Tadzakkur dan Tafakkur

Tadzakkur artinya mengambil pelajaran dan tafakkur berarti memikirkan atau mengamati. Tadzakkur yang menjadi tempat persinggahan hati merupakan pasangan inabah. Allah befirman, “Dan, tiadalah yang mau mengambil pelajaran kecuali orang-orang yang kembali (kepada Allah).” (Al-Mukmin: 13).

Tadzakkur ini merupakan sifat yang khusus bagi orang-orang yang mau berpikir dan berakal, sebagaimana firman-Nya, “Hanyalah orang-orang yang berakal saja yang dapat mengambil pelajaran.” (Ar-Ra’d: 19).

Tadzakkur dan tafakkur merupakan dua tempat persinggahan yang membuahkan berbagai macam ma’rifat, hakikat iman dan kebajikan.

Orang yang memiliki ma’rifat senantiasa mengembalikan tadzakkur kepada tafakkur, dan mengembalikan tafakkur kepada tadzakkur, hingga dapat membuka gembok hatinya.

Pengarang Manazilus-Sa’irin menjelaskan bahwa tadzakkur setingkat di atas tafakkur. Sebab tafakkur itu merupakan pencarian, sedangkan tadzakkur merupakan wujud. Maksudnya, tafakkur adalah mencari tujuan se-menjak dari permulaannya, seperti yang dikatakan dalam pepatah, “Tafakkur adalah mencari bisikan hati, untuk mengetahui keinginannya.” Tadzakkur merupakan wujud, karena ia ada setelah ada tafakkur, yang bisa hilang karena lupa. Jika ingat, maka tadzakkur ini pun ada.

Tadzakkur merupakan kata aktiva dari dzikr (ingat), kebalikan dari lupa. Artinya hadirnya gambaran sesuatu yang diingat dan diketahui di dalam hati. Kedudukan tadzakkur di samping tafakkur sama dengan kedudukan perolehan sesuatu yang dituntut setelah memeriksa dan menyelidikinya. Karena itu ayat-ayat Allah yang dibaca dan dapat disaksikan merupakan peringatan, sebagaimana yang disebutkan dalam ayat-Nya yang dibaca, “Dan, sesungguhnya telah Kami berikan petunjuk kepada Musa, dan Kami wariskan Taurat kepada Bani Israel, agar menjadi petunjuk dan peringatan bagi orang-orang yang berpikir.” (Al-Mukmin: 53-54).

Allah befirman dalam ayat-ayat-Nya yang bisa disaksikan, “Maka apakah mereka tidak melihat langit yang ada di atas mereka,bagaimana Kami meninggikannya dan menghiasinya dan langit itu tidak mempunyai retak-retaksedikitpun? Dan, Kami hamparkan bumi itu dan Kami letakkan padanya gunung-gunung yang kokoh dan Kami tumbuhkan padanya segala macam tanaman yang indah dipandang mata, untuk menjadi pelajaran dan peringatan bagi tiap-tiap hamba yang kembali (mengingat Allah).” (Qaf: 6-8).

Manusia ada tiga macam:

  1. Orang yang hatinya mati dan seakan-akan dia tidak mempunyai hati. Ayat Allah tidak akan menjadi peringatan bagi hati ini.
  2. Orang yang mempunyai hati yang hidup dan siap, namun ia tidak memperhatikan ayat-ayat Allah yang dibaca, yang mengabarkan ayat-ayat-Nya yang dapat disaksikan, entah karena ayat-ayat itu memang tidak sampai kepadanya, karena dia sibuk dengan halhal yang lain, entah karena sebab lain. Orang seperti ini hatinya pergi entah ke mana dan tidak ada di tempat. Hati ini juga tidak mempan oleh peringatan, sekalipun sebenarnya ia siap.
  3. Orang yang hatinya benar-benar hidup dan siap. Bila ayat-ayat Allah dibacakan kepadanya, maka ia pun menyimak dengan pendengarannya, menghadirkan hatinya, sibuk memahami apa yang didengarnya. Hati seperti inilah yang bisa mengambil manfaat dari ayat-ayat yang dibaca maupun ayat-ayat yang disaksikan.

