khalifah Umar dan Ali bin Abi Thalib bertanya siapa namanya, namun dia hanya menjawab, “Abdullah”. Mendengar itu, mereka berkata, “Kami juga Abdullah, yakni hamba Allah. Namun siapa namamu yang sesungguhnya?” Uwais lalu berkata, “Nama saya adalah Uwais Al Qarny”.
Dalam pembicaraan itu, diketahui bahwa ibu Uwais sudah meninggal dunia. Sebab itulah, dia baru bisa ikut bersama rombongan kafilah dagan itu. Kemudian Khalifah Umar & Ali bin Abi Thalib meminta agar Uwais mendoakan dan memintakan ampun kepada Allah untuk mereka.
Namun Uwais enggan dan berkata kepada Khalifah, “Saya-lah yang seharusnya meminta do’a pada kalian”. Mendengar itu, “Khalifah berkata, “Kami kesini untuk meminta doa serta istighfar dari engkau”.
Seperti yang dikatakan oleh Rasulullah sebelum wafat. Karena desakan dari kedua sahabat ini, akhirnya Uwais Al Qarny mengangkat tangan untuk berdoa dan memintakan ampun untuk keduanya.
Setelah itu, Khalifah Umar berjanji akan menyumbangkan harta dari Baitul Mal pada Uwais sebagai jaminan hidupnya. Seketika Uwais berkata, “Hamba mohon agar hari ini saja hamba diketahui oleh orang. Untuk hari-hari kemudian, biarlah hamba yang faqir ini tidak diketahui orang lagi.”
Begitulah kisah Sang Bintang Langit Uwais Al Qarny. Kisah Uwais ini sebenarnya ada banyak sekali versi yang diterangkan dalam kitab-kitab. Kisah diatas hanyalah satu dari sekian versi kisah Uwais Al Qarny.