Shalat Jum’at Harus 40 Orang

Pertanyaan

Kami pengurus Majelis Taklim KBRI Bangkok, sudah lama mengelola sebuah MuShalla di kantor kami yang juga biasa dipakai untuk melakukan Shalat Jum’at. Saya ingin memperoleh penjelasan tentang masalah persyaratan jamaah Shalat Jum’at yang katanya harus berjumlah minimal 40 orang, karena saya pernah mendengar keterangan yang mengatakan bahwa Shalat Jum’at tidaklah sah jika tidak berjumlah minimal 40 orang, padahal Muslim di kantor/ kawasan kami jumlahnya sedikit.

Demikian dan terima kasih.

Jawaban

Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Masalah ini memang masalah khilafiyah sepanjang zaman, yang dilandasi dalil-dalil yang teramat kuat dari masing-masing ahli syariah. Kita tidak berada pada posisi untuk bisa mengkritisi masing-masing pendapat itu, kecuali kita memang punya kapasitas, integritas, kemampuan, keahlian dan kepakaran di bidang ilmu syariah.

Kalau para pakar syariah sepanjang masa sudah berbeda pendapat, maka kita tidak perlu lagi ikut-ikutan meributkanya. Dan nyatanya memang mereka berbeda pendapat.

As Sayyid Sabiq, penulis kitab Fiqhus Sunah yang fenomenal itu, menyebutkan bahwa paling tidak ada 15 pendapat yang berbeda dalam menetukan batas minimal jumlah jamaah dalam shalat Jumat. Tentu tidak semua pendapat akan kami tampilkan di sini. Cukup yang mewakili mazhab-mahab besar yang empat saja, tentu dengan masing-masing dalil pendukungnya.

Pandangan Para Imam Mazhab

1. Pendapat Kalangan Al Hanafiyah

Mazhab Al Hanafiyah mengatakan bahwa jumlah minimal untuk sahnya shalat jumat adalah tiga orang selain imam. Nampaknya kalangan ini berangkat dengan pengertian lughawi (bahasa) tentang sebuah jamaah. Yaitu bahwa yang bisa dikatakan jamaah itu adalah minimal tiga orang.

Bahkan mereka tidak mensyaratkan bahwa peserta shalat jumat itu harus penduduk setempat, orang yang sehat atau lainnya. Yang penting jumlahnya tiga orang selain imamatau khatib.

Selain itu mereka juga berpendapat bahwa tidak ada nash dalam Al Quran Al Karim yang mengharuskan jumlah tertentu kecuali perintah itu dalam bentuk jama`. Dan dalam kaidah bahasa arab, jumlah minimal untuk bisa disebut jama’ adalah tiga orang.

Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum`at, maka bersegeralah kalian kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.(QS. Al Jumu’ah: 9)

Kata kalian menurut mereka tidak menunjukkan 12 atau 40 orang, tetapi tiga orang pun sudah mencukupi makna jama’. Dan secara bahasa Arab,  jama‘ itu minimal 3 orang.

2. Pendapat kalangan Al Malikiyah

Mazhab Al Malikiyah menyaratkan bahwa sebuah shalat jumat itu baru syah bila dilakukan oleh minimal 12 orang untuk shalat dan khutbah.

Jumlah ini didapat dari peristiwa yang disebutkan dalam surat Al Jumu’ah yaitu peristiwa bubarnya sebagian peserta shalat jumat karena datangnya rombongan kafilah dagang yang baru pulang berniaga. Serta merta mereka meninggalkan Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam yang saat itu sedang berkhutbah. Menurut riwayat yang mereka dapati, saat itu jamaah yang tersisahanya tinggal 12 orang saja. Dan shalat jumat tetap diteruskan, menurut pendapat mereka. Maka jadilah pendapat mereka bahwa jumlah minimal untuk shalat jumat itu 12 orang.

Peristiwa itu memang terdapat di dalam ayat Al Quran, namun tanpa disebutkan bahwa jumlah yang tersisa berapa orang, juga tanpa keterangan apakah shalat itu tetap berjalan atau tidak.

Dan apabila mereka melihat perniagaan atau permainan, mereka bubar untuk menuju kepadanya dan mereka tinggalkan kamu sedang berdiri. Katakanlah: `Apa yang di sisi Allah lebih baik daripada permainan dan perniagaan`, dan Allah Sebaik-baik Pemberi rezki. (QS. Al Jumu’ah: 11)

Oleh kalangan Al Malikiyah, tersisanya 12 orang yang masih tetap berada dalam shaf shalat Jum’at itu itu dianggap sebagai syarat minimal jumlah peserta shalat Jumat. Dan menurut mereka, Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam saat itu tetap meneruskan shalat jumat dan tidak menggantinya menjadi shalat zhuhur.

