Jika Anda pernah membaca Sirah Nabawiyah yang sangat populer di abad ini, tentu Anda akan mengenal Syaikh Shafiyurrahman Al Mubarakfuri. Beliaulah penulis Sirah Nabawiyah yang berjudul asli Ar Rahiq Al Makhtum, atau Bukti Kenabian.
Beliau dilahirkan di sebuah desa yang dekat dengan kota Banares, India, pada sekitar tahun 40-an. Selanjutnya beliau melanjutkan studi formalnya di India. Selama beberapa tahun beliau kemudian menjadi dosen di Universitas Salafiyah, Banares, India. Beliau kemudian sibuk sebagai pimpinan redaksi sebuah majalah bulanan yang diterbitkan oleh Universitas tersebut, yang bernama Muhaddits.
Syaikh Al Mubarakfury sendiri memiliki beberapa karya intelektual di bidang tafsir, hadits dan firaq. Pada tahun 1396 H, beliau mengikuti lomba penulisan Sirah Nabawiyah di Pakistan yang diselenggarakan oleh Rabithah Alam Islami. Di sinilah karya beliau yang berjudul Ar Rahiq Al Makhtum berhasil meraih gelar sebagai juara pertama. Karya ini, selain memiliki bobot ilmiah, juga dinilai mempunyai metode pengungkapan yang indah. Karya ini kemudian diterjemahkan oleh beliau sendiri ke dalam bahasa Urdu, dan kini diterjemahkan hampir ke semua bahasa dunia, termasuk bahasa Indonesia.
Beliau telah mewariskan banyak karya bagi kaum muslimin, di antaranya:
- Ar Rahiqul Al Makhtum, Sirah Nabawiyah yang menjadi Juara I Lomba Penulisan Sirah Nabawiyah yang diselenggarakan oleh Rabithah Alam Islami. Kitab ini telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa.
- Raudhah Al Anwar fi Sirah An Nabi Al Mukhtar Shallallahu ‘alaihi wasallam, sirah nabawiyah yang lebih ringkas daripada yang pertama.
- Syarh Bulughil Maram karya Ibnu Hajar Al Asqalani. Beliau mensyarahnya dengan syarah yang ringkas.
- Ketika Bulan Terbelah
- Sejarah Makkah Al Mukaramah
- Sejarah Madinah Al Munawarah
- Ringkasan atau Shahih Tafsir Ibnu Katsir
Setelah itu, Syaikh Al Mubarakfuri kemudian bekerja di Universitas Islam Madinah, tepatnya di Markaz Khidmah As Sunnah An Nabawiyyah selama 10 tahun (1988-1997 M). Dan beberapa tahun yang lalu, beliau pindah ke Riyadh untuk mengawasi persiapan percetakan kitab-kitab hadits yang diterbitkan oleh penerbit Darus Salam.
Syaikh Al Mubarakfuri termasuk seorang ulama yang sangat menyadari betapa besarnya bahaya dan tantangan yang dihadapi umat Islam. Menurut beliau, penyebab utama segala kehinaan, kelemahan dan keterpurukan umat sesungguhnya diakibatkan karena mereka telah meninggalkan jihad dan bergantung pada dunia. Karena itu, beliau menuntut agar ruh jihad kembali ditanamkan, ditebarkan dan digelorakan dalam jiwa kaum muslimin. Dan bahwa siapapun yang memiliki kemampuan untuk keluar membela kehormatan kaum muslimin, maka ia wajib untuk melakukannya. Menurutnya, seluruh kaum muslimin harus mengulurkan segala bentuk bantuan kepada bangsa-bangsa muslim yang saat ini terzhalimi dan terjajah.
Di samping itu, beliau juga sangat bersemangat untuk menyatukan shaf kaum muslimin yang bekerja di jalan Allah, mengingatkan mereka dari segala bentuk perpecahan dan bahwa persoalan-persoalan ijtihadiyah tidak seharusnya menyebabkan mereka yang berbeda pendapat kemudian dijelek-jelekkan dan dijauhi.
Karena itu, beliau sangat menyayangkan orang-orang yang mengatakan bahwa tanzhim dalam ‘amal Islamy itu adalah bid’ah. Beliau sangat tidak sependapat dengan pendapat ini. Menurutnya, pendapat semacam ini tidak akan berhasil merealisasikan tujuan dakwah Islam. Berikut ini teks penyataan beliau:
“Memusuhi organisasi dan gerakan yang bernaung di bawah manhaj Ahluus Sunnah wal Jama’ah, melakukan tahdzir terhadapnya, berusaha mencerai-beraikan kesatuannya, merusak usaha-usaha (yang telah dijalankannya), melemparkan keraguan terhadap tujuan-tujuannya, kemudian menawarkan solusi yang teoritis belaka dan sama sekali tidak realistis; semua ini tidak lain merupakan kebiasaan orang-orang yang tidak mempunyai manhaj yang jelas dan komprehensif dalam melakukan perubahan dan menerapkan Syariat Allah.”
“(Orang semacam ini) sudah ia tidak mendukung da’wah secara utuh dan menggerakkan umat dengan manhaj yang dapat mengakomodir semua potensinya,” lanjutnya, “Juga tidak memberikan kesempatan kepada orang lain yang berusaha untuk melakukan itu, dan tidak pula menolongnya dalam kebaikan dan ketakwaan.”
Beliau selalu menegaskan untuk berbaik sangka (husnuzhan) kepada para da’i, dan menafsirkan ucapan mereka sesuai dengan yang mereka inginkan dan bukan sesuai yang diinginkan oleh para “penafsirnya” yang cenderung hanya ingin mencari kesalahan dan menjelek-jelekkannya.
Menjelang akhir hayatnya, beliau sempat melakukan perjalanan ke India selama beberapa bulan untuk berobat. Dan tidak lama kemudian, akibat sakit yang cukup lama, beliau pun meninggal dunia di sana. Beliau meninggal dunia pada hari Jum’at, 10 Dzul Qa’dah 1427 atau yang bertepatan tanggal 1 Desember 2006.
Semoga Allah selalu melimpahkan rahmat-Nya kepada beliau. Semoga semua warisan ilmunya dapat menjadi bekal beliau untuk menghadap Allah Ta’ala.