Orang pertama seperti orang buta yang sama sekali tidak bisa melihat. Orang kedua seperti orang yang dapat melihat, namun arahnya tidak tepat pada sasaran yang mestinya dilihat. Dua orang ini sama-sama tidak bisa melihat Allah. Orang ketiga seperti orang yang dapat melihat dan memusatkan pandangan ke sasarannya, baik dari jarak yang dekat maupun jauh. Inilah orang yang dapat melihat Allah. Mahasuci Allah yang menjadikan kalam-Nya obat penyembuh dari penyakit yang menghimpit dada.

Pengarang Manazilus-Sa’irin menjelaskan bahwa bangunan tadzakkur itu ada tiga macam:

  1. Mengambil manfaat dari izhah. Maksud izhah di sini adalah perintah dan larangan, yang lebih dikenal dengan istilah at-targhib wat-tarhib. Izhah ada dua macam: Izhah dengan pendengaran dan dengan penglihatan. Izhah dengan pendengaran ialah mengambil manfaat dari petunjuk dan nasihat yang didengar, yang disampaikan para rasul atau apa yang diwahyukan kepada mereka, atau dari siapa pun yang menyampaikan nasihat, demi kemaslahatan agama dan dunia. Sedangkan izhah dengan penglihatan ialah mengambil manfaat dari apa pun di dunia ini yang bisa dilihat dari tanda-tanda kekuasaan Allah dan yang menunjukkan kebenaran para rasul. Mengambil manfaat dari izhah tidak bisa dilakukan kecuali setelah ada tiga perkara: Sangat membutuhkan izhah itu, tidak melihat aib pemberi izhah dan mengingat janji serta ancaman.
  2. Mencari kejelasan lewat pelajaran. Karena tadzakkuritu berarti mencermati makna-makna yang diperoleh dengan memikirkan ayat-ayat dan pelajaran, maka tadzakkur ini bisa didapatkan dengan tafakkur. Sementara tekad untuk melanjutkan perjalanan tergantung pada kekuatan pengetahuan tentang perjalanannya, sebab pengetahuan inilah yang memberi batasan gerak dan tujuan. Jika perasaan terhadap kekasih semakin kuat, maka perjalanan hati pun juga menjadi tegar. Jika pikiran terpusat ke perjalanan ini, maka perasaan juga semakin terarah kepadanya. Mencari kejelasan dengan pelajaran ini dapat dilakukan dengan tiga perkara: Dengan akal yang hidup, mengetahui lamanya perjalanan dan selamat hingga sampai ke tujuan.
  3. Mencari buah pikiran. Ini merupakan masalah yang sangat lembut dan sensitif. Pikiran itu mempunyai dua buah: Mendapatkan apa yang dicari secara utuh sebisa mungkin, dan berbuat sebagaimana lazimnya untuk memenuhi hak. Saat hati sedang memikirkan, maka boleh jadi bebannya terlalu berat sehingga menghambatnya untuk memperoleh apa yang diinginkan. Jika hati sudah kembali normal dan akal menjadi tenang, maka ia kembali seperti keadaan semula dan ingat lagi apa yang dicarinya. Memang masalah ini agak rumit untuk dipahami. Tapi sekedar sebagai gambaran, orang yang mencari harta tentu terus bersemangat dan bersungguh-sungguh mencarinya, sekalipun dia dalam keadaan letih dan penat. Jika dia sudah mendapatkannya, maka dia pun merasa tenang dan pulang sambil membawa keuntung-an perdagangannya. Jika dia orang yang benar, maka dia akan mem-belanjakan hartanya untuk hal-hal yang bermanfaat baginya.

