A. Menyembelih Sendiri Atau Menyaksikan Langsung
Seorang yang ingin melaksanakan ibadah penyembelihan hewan qurban, disunnahkan untuk melakukannya sendiri secara langsung. Tentu saja dia harus mengerti dan tahu bagaimana cara menyembelihnya.
Bila ternyata dia menguasainya, maka boleh dilakukan oleh orang lain. Namun tetap disunnahkan untuk ikut menyaksikan penyembelihannya.
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,”Fatimah, berdirilah dan saksikan hewan sembelihanmu itu. Sesungguhnya kamu diampuni pada saat awal tetesan darah itu dari dosa-dosa yang kamu lakukan. Dan bacalah :
إن صلاتي ونسكي ومحياي ومماتي لله رب العالمين
Sesungguhnya shalatku, sembelihanku, hidupku dan matiku hanya untuk Allah SWT, Rabb alam semesta. (HR. Abu Daud 2810 dan At-Tirmizi 1521)
Namun bila berhalangan atau bila hewan itu dikirim ke tempat yang jauh dan tidak bisa ikut menyaksikan, penyembelihan itu tetap sah dan mendapatkan pahala.
Disunnahkan bila seseorang menyembelih hewan qurban untuk mengucapkan:
بسم الله والله أكبر اللهم هذا عن
Dengan nama Allah dan Allah Maha Besar, Ya Allah , ini untuk (…nama pekurban)
B. Mengikat Hewan Udh-hiyah
[Mengikat binatang qurban beberapa hari menjelang ‘Idul Adh-ha adalah sebagai bentuk syi’ar.]
C. Tidak Mencukur Rambut dan Memotong Kuku
Para ulama berbeda pendapat tentang tidak mencukur rambut dan memotong kuku bagi seorang yang sudah berniat untuk menyembelih hewan udh-hiyah.
Mazhab Al Malikiyah dan Asy Syafi’iyah menyebutkan bahwa hukumnya sunnah, maksudnya disunnahkan untuk tidak mencukur rambut dan tidak memotong kuku sampai selesai penyembelihan. Sedangkan mazhab Al Hanabilah mengatakan hukumnya wajib, maksudnya wajib menjaga diri untuk tidak mencuku rambut dan memotong kuku. Namun mazhab Al Hanafiyah malah mengatakan tidak ada dasar kesunnahannya.
Dasar kesunnahan atau kewajiban bagi penyembelih hewan udh-hiyah untuk tidak mencukur rambut atau memotong kuku adalah sabda Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam seperti yang sudah disampaikan haditsnya sebelum ini.
Bila telah memasuki 10 (hari bulan Zulhijjah) dan seseorang ingin berqurban, maka janganlah dia ganggu rambutnya dan kuku-kukunya. (HR. Muslim)
Sebagian ulama mengatakan bahwa hikmah dari tidak mencukur rambut dan memotong kuku adalah agar seluruh bagian tubuh itu tetap mendapatkan kekebalan dari api neraka.
Sebagian yang lain mengatakan bahwa larangan ini dimaksudnya biar ada kemiripan dengan jamaah haji. Sedangkan mazhab Al Hanafiyah berargumentasi bahwa orang yang mau menyembelih hewan udh-hiyah tidak dilarang dari melakukan jima’ atau memakai pakaian, maka tidak ada larangan atasnya untuk bercukur maupun memotong kuku.
Menurut hemat Penulis, wallahu a’lam, hadits di atas berlaku hanya untuk para jamaah haji yang memang di antara larangannya adalah bercukur dan memotong kuku.
D. Menghadapkan Hewan ke Kiblat
Jumhur ulama menyunnahkan ketika menyembelih agar hewan itu menghadap ke arah kiblat, dimana hewan itu dibaringkan dengan posisi lambung atau perut sebelah kirinya di bagian bawah.
Dasarnya adalah hadits nabi berikut ini:
Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam menyembelih di hari ‘Id dua ekor kambing, kemudian ketika sudah menghadap kiblat beliau membaca : Aku hadapkan wajahku dengan lurus kepada (Allah) yang menegakkan langit dan bumi. Dan Aku bukan orang yang menyekutukan-Nya. Sesungguhnya shalat, sembelihan, hidup dan matiku hanya untuk Tuhan semesta alam, tiada sekutu baginya, dan Aku adalah orang yang pertama berserah diri. Dengan nama Allah, Allah Maha Bear. Ya Allah, sembelihan ini darimu dan dipersembahkan untukmu. (HR. Abu Daud)
E. Membaca Basmalah
Satu-satunya mazhab yang mengatakan bahwa membaca basmalah ( بسم الله ) ketika menyembelih hewan itu hukumnya sunnah adalah mazhab Asy Syafi’iyah.
