“Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan ijin Allah; dan barangsiapa yang beriman kepada Allah niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (At-Thaghaabun : 11)
Beberapa hari yang lalu kami sekeluarga mendapatkan kisah yang begitu berharga, kisah nyata dari seorang hamba Allah yang mengalami musibah yang menurut kami, musibah yang sangat luar biasa, karena kalau saya yang membayangkannya mungkin kalau hal itu terjadi kepada saya, tidak banyak yang bisa saya perbuat. Ini adalah kisah seorang supir taksi.
Pada malam hari menuju rumah, di dalam taksi, pengemudi taksinya begitu suka sekali bercerita sehingga perjalanan pulang saya dan keluarga diisi dengan berbagai cerita dari “Bapak Taksi” tersebut. Banyak sekali cerita yang disampaikannya, keluhan karena jalanan yang rusak, pujian kepada beberapa kelompok masyarakat Islam, keheranan kepada penumpang-penumpang nya yang heterogen, sampai terakhir dia bercerita, dan ini yang paling menarik, tentang kehidupannya sebelum menjadi pengemudi taksi.
Cingkareng, di daerah situ “Bapak Taksi “ ini tinggal bersama istri dan anak-anaknya. Ketika pada tahun 1998 yang merupakan tahun-tahunnya Indonesia bergejolak lantaran krisis moneter, tidak sedikit di tahun itu perusahaan-perusahaan bangkrut, bank-bank gulung tikar, dan banyak terjadi pemutusan hubungan kerja lantaran perusahaan tidak sanggup lagi menggaji. Tetapi di tahun itu pula “Bapak Taksi” ini memulai karyanya, karya yang membuatnya menjadi miliuner, seseorang yang memiliki uang miliaran rupiah. Karya/pekerjaannya tidak terlalu signifikan dijaman sekarang karena sudah banyak yang melakukannya, dan pekerjaannya ini juga tidak terlalu membutuhkan jenjang pendidikan sampai S3 sehingga anak SMP pun bisa melakukannya, potong keramik.
“Bapak Taksi” menceritakan bagaimana dahulu dia dari potong keramik bisa memperkerjakan puluhan orang di dalam sebuah perusahaan yang dimilikinya di daerah Cingkareng. Dia bekerjasama dengan salah satu perusahaan keramik tebesar di Indonesia. Keramik-keramik yang reject kemudian dibeli olehnya. Kemudian keramik yang telah dipotong/diperbaiki kemudian didistribusikan ke toko-toko keramik yang ada di seluruh Indonesia. Pekerjaannya ini membuatnya menjadi miliarder dalam sekejap. Dia menceritakan bahwa , saking banyaknya uang yang dimiliki, dalam 2 hari kalau dia ingin membeli mobil sport maka bisa dibeli dengan cash. Dia juga juragan kontrakan di cengkareng, menurut sumbernya langsung dia memiliki hampir 50 pintu kontrakan. Hidupnya waktu itu hanya “engkang-engkang kaki”. Tetapi Allah punya kehendak lain.
“Sesungguhnya keadaan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya: “Jadilah!” maka terjadilah ia.” (Yaasiin : 82)
Selang 5 tahun kedepan, pada tahun 2003 Allah memberikan ujian yang luar biasa kepadanya. Pabrik luluh terbakar api, semua barang-barang yang ada di dalam pabrik hangus tidak tersisa. Setelah kebakaran itu, satu persatu langganannya hengkang dan mencari pemotong keramik lain. Semua kendaraanya dan sebagian kontrakkannya di jual untuk membayar hutang kepada bank. Hampir saja dia menjadi pengemis kalau sisa kontrakannya di jual semua. Dia dan keluarganya susah untuk memenuhi kebutuhan hidup, akhirnya dengan rasa malu yang dalam dia memutuskan untuk menjadi sopir taksi, bahkan saking malunya dia tidak pernah bercerita kepada tetangganya yang di Cingkareng kalau dia adalah sopir taksi.
Sebagai umat muslim, hal yang dilakukan oleh “Bapak Taksi” menurut cerita diatas adalah seperti Nabi Ya’qub memberikan nasihat kepada anak-anaknya tentang takdir. Keputusan menetapkan hanyalah hak Allah, dan tugas kita hanyalah bertawakal dan berserah diri menerima takdir yang telah ditetapkan.
Dan Ya’qub berkata: “Hai anak-anakku janganlah kamu (bersama-sama) masuk dari satu pintu gerbang, dan masuklah dari pintu-pintu gerbang yang berlain-lain; namun demikian aku tiada dapat melepaskan kamu barang sedikitpun dari pada (takdir) Allah. Keputusan menetapkan (sesuatu) hanyalah hak Allah; kepada-Nya-lah aku bertawakkal dan hendaklah kepada-Nya saja orang-orang yang bertawakkal berserah diri.” (Yusuf : 67)
Semoga pelajaran “Bapak Taksi” di atas memberikan kita pelajaran. Khususnya yang sedang mengalami musibah/ujian. Semua datangnya dari Allah dan akan kembali kepada Allah. Apa yang kita punya bukanlah miliki kita, semua adalah pinjaman dari Allah yang suatu saat nanti kita harus kembalikan dan pertanggungjawabkan.
Wallau’alam bishowab