Buah pikiran bisa dipetik dengan tiga cara: Tidak mengumbar harapan, menyimak Al-Qur’an, dan meninggalkan lima perkara yang merusak hati:

Tidak banyak bergaul, tidak mengumbar angan-angan, tidak bergantung kepada selain Allah dan mengurangi makan serta sedikit tidur. Karena ini merupakan tingkatan yang paling tinggi dari tadzakkur, maka kami akan mengupasnya dengan porsi yang lebih banyak.

Tidak mengumbar harapan artinya menyadari tentang dekatnya perjalanan dan begitu singkatnya tempo kehidupan. Ini merupakan perkara yang paling bermanfaat bagi hati, karena yang demikian ini bisa mendorong seorang hamba untuk mengefektifkan waktu yang terus berlalu seperti awan dan untuk segera membalik lembaran-lembaran hidupnya, menggugah hasratnya kepada akhirat, mendorongnya untuk segera menyentuh garis finish dan berzuhud di dunia, pandangannya hanya tertuju ke akhirat. Dengan begitu di dalam hatinya ada kesaksian yang memberi keyakinan tentang dunia yang fana dan begitu cepat ia berlalu serta tertinggal di belakang. Di hadapannya terpampang akhirat yang kekal dan semua akan menuju ke sana. Sebagai bukti agar harapan ini tidak diumbar adalah firman Allah, “Dan (ingatlah) akan hari (yang pada waktu itu) Allah mengumpulkan mereka, (mereka merasa pada hari itu) seakan-akan mereka tidak pernah berdiam (di dunia) hanya sesaat saja pada siang hari (pada waktu itu) mereka saling berkenalan.” (Yunus: 45).

“Pada hari mereka melihat hari berbangkit itu, mereka merasa seakanakan tidak tinggal (di dunia) melainkan (sebentar saja) di waktu sore atau pagi hari.” (An-Nazi’at: 46).

Pada suatu sore ketika matahari berada di pucuk bukit, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam berpidato di hadapan para shahabat, “Sesungguhnya tidak ada yang menyisa dari dunia yang sudah berlalu melainkan seperti apa yang menyisa dari hari kalian yang sudah berlalu ini.”

Ketika beliau sedang melewati sebagian shahabat yang sedang memperbaiki gubuk mereka yang sudah reyot, maka beliau bertanya, “Apa ini?” Mereka menjawab, “Kami sedang memperbaiki gubuk milik kami.” Beliau bersabda, “Aku tidak melihat urusan hidup ini melainkan lebih cepat rusaknya daripada gubuk kalian ini.”

Tidak mengumbar harapan ini didasarkan pada dua hal:

Pertama, meyakini kefanaan dunia dan perpisahan dengannya.

Kedua, kekekalan akhirat dan kepastian bersua dengannya.

Kemudian dua perkara ini dibandingkan, dan tentukan mana yang lebih dipentingkan. Menyimak Al-Qur’an artinya memusatkan perhatian hati ke maknamaknanya, memusatkan pikiran untuk mengamati dan memikirkannya. Inilah maksud diturunkannya Al-Qur’an, dan bukan sekedar membacanya tanpa pemahaman, pendalaman dan perhatian. Firman-Nya, “Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan barakah, supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai pikiran. “(Shad: 29).

Al-Hasan berkata, “Al-Qur’an diturunkan agar diperhatikan dan diamalkan. Maka amalkanlah apa yang kalian baca.”

