Maraknya kekerasan di Indonesia membuat banyak kalangan merasakan keresahan yang mendalam. Berbagai konflik, bencana dan masalah lain melanda Republik tercinta. Paling menyedihkan tentunya konflik antar kelompok beragama dan kalangan muda. Budaya tawuran antar kampung, pelajar, mahasiswa dan suku masih terjadi.
Kita pantas bertanya, mengapa Indonesia menghadapi krisis kronis dan mengalami erosi moralitas. Perilaku positif hilang termakan zaman digantikan produksi perilaku negatif yang cenderung destruktif. Harga manusia sangat rendah, penghilangan nyawa dianggap biasa dan budaya kecurigaan antar kelompok sangat tinggi.
Merespon fenomena itu, kita layak bertafakur dan merumuskan kembali sendi kehidupan agama dan kesalehan kolektif yang memudar. Salah satunya mengembalikan kembali posisi ajaran Islam yaitu Al Qur’an dan Hadits. Rasulullah secara proporsional, mengakar kuat dan mampu dirasakan sentuhannya dalam kehidupan masyarakat. Ada baiknya, kita juga kembali belajar membaca ulang bagaimana peri kehidupan teladan terbaik yaitu Rasulullah SAW.
Menumbuhkan Karakter Islami
Dalam kacamata kaum muslimin, gejala merusak yang ada di masyarakat terjadi akibat hilangnya karakter dan kepribadian Islam. Kita kecanduan produk Barat yang hedonistik, serba bebas dan berkiblat pada kesenangan duniawi. Konsep permissif itu berdampak rusaknya tatanan kehidupan sosial, kacaunya moralitas dan mengendurnya nilai kebersamaan antar individu.
Jelas, ini konsepsi yang bertentangan dengan nilai Islam yang mengatur tawazun (keseimbangan) kehidupan dunia dan akhirat. Rasulullah SAW dalam membentuk generasi pilihan sangat mengintensifkan tiga kecerdasan yaitu emosional, spritual dan intelektul. Hasilnya dapat dilihat dan dirasakan, dimana banyak dilahirkan pejuang Islam hebat seperti Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali dan sahabat lainnya. Ada beberapa prinsip strategis pembentukan karakter Rasulullah kepada para sahabat sebagai generasi penerusnya.
Pertama, Rasulullah SAW sangat fokus kepada pembinaan dan penyiapan kader. Fakta itu dapat dilihat sejak beliau mulai mendapatkan amanah dakwah. Tugas menyebarkan Islam dijalankan dengan mencari bibit kepemimpinan unggul dan berhati bersih. Dakwah beliau fokus tidak menyentuh segi kehidupan politik Makkah. Selain faktor instabilitas dan kekuatan politik, perjuangan dakwah memang difokuskan nilai pembinaan.
Beliau berusaha menanamkan karakter kenabian yaitu siddiq (jujur), amanah (dapat dipercaya), tabligh (menyampaikan) dan fatonah (cerdas). Rumah Arqam bin Abil Arqam menjadi saksi bagaimana ahirnya kepemimpinan Islam dilahirkan. Point penting pertama pendidikan karakter adalah fokus, bertahap dan konsisten terhadap pembinaan sejak dini.
Kedua, mengutamakan bahasa perbuatan lebih baik dari perkataan. Aisyah menyebut Rasulullah SAW sebagai Al Qur’an yang berjalan. Sebutan itu tidak salah, mencermati Sirah Nabawiyah menjadikan kita menuai kesadaran rekonstruksi pemikiran dan tindakan Rasulullah SAW. Beliau berbuat dulu, baru menyerukan kepada kaumnya untuk mengikutinya. Keshalihan individu berhasil membentuk keshalihan kolektif di masyarakat Makkah dan Madinah.
“Sesungguhnya pada diri Rasulullah saw. terdapat contoh tauladan bagi mereka yang menggantungkan harapannya kepada Allah dan Hari Akhirat serta banyak berzikir kepada Allah” (QS 33 : 21)
Ketika berdakwah di masyarakat Thaif dirinya mendapat perlakuan buruk dilempari kotoran. Pada saat itu datanglah Malaikat Jibril menawarkan jasa. “Hai muhammad jika engkau kehendaki gunung yang ada dihadapanmu ini untuk aku timpahkan kepada penduduk Thaif, niscaya sekarang juga aku lakukan.” Nabi menjawab “Jangan Jibril, semua itu dilakukan mereka karena ketidaktahuan mereka” kemudia nabi berdo’a “allâhumahdî qaumî fainnahû lâ ya’lamûn” “Ya Allah berikanlah hidayah kepada kaumku sesungguhnya mereka tidak mengetahui” Alhamdulillah, Allah SWT mendengar doanya, masyarakat Thaif banyak menjadi pengikut Islam. Point penting kedua, berikan keteladanan baru mengajak orang lain mengikuti apa yang kita lakukan.
Ketiga, menanamkan keyakinan bersifat ideologis sehingga menghasilkan nilai moral dan etika dalam mengubah masyarakatnya. Beliau meluruskan kemusyrikan mereka dengan mengajarkan kalimat tauhid yakni meyakini Allah sebagai satu-satunya Tuhan yang berhak disembah. Karakter tauhid menghasilkan pergerakan manusia yang dilandasi syariat Islam dalam menjalankan kehidupan. Mengutip Nur Faizin (Republika, 13/10) Pendidikan karakter yang terpenting adalah pendidikan moral dan etika. Rasulallah SAW sendiri pun menegaskan hal itu dalam sabdanya, “Aku hanya diutus untuk menyempurnakan akhlak karimah.” (HR Ahmad dan yang lain). Menumbuhkan kembali akhlak karimah haruslah menjadi kompetensi dalam proses pendidikan karakter setiap bangsa.
Akhirnya karakter itu harus memadukan aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Rasulullah SAW sudah memberikan teladan itu dengan membangun pendidikan berbasis moral dan etik. Pembangunan pendidikan dapat dimulai dari Pesantren, Kampus dan Sekolah sebagai tempat subur pembinaan sekaligus pemberdayaan karakter generasi muda. Karena dengan moral yang baik dan etika yang berlandaskan ideologi yang benar akan membentuk komunitas masyarakt bangsa yang rahmatan lil alamin.
Oleh: Inggar Saputra
Pengurus Pusat KAMMI dan Peneliti Institute For Sustainable Reform (Insure)