Syafa’at

Syafaat telah dijadikan dalil oleh kaum musyrikin dalam memohon kepada malaikat, nabi dan wali. Kata mereka, “Kami tidak memohon kepada mereka kecuali untuk mendekatkan diri kepada Allah dan memberikan syafa’at kepada kami di sisiNya”, maka dalam bab ini diuraikan bahwa syafa’at yang mereka harapkan itu adalah percuma, bahkan syirik, dan syafa’at hanyalah hak Allah semata, tiada yang dapat memberi syafa’at kecuali dengan seizinNya bagi siapa yang mendapat ridhaNya.

Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,

“Dan berilah peringatan dengan apa yang telah diwahyukan itu kepada orang-orang yang takut akan dikumpulkan kepada Rabb mereka (pada hari kiamat), sedang mereka tidaklah mempunyai seorang pelindung dan pemberi syafaatpun selain Allah, agar mereka bertakwa.” (QS. Al An’am: 51)

“Katakanlah (hai Muhammad), hanya milik Allah lah syafaat itu semuanya.” (QS. Az Zumar: 44)

Ayat pertama dan kedua ini menunjukkan bahwa syafa’at seluruhnya adalah hak khusus bagi Allah.

“Tiada seorang pun yang dapat memberi syafaat di sisi Allah tanpa seizinNya.” (QS. Al Baqarah: 225)

Sedangkan ayat ini menunjukkan bahwa syafa’at itu tidak diberikan kepada seseorang, tanpa adanya izin dari Allah.

“Dan berapa banyak malaikat di langit, syafaat mereka sedikitpun tidak berguna, kecuali sesudah Allah mengiizinkan (untuk diberi syafaat) bagi siapa saja yang dikehendaki dan diridhoiNya.” (QS. An Najm: 26)

Ayat ini menunjukkan bahwa syafa’at itu diberikan oleh orang yang diridhoi Allah dengan izin dariNya. Dengan demikian syafa’at itu adalah hak mutlak Allah, tidak dapat diminta kecuali dariNya, dan menunjukkan pula kebatilan syirik yang dilakukan oleh kaum musyrikin dengan mendekatkan diri kepada malaikat, nabi atau orang-orang sholeh, untuk meminta syafaat mereka.

“Katakanlah: ‘Serulah mereka yang kamu anggap (sebagai Tuhan) selain Allah, mereka tak memiliki kekuasaan seberat dzarrah (biji atum) pun di langit maupun di bumi, dan mereka tidak mempunyai suatu andil apapun dalam (penciptaan) langit dan bumi, dan sama sekali tidak ada di antara mereka menjadi pembantu bagiNya. Dan tiadalah berguna syafaat di sisi Allah, kecuali bagi orang yang telah diizinkaNya memperoleh syafaat itu…” (QS. Saba’: 22)

Sementara ayat QS Saba’: 22 ini mengandung bantahan terhadap kaum musyrikin yang mereka itu menyeru selain Allah, seperti malaikat dan makhluk-makhluk lainnya, karena menganggap bahwa makhluk-makhluk itu bisa mendatangkan manfaat dan menolak mudhorat, dan menunjukkan bahwa syafa’at tidak berguna bagi mereka, karena syirik yang mereka lakukan, tetapi hanya berguna bagi orang yang mengamalkan tauhid, dan itupun dengan izin Allah.

Syaikhul Islam Abul Abbas Taqiyuddin Ibnu Taimiyah mengatakan, “Allah telah menyangkal segala hal yang menjadi tumpuan kaum musyrikin, selain diriNya sendiri, dengan menyatakan bahwa tidak ada seorangpun selainNya yang memiliki kekuasaan, atau bagiannya, atau menjadi pembantu Allah.”

Adapun tentang syafa’at, maka telah ditegaskan oleh Allah bahwa syafaat ini tidak berguna kecuali bagi orang yang telah diizinkan untuk memperolehnya, sebagaimana firmanNya,

“Dan mereka tidak dapat memberi syafa’at, kecuali kepada orang yang diridhai Allah.” (QS. Al Anbiya’: 28)

Syafa’at yang diperkirakan oleh orang-orang musyrik itu tidak akan ada pada hari kiamat, sebagaimana yang telah dinyatakan oleh Al Qur’an.

Dan diberitakan oleh Nabi Shallallahu ’Alaihi wa Sallam, “Bahwa beliau pada hari kiamat akan bersujud kepada Allah dan menghaturkan segala pujian kepadaNya, beliau tidak langsung memberi syafaat lebih dahulu, setelah itu baru dikatakan kepada beliau, ‘Angkatlah kepalamu, katakanlah niscaya ucapanmu pasti akan didengar, dan mintalah niscaya permintaanmu akan dikabulkan, dan berilah syafa’at, niscaya syafa’atmu akan diterima.’” (HR. Bukhari dan Muslim)

Abu Hurairah Radhiallahu’anhu bertanya kepada beliau, “siapakah orang yang paling beruntung mendapatkan syafa’atmu?” Beliau menjawab, “Yaitu orang yang mengucapkan La Ilaha Illallah dengan ikhlas dari dalam hatinya.”  (HR. Bukhari dan Ahmad)

Syafa’at yang ditetapkan ini adalah syafaat untuk Ahlul Ikhlas wat Tauhid (orang-orang yang mentauhidkan Allah dengan ikhlas karena Allah semata) dengan seizin Allah, bukan untuk orang yang menyekutukan Allah dengan yang lainNya. Syafa’at yang dinafikan adalah syafa’at yang didalamnya terdapat unsur-unsur kemusyrikan. Sedangkan syafa’at yang ditetapkan adalah syafa’at untuk orang-orang yang bertauhid dengan ikhlas, dan dengan izin Allah.

Cara yang dilakukan oleh Rasulullah ketika hendak mendapatkan syafa’at, beliau tidak langsung memberi syafa’at lebih dahulu, tapi dengan bersujud kepada Allah, menghaturkan segala pujian kepadaNya, kemudian setelah diizinkan oleh Allah barulah beliau memberi syafa’at.

Dan pada hakikatnya, bahwa hanya Allah lah yang melimpahkan karuniaNya kepada orang-orang yang ikhlas tersebut, dengan memberikan ampunan kepada mereka, dengan sebab doanya orang yang telah diizinkan oleh Allah untuk memperoleh syafa’at, untuk memuliakan orang tersebut dan menempatkanya di tempat yang terpuji.

Jadi syafa’at yang ditiadakan oleh Al Qur’an adalah yang didalamnya terdapat kemusyrikan. Untuk itu Al Qur’an telah menetapkan dalam beberapa ayatnya bahwa syafaat itu hanya ada dengan izin Allah. Dan Nabi pun sudah menjelaskan bahwa syafa’at itu hanya diperuntukan untuk orang-orang yang bertauhid dan ikhlas karena Allah semata.