Tidak ada yang lebih bermanfaat bagi hamba di dunia dan di akhirat serta yang lebih dekat dengan keselamatannya selain dari mendalami dan memperhatikan Al-Qur’an serta memikirkan makna ayat-ayatnya, karena makna-makna ini akan menunjukkan tanda-tanda kebaikan dan keburukan dengan segala hiasannya, menunjukkan jalan, sebab dan buah kebaikan dan keburukan, menyodorkan kunci-kunci simpanan keba-hagiaan dan ilmu yang bermanfaat, meneguhkan sendi-sendi iman di dalam hati, mengokohkan bangunannya, memperlihatkan gambaran dunia dan akhirat, surga dan neraka, memperlihatkan keadaan berbagai umat, keadilan Allah dan karunia-Nya, Dzat, sifat, asma dan perbuatan-Nya, apaapa yang dicintai dan dibenci-Nya, menunjukkan jalan yang menghantarkan kepada-Nya, penghambat-penghambat jalan dan ujian-nya, memperlihatkan tingkatan-tingkatan orang yang berbahagia dan menderita, macam-macam manusia dan golongannya. Secara umum makna-makna Al-Qur’an ini memperkenalkan Allah yang diseru dan jalan yang menghantarkan kepada-Nya.

Kebalikan dari hal-hal di atas, makna-makna Al-Qur’an juga menunjukkan apa yang diserukan syetan, jalan yang menghantarkan kepada-nya, dan akibat yang bakal diterima orang yang memenuhi seruan ini, berupa kehinaan dan siksaan setelah dia sampai kepadanya.

Inilah perkara-perkara yang perlu diperhatikan hamba, agar dia bisa mengetahui akhirat seakan-akan dia berada di sana dan tidak lagi berada di dunia ini, bisa membedakan mana yang haq dan mana yang batil dalam perkara-perkara yang diperselisihkan, sehingga yang haq benar-benar haq dan yang batil benar-benar batil, memberinya cahaya untuk membedakan petunjuk dan kesesatan, jalan lurus dan jalan menyimpang, memberikan kekuatan di dalam hati, kehidupan, kelapangan dan kegembiraan.

Makna-makna Al-Qur’an berkisar pada masalah tauhid dan penjelasan- penjelasannya, ilmu tentang Allah dan sifat-sifat kesempurnaan-Nya,sifat-sifat kekurangan yang dijauhkan dari-Nya, pengenalan hak-hak hamba dan hak-hak yang mengutus mereka, iman kepada malaikat yang merupakan utusan Allah dalam menangani urusan alam atas dan alam bawah, khususnya segala urusan manusia, apa yang telah disiapkan Allah bagi musuh-musuh-Nya, berupa kampung siksaan, yang di dalam-nya sama sekali tidak ada kegembiraaan dan kesenangan, rincian perintah dan larangan, syariat dan qadar, halal dan haram, nasihat dan peri-ngatan, kisah-kisah dan permisalan, sebab-sebab, hukum, prinsip, tujuan dan lainlainnya.

Adapun lima perkara yang merusak hati adalah: Banyak bergaul dengan manusia, mengumbar harapan, bergantung kepada selain Allah, kenyang dan banyak tidur.

Ketahuilah bahwa hati itu dalam perjalanan kepada Allah Azza wa Jalla dan kampung akhirat. Jalan yang benar sudah ditunjukkan, begitu pula ujian jiwa dan amal, penghambat-penghambat jalan yang dapat disingkirkan dengan cahaya, kehidupan dan kekuatannya, dengan kesehatan pendengaran dan penglihatannya. Lima perkara inilah yang akan memadamkan cahaya hati, menutupi penglihatan dan menyumbat pendengarannya, membuatnya bisu dan tuli, melemahkan kekuatannya, menggerogoti kesehatannya dan menghentikan tekadnya. Siapa yang tidak merasakan semua ini, berarti hatinya mati. Sementara luka pada orang yang sudah mati tidak membuatnya kesakitan.

Tidak ada kenikmatan, kelezatan, kesenangan dan kesempurnaan kecuali dengan mengetahui Allah dan mencintai-Nya, merasa tentram saat menyebut-Nya, senang berdekatan dengan-Nya dan rindu bersua dengan- Nya. Inilah surga dunia baginya, sebagaimana dia tahu bahwa kenikmatannya yang hakiki adalah kenikmatan di akhirat dan di surga.

Dengan begitu dia mempunyai dua surga. Surga yang kedua tidak dimasuki sebelum dia memasuki surga yang pertama.

