Sebuah opini atas kebijakan gerbong kereta khusus wanita.
Perjuangan penegakan syariat Islam di Indonesia adalah perjuangan yang panjang, dimulai dengan Piagam Jakarta (Jakarta Charter, 22 Juni 1945) yang disusun oleh panitia sembilan: Soekarno, Hatta, A.A Maramis, Yamin, Wahid Hasyim, Abikusno, A. Kahar Muzakkir, Agus Salim, dan Ahmad Soebardjo yang kemudian dikenal sebagai Bapak-bapak pendiri bangsa (Founding Fathers), adalah usaha pertama menegakkan syariat Islam di Republik Indonesia di mana dalam sila pertama dari Pancasila tertulis kalimat utuh:
“Ketoehanan, dengan kewadjiban mendjalankan sjari’at Islam bagi pemeloek2-nja*”
Penghapusan kalimat “kewadjiban mendjalankan sjari’at Islam bagi pemeloek2-nja” sehari setelah diproklamasikan, 18 Agustus 1945 menjadi “Ketoehanan jang Maha Esa”, menjadi tarik-ulur usaha penegakkan syariat Islam hingga kini, dari kalimat deskriptif yang tegas menjadi kalimat bersayap yang multi-tafsir.
Setidaknya, usaha penegakkan syariat Islam itu tercatat secara kronologis sebagai berikut:
- pidato Natsir pada sidang Konstituante (1959),
- dekrit presiden yang menyatakan piagam Jakarta adalah jiwa dari UUD 1945 (1959),
- penerimaan secara aklamasi atas dekrit presiden tentang piagam Jakarta (22 Juli, 1959),
- TAP MPRS Nomor XX/MPRS/1966 yang menetapkan kembali piagam Jakarta sebagai jiwa dari UUD 1945,
- usulan memasukkan piagam Jakarta dalam UUD 1945 oleh PPP dan PBB di Parlemen (1999).
Sampai hari ini, tarik ulur masuknya klausul syariat Islam masih berlanjut walau tidak seterus-terang dahulu.
Namun, secara diam-diam tanpa ada keributan politik di parlemen, syariat Islam tentang tidak bolehnya laki-laki dan perempuan bercampur dan ‘saling bersentuhan’ dalam ruangan telah diterapkan pada kereta khusus wanita. Sebabnya bukanlah karena kesadaran beragama yang meningkat dari para penumpang kereta, tapi karena meningkatnya kasus pelecehan seksual pada wanita di gerbong kereta, dan saat ini juga di Busway akibat terlalu sesaknya jarak antar penumpang.
Ini adalah gejala alamiah yang pada akhirnya mengantarkan wanita pada ruang khusus yang bisa melindungi mereka dari maraknya aksi tangan dan pinggul jahil di ruang publik.
Menjadi pertanyaan selanjutnya adalah: masih relevankah syariat Islam diperjuangkan? Bila syariat Islam lahir dari Pencipta Semesta, maka tanpa diperjuangkan pun syariat Islam akan menemukan jalannya sendiri sebab segala sesuatu yang terkait keteraturan semesta akan selalu konstan pada hukum keseimbangan. Seperti air yang akan membanjiri pemukiman warga ketika pohon-pohon dan daerah resapan dibetoni, hukum keseimbangan alam akan memaksa warga untuk kembali menanami pohon dan membuat daerah resapan air bila mereka tidak ingin tidur dalam genangan.
Ketika kita yakin Islam adalah agama fitrah yang selaras dengan keteraturan semesta, maka kita pun tidak perlu takut syariat Islam tidak tegak, sebab tanpa diperjuangkan pun syariat Islam akan mencari jalannya sendiri menundukkan manusia pada keteraturannya.
Apakah Anda percaya syariat Islam, alam, galaksi, adalah bersumber pada pencipta yang sama?
Bila anda percaya, maka semuanya memiliki hukum kausalitas yang sama, keteraturan yang sama, dan kekuatan menyeimbangkan diri sendiri yang sama pula. Mari kita lihat apakah keyakinan kita akan kebenaran syariat Islam sebagai aturan terbaik terbukti benar, atau sebaliknya, salah.
Ustadz Rudi Wahyudi