3. Pendapat kalangan Asy Syafi`iyah dan Al Hanabilah

Asy Syafi`iyah dan Al Hanabilah menyaratkan bahwa sebuah shalat jumat itu tidak sah kecuali dihadiri oleh minimal 40 orang yang ikut shalat dan khutbah dari awal sampai akhirnya.

Dalil tentang jumlah yang harus 40 orang itu berdasarkan hadits Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam:

Dari Ibnu Mas’ud Radhiyallahu ‘Anh, bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam shalat Jum’at di Madinah dengan jumlah peserta 40 orang. (HR Al Baihaqi).

Inil adalah dalil yang sangat jelas dan terang sekali yang menjelaskan berapa jumlah peserta shalat jumat di masa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam. Menurut kalangan Asy Syafi`iyah, tidak pernah didapat dalil yang shahih yang menyebutkan bahwa jumlah mereka itu kurang dari 40 orang. Tidak pernah disebutkan dalam dalil yang shahih bahwa misalnya Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam dahulu pernah shalat jumat hanya bertiga saja atau hanya 12 orang saja.

Danmenurut mereka ketika terjadi peristiwa bubarnya sebagian jamaah itu, tidak ada keterangan bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam dan sisa jamaah meneruskan shalat itu dengan shalat jumat.

Dengan hujjah itu, kalangan Asy Syafi`iyah meyakini bahwa satu-satunya keterangan yang pasti tentang bagaimana shalat Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam ketika shalat jumat adalah yang menyebutkan bahwa jumlah mereka 40 orang.

Bahkan mereka menambhakan syarat-syarat lainnya, yaitu bahwa keberadaan ke-40 orang peserta shalat jumat ini harus sejak awal hingga akhirnya. Sehingga bila saat khutbah ada sebagian peserta shalat jumat yang keluar sehingga jumlah mereka kurang dari 40 orang, maka batallah jumat itu. Karena didengarnya khutbah oleh minimal 40 orang adalah bagian dari rukun shalat jumat dalam pandangan mereka.

Seandainya hal itu terjadi, maka menurut mereka shalat itu harus diubah menjadi shalat zhuhur dengan empat rakaat. Hal itu dilakukan karena tidak tercukupinya syarat syah shalat jumat.

Selain itu ada syarat lainnya seperti:

  1. Ke-40 orang itu harus muqimin atau orang-orang yang tinggal di tempat itu (ahli balad), bukan orang yang sedang dalam perjalanan (musafir), Karena musafir bagi mereka tidak wajib menjalankan shalat jumat, sehingga keberadaan musafir di dalam shalat itu tidak mencukupi hitungan minimal peserta shalat jumat.
  2. Ke-40 orang itu pun harus laki-laki semua, sedangkan kehadiran jamaah wanita meski dibenarkan namun tidak bisa dianggap mencukupi jumlah minimal.
  3. Ke-40 orang itu harus orang yang merdeka, jamaah yang budak tidak bisa dihitung untuk mencukupi jumlah minimal shalat jumat.
  4. Ke-40 orang itu harus mukallaf yang telah aqil baligh, sehingga kehadiran anak-anak yang belum baligh di dalam shalat jumat tidak berpengaruh kepada jumlah minimal yang disyaratkan.

Dari kalangan ulama mazhab Al Hanabilah, ada Syaikh Al Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah. Namun beliau tidak merasa harus selalu sependapat dengan ulama sesama mazhabnya. Beliau berpendapat bahwashalat Jum’at boleh dilakukan oleh tiga orang, satu orang berkhutbah dan dua orang mendengarkan khutbah tersebut. Dan ini merupakan salah satu riwayat dari Ahmad dan merupakan pendapat sebagian ulama”. Dan kita bisa mengecek fatwa ulama satu ini dalam kitab Al Ikhtiyaarat Al Fiqhiyyah Min Fatawa Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah/Al Ba’ly halaman 145-146.

Walhasil, semua benar karena semua adalah pendapat para ulama yang muktabar, serta didukung dengan dalil-dalil yang sulit terbantahkan. Maka tugas kita adalah menjaga hubungan baik dengan sesama orang awam para pengikut mazhab. Bukan masanya lagi untuk memaksakan pendapat sendiri, apalagi dengan arogansi.

Wallahu a’lam bish shawab, wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Ustadz Ahmad Sarwat, Lc., MA.