Kami pernah mendengar Syaikhul-Islam Ibnu Taimiyah berkata, “Sesungguhnya di dunia ini ada surga, siapa yang tidak memasukinya, maka dia tidak akan memasuki surga di akhirat.”

Sebagian orang arif berkata, “Hari-hari telah berlalu dan dapat dirasakan hati. Maka saya katakan, ‘Jika para penghuni surga seperti ini keadaannya, tentunya mereka benar-benar dalam kehidupan yang sangat menyenangkan’.”

Sebagian yang lain berkata, “Para penghuni dunia yang celaka keluar dari dunia tanpa merasakan kenikmatan sedikit pun yang ada di dalamnya.” Orang-orang bertanya, “Lalu apakah yang paling nikmat di dunia?” Dia menjawab, “Mencintai Allah, bersama-Nya, kerinduan bersua dengan-Nya, menghadap kepada-Nya dan berpaling dari hal-hal selain-Nya.”

Lima perkara ini menjadi penghalang antara hati dan Allah, menghambat perjalanannya dan menimbulkan penyakit di dalamnya. Inilah uraiannya.

1. Terlalu Banyak Bergaul dengan manusia.

Hal ini bisa memenuhi hati  dengan polusi napas Bani Adam, sehingga hati mereka menjadi hi-tam, lalu menimbulkan perselisihan, kepekatan, perpecahan dan be-ban yang berat untuk dipikul. Akibat yang ditanggungnya adalah gesek-an dengan teman-teman yang jahat, banyak kemaslahatannya yang terbuang siasia, sibuk dengan urusan mereka, pikiran terpecah untuk memenuhi berbagai macam keinginan dan tuntutan mereka. Jika seperti ini keadaannya, lalu apa yang menyisa bagi Allah dan kampung akhirat?

Pergaulan yang didasari cinta dunia dan ambisi ini bisa berubah men-jadi permusuhan jika semua hakikat terkuak, sehingga menimbulkan penyesalan bagi sebagian di antara mereka. Yang lebih celaka lagi, jika penyesalan ini terasa setelah di akhirat. Firman Allah, “Teman-teman akrab pada hari itu, sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertakwa.” (Az-Zukhruf: 67).

“Dan (ingatlah) hari (ketika) orang yang zhalim menggigit dua tangannya, seraya berkata, Aduhai kiranya (dulu) aku mengambil jalan bersama- sama Rasul. Kecelakaan besarlah bagiku, kiranya aku (dulu) tidak menjadikan Fulan itu teman akrab(ku). Sesungguhnya dia telah menyesatkan aku dari Al-Qur’an ketika Al-Qur’an itu telah datang kepadaku.Dan, adalah syetan itu tidak mau menolong manusia.” (Al-Furqan: 27- 29).

Inilah keadaan orang-orang yang bersekutu untuk mendapatkan suatu tujuan. Mereka senantiasa tampak saling bahu-membahu dan menyayangi untuk mendapatkan tujuan itu. Jika ternyata tujuan itu meleset, maka yang ada tinggal penyesalan, kesedihan dan penderitaan.

Kasih sayang itu pun berubah menjadi kebencian, kutukan dan celaan sebagian terhadap sebagian yang lain. Cukup banyak bukti tentang hal ini. Untuk mencari keseimbangan dalam masalah pergaulan ini atau pergaulan yang bermanfaat ialah bergaul dengan manusia dalam kebaikan, seperti menghadiri shalat Jum’at, jama’ah, haji, mempelajari ilmu, berjihad, nasihat-menasihati, menjauhi mereka dalam keburukan dan hal-hal mubah yang kelewatan. Jika seseorang terpaksa harus bergaul dengan mereka dalam keburukan dan tidak mungkin untuk menghindar, maka dia harus waspada agar jangan sampai menyerupai mereka dan dia harus bersabar menghadapi gangguan mereka. Sebab sudah selayaknya jika mereka mengganggunya, terlebih jika dia tidak mempunyai kekuatan dan pendukung. Sebab jika dia berbuat seperti yang mereka perbuat, hanya akan mendatangkan kehinaan dan celaan orangorang Mukmin dan Allah.