Sedangkan selain mahzab tersebut, semua mengatakan hukumnya wajib. Membaca lafadz basmalah merupakan hal yang umumnya dijadikan syarat sahnya penyembelihan oleh para ulama. Dalilnya adalah firman Allah:
Dan janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya. Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah suatu kefasikan.” (QS. Al n’am: 121)
Begitu juga hal ini berdasarkan hadis Rafi’ bin Khudaij bahwa Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
Segala sesuatu yang dapat mengalirkan darah dan disebut nama Allah ketika menyembelihnya, silakan kalian makan. (HR.Bukhari)
Jumhur ulama seperti mazhab Al Hanafiyah, Al Malikiyah dan Al Hanabilah menetapkan bahwa membaca basmalah merupakan syarat sah penyembelihan. Sehingga hewan yang pada saat penyembelihan tidak diucapkan nama Allah atau diucapkan basmalah, baik karena lupa atau karena sengaja, hukumnya tidak sah. (Al Muqni’ jilid 3 hal. 540, Al-Mughni jilid 8 hal. 565)
Sedangkan Imam Asy Syafi’i dan salah satu pendapat dari Imam Ahmad menyatakan bahwa hukum tasmiyah (membaca basmalah) adalah sunah yang bersifat anjuran dan bukan syarat sah penyembelihan. Sehingga sembelihan yang tidak didahului dengan pembacaan basmalah hukumnya tetap sah dan bukan termasuk bangkai yang haram dimakan. (Jawahirul Iklil jilid 1 hal. 212, Hasyiatu Ibnu Abidin jilid 5 hal. 190-195)
Setidaknya ada tiga alasan mengapa mazhab ini tidak mensyaratkan basmalah sebagai keharusan dalam penyembelihan.
Pertama, mereka beralasan dengan hadis riwayat Ummul Mukminin ‘Aisyah radhiyallahuanha:
Ada satu kaum berkata kepada Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam, “Ada sekelompok orang yang mendatangi kami dengan hasil sembelihan. Kami tidak tahu apakah itu disebut nama Allah ataukah tidak. Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam mengatakan, “Kalian hendaklah menyebut nama Allah dan makanlah daging tersebut.” ’Aisyah berkata bahwa mereka sebenarnya baru saja masuk Islam.(HR. Bukhari)
Hadits ini tegas menyebutkan bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam tidak terlalu peduli apakah hewan itu disembelih dengan membaca basmalah atau tidak oleh penyembelihnya. Bahkan jelas sekali beliau memerintahkan untuk memakannya saja, dan sambil membaca basmalah.
Seandainya bacaan basmalah itu syarat sahnya penyembelihan, maka seharusnya kalau tidak yakin waktu disembelih dibacakan basmalah apa tidak, Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam melarang para shahabat memakannya. Tetapi yang terjadi justru sebaliknya, beliau Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam malah memerintahkan untuk memakan saja.
Kedua, mazhab ini beralasan bahwa dalil ayat Quran yang melarang memakan hewan yang tidak disebut nama Allah di atas ( ولا تأكلوا مما لم یذكر اسم الله علیھ ), mereka tafsirkan bahwa yang dimaksud adalah hewan yang niat penyembelihannya ditujukan untuk dipersembahkan kepada selain Allah. Maksud kata “disebut nama selain Allah” adalah diniatkan buat sesaji kepada berhala, dan bukan bermakna “tidak membaca basmalah”.
Ketiga, halalnya sembelihan ahli kitab yang disebutkan dengan tegas di dalam surat Al-Maidah ayat 5.
Dan sembelihan ahli kitab hukumnya halal bagimu. (QS. Al Maidah : 5)
Padahal para ahli kitab itu belum tentu membaca basmalah, atau malah sama sekali tidak ada yang membacanya. Namun Al Quran sendiri yang menegaskan kehalalannya.
Namun demikian, mazhab Asy Syafi’iyah tetap memakruhkan orang yang menyembelih hewan bila secara sengaja tidak membaca lafadz basmalah. Tetapi walau pun sengaja tidak dibacakan basmalah, tetap saja dalam pandangan mazhab ini sembelihan itu tetap sah.
Itulah ketentuan sah atau tidak sahnya sebuah penyembelihan yang sesuai dengan syariah. Ketentuan lain merupakan adab atau etika yang hanya bersifat anjuran dan tidak memengaruhi kehalalan dan keharaman hewan itu.
F. Bertakbir
Disunnahkan bertakbir ketika penyembelihan dilakukan, sebagai salah satu syiar dalam agama Islam.