Suplemen Makanan: Kebutuhan atau Gaya Hidup?

Let your food be your medicine and your medicine be your food”. Ungkapan itu pernah disampaikan oleh Hipocrates, salah seorang ahli ilmu kedokteran. Sederhananya, bisa diartikan bahwa pola makan yang sehat dan seimbang menjadi faktor penentu pada kesehatan seseorang, zat-zat gizi yang terkandung dalam makanan itu mampu menghindarkan kita dari berbagai macam penyakit.

Dewasa ini, kualitas hidup manusia semakin menurun disebabkan berbagai faktor antara lain lingkungan yang tak sehat seperti polusi dan banyaknya radikal bebas, pekerjaan yang menuntut fisik selalu tampil prima, stress psikologis, serta tututan gaya hidup modern. Sebagai pelarian dari berbagai keadaan ini, kebanyakan manusia memilih suplemen makanan untuk menjamin kesehatan tubuhnya. Mereka beranggapan bahwa dengan mengkonsumsi suplemen makanan, maka tubuh akan selalu fit dan terhindar dari berbagai macam penyakit. Pemahaman ini yang kemudian menjadi salah satu faktor pendorong menjamurnya produk makanan atau minuman suplemen di pasaran.

Suplemen makanan biasanya berupa multivitamin dan zat-zat tambahan tertentu. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 329/MenKes/Per/XII/76, suplemen makanan bukanlah obat, melainkan hanya makanan/minuman yang boleh dikonsumsi. Berbeda dengan obat, suplemen makanan tidak melalui uji klinis untuk menentukan seberapa besar manfaatnya, kebanyakan hanya efek placebo. Tidak benar jika suplemen makanan dipahami sebagai obat yang mampu menyembuhkan penyakit.

Suplemen makanan hanya berfungsi untuk mengganti zat-zat gizi yang belum tercukupi dalam makanan, menyegarkan tubuh, dan membantu memperbaiki kesehatan tubuh. Suplemen makanan ini sebenanya tidak diperlukan selama kita menerapkan pola makan gizi seimbang. Suplemen ini hanya diperlukan pada kondisi tertentu seperti usia lanjut, masa penyembuhan, defisiensi vitamin tertentu, pekerja berat, atau menderita kelainan. Konsumsi suplemen makanan yang tidak tepat guna, apalagi jika dilakukan terus menerus dalam jangka waktu yang lama, justru merugikan kesehatan.

Sebagai contoh, tubuh manusia rata-rata hanya memerlukan 60-90 mg vitamin C/hari, setara dengan tiga butir buah jeruk. Sedangkan yang kita jumpai di pasaran justru banyak produk suplemen yang mengandung vitamin C 1000 mg. Memang vitamin C larut dalam air, sehingga banyak yang berpendapat bahwa kelebihan vitamin C tidak terlalu berbahaya karena dapat diatasi dengan banyak minum air. Faktanya berbagai penelitian menyimpulkan bahwa kelebihan vitamin C dapat memperberat kerja ginjal, mengganggu penyerapan tembaga , kadang menyebabkan nyeri lambung dan diare serta gangguan sakit kepala. Begitu pula dengan vitamin yang lain, berlebihan mengkonsumsi vitamin E seperti pada produk-produk kecantikan kulit menyebabkan agregasi trombosit berkurang sehingga mudah mengalami pendarahan. Kelebihan vitamin yang larut dalam lemak seperti A, D, K, dan zat besi yang tidak dapat dibuang dalam tubuh akan terakumulasi menjadi racun.

Penggunaan suplemen makanan harus dengan cara yang benar yaitu sesuai dengan kebutuhan tubuh. Caranya, pilih dosis yang sesuai dengan kebutuhan, jadikan suplemen sebagai penunjang zat-zat gizi yang belum terpenuhi dalam makanan, bukan sebagai sumber nutrisi utama, jangan dikonsumsi secara terus-menerus dalam jangka waktu lama. Sebelum membeli suplemen makanan sebaiknya cek dulu komposisi dan dosisnya, tanggal kadaluarsa, informasi nilai gizi, dan kegunaannya. Jangan tertipu dengan lebih besar dosis maka efeknya akan lebih baik. Yang terjadi justru organ-organ tubuh akan bekerja lebih berat untuk memetabolisme dan membuang kelebihan dosis tersebut.

Sayangi tubuh Anda, bijaksanalah dalam memilih perlu tidaknya mengkonsumsi suplemen makanan!