2. Mengarungi hamparan lautan harapan dan angan-angan yang tidak bertepi.

Ini merupakan lautan yang diarungi orang yang bangkrut, sebagaimana yang dikatakan dalam pepatah, “Angan-angan merupakan modal orang yang bangkrut.” Barang dagangan para penumpangnya adalah janji-janji syetan dan hayalan yang menipu. Gelombang anganangan dusta dan hayalan batil terus bergulung-gulung, mempermainkan penumpang, seperti anjing yang mempermainkan bangkai. Angan-angan ini disesuaikan dengan kondisi setiap orang. Ada yang berangan-angan memegang kekuasaan, ada yang berangan-angan memiliki harta yang menumpuk, memiliki istri-istri yang cantik dan lain sebagainya. Setiap orang menciptakan di dalam jiwanya gambaran yang diinginkannya. Seakan-akan dia beruntung mendapatkannya. Tapi ketika dia tersadar, ternyata tangannya hampa dan hanya memegang bantal.

Tapi orang yang memiliki hasrat yang tinggi, maka angan-angannya berkisar pada ilmu dan iman serta amal yang bisa mendekatkan dirinya kepada Allah. Dikatakan dalam syair, “Angan-anganku adalah iman, hikmah dan cahaya sedang angan-angan

mereka adalah tipuan belaka.”

Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam telah memuji orang yang mengangan- angankan kebaikan, sehingga dalam kondisi tertentu, dia mendapatkan pahala seperti pahala yang didapatkan orang yang mengerjakan kebaikan itu, seperti perkataannya, “Andaikan aku mempunyai harta yang melimpah, tentu aku akan membelanjakannya seperti yang dilakukan Fulan karena Allah semata, digunakan untuk menyambung tali persaudaraan dan menshadaqahkannya menurut haknya.”

3. Bergantung kepada selain Allah.

Ini merupakan perusak hati yang paling besar dan tidak ada yang lebih berbahaya selain dari hal ini, tidak ada yang lebih menghambat kemaslahatan dan kebahagiaannya selain dari hal ini. Jika hati bergantung kepada selain Allah, maka Allah menyerahkannya kepada sesuatu yang dijadikan sebagai gantungannya. Padahal apa yang dijadikan sebagai gantungan itu dihinakan Allah dan dia tidak mendapatkan maksudnya karena dia beralih kepada selain Allah, sehingga dia tidak mendapatkan apa yang ada di sisi Allah dan tidak mendapatkan dari apa yang dijadikannya sebagai gantungan seperti yang diharapkannya. Firman Allah,

“Dan, mereka telah mengambil sembahan-sembahan selain Allah, agar sembahan-sembahan itu menjadi pelindung bagi mereka. Sekali-kali tidak. Kelak mereka (sembahan-sembahan) itu akan mengingkari penyembahan (para pengikutnya) terhadapnya, dan mereka (sembahansembahan) itu akan menjadi musuh bagi mereka.” (Maryam: 81-82).

Orang yang paling hina adalah yang bergantung kepada selain Allah. Orang yang bergantung kepada selain Allah seperti orang yang berlindung dari panas dan dingin dengan rumah laba-laba, karena rumah laba-laba merupakan rumah yang paling rapuh. Secara umum, landasan dan fondasi syirik adalah bergantung kepada selain Allah, sehingga pelakunya mendapat kehinaan dan celaan.

“Janganlah kamu adakan sesembahan yang lain di samping Allah, agar kamu tidak menjadi tercela dan tidak ditinggalkan (Allah).” (Al-Isra’: 22).

