Sungguh diri ini malu kepada sosok-sosok rendah hati yang ikhlas bekerja tanpa berharap ada balasan bagi mereka. Mereka tidak peduli pada akhirnya akan mendapat apa. Yang mereka pedulikan adalah bagaimana diri mereka bisa berjuang bersama kawan-kawan tercinta, menghadapi masalah dan bergerak menghidupkan dakwah ini.
Merekalah sosok yang tidak pernah berhenti, walaupun beratus masalah datang menghampiri. Merekalah sosok yang tidak akan mengeluh walaupun seribu kegagalan tak juga terlampaui. Merekalah sosok yang tidak mengenal kata putus asa, walau cacimaki dan cemoohan datang menghantui.
Merekalah sosok yang tidak pernah meminta amanah, walaupun amanah itu terlihat sangat menggiurkan. Karena mereka tahu bahwa amanah itu amat berat dan harus dipertanggung-jawabkan. Sangat berat! Sampai-sampai langit, bumi, dan gunung-gunung enggan memikul amanah itu karena khawatir akan mengkhianatinya.
Namun, mereka adalah sosok ksatria yang ketika diberi amanah, tidak akan menerimanya kecuali dengan lapang dada. Ini adalah wujud ketaatan mereka kepada Allah, Rasulullah, dan para pemimpin. Sehingga tidak keluar dari mulut mereka ketika amanah datang, kecuali sami’na wa atho’na. Kami mendengar dan kami taat!
Ada kalanya juga mereka memperoleh bagian sebagai seorang bawahan. Dibebani berbagai macam amanah, dituntut kerja ikhlas, serta diberi arahan terkait kerja yang jelas-jelas sudah mereka pahami. Coba kita tanya pendapat mereka tentang hal itu. “Kenapa kamu mau menerima amanah itu? Pemimpinmu lho bisanya cuma menyuruh!”
Mereka pun tersenyum. Mereka berpikir sejenak, lalu membuka mulut. “Akhi, ada kalanya seorang pemimpin itu membutuhkan pendamping. Siapa lagi kalau bukan kita, yang akan mendampingi para pemimpin menggapai puncak kejayaannya?” Ah, mereka juga ingin melibatkan kita! Maukah kita, untuk sekedar menjadi bawahan? Jundi!?
Kita pun bertanya kepada mereka, “Apa yang bisa kudapatkan?”
Mereka menjawab, “Bukan jabatan, bukan harta, bukan wanita, bukan pula popularitas. Sesungguhnya balasan dari sisi Allah lah yang terbaik.”
Barangkali kita tidak puas kawan. Karena mungkin yang kita inginkan ada pada deretan terdepan dari yang mereka sebutkan. Padahal sungguh, andai kita dengan cerdas memilih yang terakhir, maka mudah bagi-Nya untuk memberi kita yang lebih baik daripada itu. Itupun kalau kita mau! Kalau tidak mau, jangan harap mereka mau berhenti demi kita. Karena tanpa kita, dakwah ini tetap akan diperjuangkan. Dan tentunya DIMENANGKAN!
Atau, kita perlu memanggil mereka lagi? Dan bertanya, apa yang harus kita perbuat dalam menapaki jalan perjuangan ini sebagai seorang jundi!? Setujukah?
“Ya akhi..” Itu sapaan hangat mereka! Sebelum kita bertanya tampaknya mereka sudah paham dengan maksud kita. Ah, bukankah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda “Waspadalah terhadap firasat seorang mukmin. Sesungguhnya dia melihat dengan nur Allah.”!
“Ya akhi..apakah engkau pikir menjadi seorang bawahan adalah pekerjaan yang tidak mulia?” Mereka bertanya, dan kita menjawab. “Mungkin!”
Padahal, sesungguhnya hati kita berkata, “iya!”
“Ya akhi..apakah engkau merasa kalau seorang raja atau pemimpin adalah orang yang memberi kemanfaatan paling banyak bagi rakyatnya?” Mereka bertanya, dan kita menjawab. “Mungkin!”
Padahal, sesungguhnya hati kita berkata, “iya!”
“Ya akhi..kuharap apa-apa yang engkau pikirkan berubah.” Mereka begitu ingin mengajak kita kepada jalan perjuangan ini. Mata mereka menyiratkan itu. Tapi dengan apa kita bisa yakin!?
“Tahukah engkau, ya akhi.. Permainan catur, memuat hikmah bagi kita. Sangat akrab, tetapi sering tidak kita sadari. Barangkali engkau bersedia menunjukkan bidak mana yang paling menjadi andalan di setiap permainan?”
Pertanyaan mudah. Bidak mana lagi yang paling menjadi andalan selain queen!? Setiap orang yang pernah bermain catur pasti tahu itu.
“Ya akhi… untuk berkontribusi, tak perlu menjadi yang paling tinggi. Cukuplah menjadi yang paling berdaya. Seperti QUEEN. Dia bukan raja, sehingga bisa bebas berkelana. Dia bukan raja, sehingga bebas menunjukkan kontribusinya. Namun dia pendamping raja, meraih kejayaan adalah sebagian besar tanggung jawabnya!”
Lalu, siapkah kita menjadi seperti dirinya?