Ahlus Sunnah wal Jama’ah beriman bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala akan memenangkan agama-Nya pada akhir zaman nanti dengan mengutuskan seorang lelaki di kalangan keturunan keluarga Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Ketika itu lelaki tersebut yang dikenal sebagai Imam Mahdi akan memenuhi bumi dengan keadilan sebagaimana sebelumnya bumi dipenuhi dengan kezaliman dan penindasan. Nama Imam Mahdi juga sama dengan nama Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, begitu juga nama bapaknya, yaitu Muhammad bin Abdullah.
Ahlus Sunnah wal Jama’ah juga beriman bahwa ImamMahdi akan lahir pada akhir zaman dan bukan pada awal zamanseperti yang didakwa oleh Syiah. Awal permulaan dakwah Imam Mahdi adalah bersamaan dengan turunnya Nabi Isa ‘Alaihis Salam, demikian sebagaimana yang tersebut dalam hadits-hadits yang shahih sehingga ia mencapai derajat mutawatir.
Sementara Syiah, mereka beraqidah bahwa nama Imam Mahdi adalah Muhammad bin al-Hasan al-‘Askari dan bukanMuhammad bin Abdullah. Beliau dikatakan lahir pada tahun 255 Hijriyah, namun menghilangkan diri (ghaib) ketika berumur lima tahun pada tahun 260H (al-Irbili 1985: 3/243; al-Mufid 1993: 2/339;).
Hingga kini (tahun 1434Hijriyah) penganut Syiah terus menerusmenunggu kemunculan Imam Mahdi mereka yang didakwa ghaib tersebut.
Kepercayaan Imam Mahdi Syiah ini pada hakikatnya adalah batil dan palsu berdasarkan kitab-kitab Syiah sendiri.
Kalaupun keberadaannya mau diterima juga, ia tetap tidak menepati syarat-syarat imam seperti yang digariskan oleh para ulama Syiah. Al-Khomeini mengatakan bahwa syarat seorang imam hendaklah berakal, baligh, bijak mengurus, jujur (‘adalah) dan alim dalam perundangan Islam, sedangkan syarat-syarat tersebut tidak wujud pada seorang kanak-kanak yang baru berumur lima atau enam tahun. (Al-Khomeini 1389h: 45-47)
Lebih mencengangkan lagi, kitab-kitab Syiah sendiri memperakui bahwa imam yang kesebelas, yaitu Imam al-Hasan al-‘Askari pada hakikatnya adalah seorang yang mandul.Tiada di kalangan isteri-isteri dan hamba sahayanya yang mengandung.
Diriwayatkan bahwa ketika kematian beliau pada tahun 260 Hijriyah, kaum kerabatnya telah memeriksa apakah ada di kalangan isteri atau hamba sahayanya yang mengandung, namun tiada seorang pun yang mengandung, sehingga menyebabkan harta pusaka peninggalan beliau hanya dibagikan kepada ibu dan saudara lelakinya, Ja’far.
Pihak pemerintahansultan juga telah mengirim wakil ke rumah al-Hasan al-‘Askari untuk mengadili isteri-isteri atau hamba-hamba sahayanya, maka didapati bahwa ia tidak pernah memiliki seorang pun anak. (Al-Kulaini 1407: 1/505; al-Kasyani 1406: 3/846; al-Bahrani 1411: 6/97)
Oleh sebab itu, salah seorang ulama besar Syiah, yaitu al-Mufid mengatakan, “Tidak muncul baginya seorang anak sewaktu hidupnya dan tidak juga diketahui oleh orang banyak selepas kematiannya”. (Al-Mufid 1993: 2/336; al-Irbili 1985: 3/211)
Walau bagaimanapun, kelompok Syiah tetap bersikeras mengatakan imam ini sedang ghaib, bahkan umurnya melebihi umur Nabi Nuh ‘Alaihis Salam yang 950 tahun.
Ustadz Muhammad Aizam Mas’ud, MA.