4. Perusak hati yang keempat adalah makanan yang berlebihan.

Ada dua macam kaitannya dengan makanan ini: Pertama, jenis makanannya itu sendiri seperti makanan yang diharamkan. Makanan yang diharamkan ini juga ada dua macam: Yang haram menurut hak Allah, seperti bangkai, darah, babi, binatang buas yang bertaring dan burung yang bercakar tajam. Yang haram menurut hak manusia, seperti barang curian dan yang diambil tidak berdasarkan ridha pemiliknya. Kedua, makanan yang merusak karena pertimbangan porsi dan jumlahnya serta yang melebihi batasnya, seperti berlebih-lebihan dalam mengkonsumsi makanan yang halal dan makan terlalu kenyang, karena bisa memberatkannya untuk mengerjakan ketaatan dan membuatnya sibuk dengan urusan makanan semata, sehingga bisa membuat badannya menjadi gemuk dan menguatkan dorongan syahwat, yang berarti membuka jalan yang lapang bagi syetan. Sebab syetan bisa menyusup ke dalam tubuh manusia lewat aliran darahnya. Maka tidak heran jika puasa mempersempit dan menghalangi jalannya, sementara perut kenyang melapangkan jalan bagi syetan. Siapa yang makan banyak dan minum banyak, membuatnya banyak tidur, lalu banyak menye-sal.

Di dalam hadits yang masyhur telah disebutkan sabda Nabi Shal-lallahu Alaihi wa Sallam,

“Tidaklah seorang anak Adam memenuhi bejana yanglebih buruk daripada perutnya. Cukuplah bagi anak Adam beberapa suap yang bisa menegakkan tulang sulbinya. Jikalau memang harus berbuat, maka sepertiga untuk makanannya, sepertiga untuk minumannya dan sepertiga untuk napasnya.”

Dikisahkan bahwa Iblis muncul di hadapan Yahya bin Zakaria Alaihis- Salam. Beliau bertanya, “Apakah kamu bisa berbuat sesuatu terhadap aku?” Iblis menjawab, “Tidak. Hanya saja suatu malam ada makanan yang dihidangkan kepadamu. Lalu aku membuat makanan itu tampak lezat, sehingga engkau memakannya hingga kenyang, lalu engkau tertidur dan tidak melakukan wirid.”

Maka Yahya berkata, “Demi Allah, sekali-kali aku tidak akan makan hingga kenyang.”

Iblis berkata, “Dan aku, demi Allah, sekali-kali tidak akan memberi nasihat kepada anak Adam.”

5. Banyak tidur.

Karena banyak tidur membuat badan terasa berat, membuang- buang waktu secara percuma, mengakibatkan lalai dan malas serta hal-hal makruh lainnya. Yang pasti, banyak tidur tidak bermanfaat bagi badan. Sedangkan tidur yang paling bermanfaat ialah jika memang diperlukan untuk tidur. Tidur pada awal malam lebih baik dan lebih bermanfaat daripada tidur pada akhir malam, dan tidur te-ngah malam lebih bermanfaat daripada dua tepinya. Yang paling banyak bahayanya adalah tidur sehabis ashar dan pada pagi hari, kecuali jika pada malam harinya berjaga.

Yang dimakruhkan adalah tidur setelah shalat subuh hingga matahari terbit, karena waktu ini seperti barang rampasan perang. Bagi orangorang yang mengadakan perjalanan kepada Allah, waktu ini mempunyai banyak keutamaan. Sehingga sekalipun sepanjang malam mere-ka berjaga, maka mereka tidak akan menggunakan waktu ini untuk dudukduduk saja, hingga terbitnya matahari, karena ini merupakan awal siang dan kuncinya, waktu turunnya rezki dan datangnya barakah.

Secara umum, tidur yang paling bermanfaat ialah pada tengah malam yang pertama dan seperenam yang terakhir, yang kira-kira selama delapan jam. Inilah waktu tidur yang paling efektif menurut ilmu kedokteran. Jika kurang atau lebih, tentu akan berpengaruh terhadap tabiat manusia. Sedangkan tidur yang tidak bermanfaat adalah pada awal malam setelah matahari tenggelam.