Siapkah Antum Berukhuwah Denganku?

Sesungguhnya orang-orang Mukmin adalah bersaudara. Karena itu, damaikanlah kedua saudara kalian,  dan bertakwalah kalian  kepada Allah supaya kalian  mendapatkan rahmat. (QS Al Hujurat: 10)

Ukhuwah Islamiyyah, berarti persaudaraan Islam. Sebuah kalimat yang sangat indah didengar dan diucapkan namun tidak mudah untuk dilakukan. Tidak heran jika kalimat ini dengan begitu mudahnya terlontar dari lidah. Sebuah kalimat yang sering kali terlontar oleh sosok-sosok yang disebut Ikhwan dan Akhwat itu. Tapi, apakah makna sebenarnya dari ukhuwah itu sendiri? Disini saya sekedar membagi opini pribadi saya, bukan berarti tulisan saya ini adalah opini yang paling benar.

Ukhuwah itu sederhana saja kalau menurut saya. Ukhuwah terdiri dari dua unsur saja, yaitu hak dan kewajiban. Hak merupakan kesadaran dalam hati bahwa kita memiliki hak dari saudara kita akan sebuah nasehat, teguran, masukan, saran, maupun kritikan kepada diri kita. Jika kita sudah memiliki kesadaran ini maka insya Allah tidak akan terjadi yang namanya sakit hati atau tersinggung yang bisa menimbulkan rasa kebencian yang akhirnya sampai pada pemutusan tali silaturahim. Sedangkan kewajiban merupakan kesadaran dalam hati kita bahwa kita memiliki kewajiban untuk menegur, memberi nasehat, saran, atau kritikan kepada saudara kita jika mereka ada khilaf. Tanpa sungkan dan tanpa ragu (blak-blakan).

Ketika kita sudah memiliki dua unsur kesadaran tersebut pada hati dan pikiran kita serta menjadi mindset, insya Allah nasehat atau teguran setajam apapun akan terasa manis karena kita merasa hak ukhuwah kita tertunaikan.

Sebenarnya saat kita mengucapkan kalimat ukhuwah (salam ukhuwah, uhibbukum fillah, dll) dan saudara kita membalasnya dengan ucapan serupa,maka secara tidak langsung terjalin sebuah komitmen diantara keduanya. Namun sayangnya, komitmen ini seringkali tidak disadari dan malah menjadi awal dari sebuah malapetaka (pemutusan tali silaturahim).

Dalam proses nasehat-menasehati itu ada adabnya juga. Nasehat sebaiknya tidak dilakukan di muka umum dan sebisa mungkin empat mata atau bisa lewat sms/telpon/chat.

Imam Ibnu Hazm rahimahullah (wafat tahun 456H) berkata,

“Maka wajib atas seseorang untuk selalu memberi nasehat, baik yang diberi nasehat itu suka ataupun benci, tersinggung atau tidak tersinggung. Apabila engkau memberi nasehat maka nasehatilah secara rahasia, jangan dihadapan orang lain, dan cukup dengan memberi isyarat tanpa terus terang secara langsung, kecuali apabila orang yang dinasehati tidak memahami isyaratmu maka harus secara terus terang. Janganlah engkau menasehati orang lain dengan syarat nasehatmu harus diterima. Apabila engkau melampaui adab-adab tadi maka engkau yang dzalim bukan pemberi nasehat, dan gila ketaatan serta gila kekuasaan bukan pemberi amanat dan pelaksana hak ukuwah. Ini (-yakni memberi nasehat dengan syarat harus diterima-) bukanlah termasuk hukum akal dan hukum persahabatan melainkan hukum rimba, bagaikan seorang penguasa dengan rakyatnya dan tuan dengan hamba sahayanya.”

Imam syafii rahimahulloh dalam syairnya,

“Hendaklah engkau sengaja mendatangiku untuk memberi nasehat ketika aku sendirian. Hindarilah memberi nasehat kepadaku ditengah khalayak ramai. Karena sesungguhnya memberi nasehat dihadapan banyak orang sama saja dengan memburuk-burukkan, saya tidak suka mendengarnya”

“Tidak ada orang yang terlalu kecil untuk memberi nasihat, dan tidak ada orang yang terlalu besar untuk diberi nasihat” (Syaikh Dr. Yusuf Al-Qaradhawi, dalam Madkhul Li Ma’rifatil Islam)

Maka ketika pada kesempatan ini saya menyampaikan kepada antum semua, “Salam ukhuwwah yaa ikhwati!”

Apakah antum siap menjawabnya dengan menanggung segala konsekuesinya?

 

Oleh: Sa’id Rosyadi, Boss Ikhwah Gaul, Magetan

FacebookBlogTwitter