Tanda Hitam pada Dahi

Ada hal yang menarik ketika dulu tanpa sengaja saya sekilas menangkap pembicaraan kawan saya di ma’had tentang masalah tanda hitam di dahi. Tanda hitam bulat yang katanya menandakan bahwa pemilik tanda itu rajin sujud (baca: shalat). Tapi kemudian ada kalimat yang semakin menarik perhatian saya. Ketika kawan saya itu bilang, “Iya, ane pernah mergokin temen ane di depan kaca lagi pake alat pijit buat ngitemin jidatnya.”

Woww!

Sejak itu saya mulai memperhatikan orang-orang di sekitar saya, asatidz dan kawan-kawan saya. Saya lihat ada beberapa kawan saya yang rata-rata berusia 20 tahunan di dahinya sangat jelas tampak ada bulatan hitam legam. Lalu saya perhatikan ustadz-ustadz saya yang rata-rata udah hampir setengah abad usianya (bahkan ada yang lebih), kok malah nggak ada ya? Memang ada beberapa, tapi hitamnya kecil dan samar-samar, hampir tidak terlihat. Loh kok bisa gini? Logika saya langsung bekerja. Kawan saya baru mulai belajar Islam 1-2 tahun yang lalu, sedangkan asatidz pasti sudah jauh lebih lama berdakwah dan beribadah. Kalau memang tanda hitam itu adalah menunjukkan bahwa seseorang itu rajin sujud (baca: shalat), kenapa orang yang lebih lama mulai sholat tidakk ada bekas hitam di dahinya? Apakah benar apa yang diucapkan oleh kawan saya di atas? Wallahu a’lam pastinya, karena saya tidak ingin mengira-ngira karena sampai saat ini saya belum menemukan bukti bahwa bekas hitam itu adalah bekas tanda yang dibuat-buat. Saya hanya pernah tahu beberapa kawan saya yang pernah bekam di dahi dan sampai sekarang tanda bekas bekamnya tidak hilang.

Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan Dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. Kamu lihat mereka ruku’ dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud” (QS Al Fath: 29)

Yang jadi pertanyaannya kemudian adalah, apa benar tanda yang dimaksud di ayat tersebut adalah tanda hitam di dahi? Apakah memang benar? Dan apakah warna kehitaman di dahi itu selalu menunjukkan keimanan dan ketaqwaan seseorang?

Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Tak satu orangpun di antara umatku yang tidak kukenali pada Hari Kiamat.” Mereka (para sahabat) bertanya, “Bagaimana engkau dapat mengetahuinya, wahai Rasulullah, sedangkan engkau berada di tengah-tengah banyaknya makhluk?” Beliau bersabda, “Apakah kalian dapat mengetahui sekiranya kalian memasuki tumpukan makanan yang di dalamnya terdapat sekumpulan kuda berwarna hitam pekat yang tidak dapat tertutup oleh warna lain, dan di dalamnya terdapat pula kuda putih bersih, dapatkah kalian dapat melihatnya?” Mereka berkata, “Tentu!” Beliau bersabda, “Sesungguhnya umatku pada hari itu berwajah putih bersih karena (bekas) sujud dan karena (bekas) wudhu’.” (Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad bin Hanbal dengan sanad yang shahih; Tirmidzi juga meriwayatkan hadits ini, dengan komentar : shahih). Hadis ini pula yang dijadikan dalil bahwa tanda (sima) dari bekas sujud tersebut hanya tampak pada Hari Kiamat.

Hadits Nabi hanya menunjukkan bekas dari sujud adalah bersih dan cerahnya wajah, bukan tanda hitam. Lalu mari kita simak pendapat para ulama mengenai tafsir QS Al Fath: 29

  • Diriwayatkan oleh Thabari dengan sanad yang hasan dari Ibnu Abbas bahwa yang dimaksudkan dengan ‘tanda mereka…” adalah perilaku yang baik.
  • Diriwayatkan oleh Thabari dengan sanad yang kuat dari Mujahid bahwa yang dimaksudkan adalah kekhusyu’an.

(Tafsir Mukhtashar Shahih hal 546)

  •  Tafsir Al-Qurthubi Juz 16, hlm. 291, bahwa Ibn Abbas dan Mujahid menafsirkan kata “bekas sujud” sebagai : khusyu’ dan tawadhu’.
  • Sementara itu Ibn Jarir Ath Thabari di dalam Tafsirnya, Jami’ Al Bayan Juz 26, hlm 141, mengutip perkataan Muqatil bin Hayyan dan Ali bin Mubarak dari Al Hasan bahwa yang dimaksud “min atsari sujud” disana adalah cahaya yang tampak pada wajah orang-orang beriman pada Hari Kiamat kelak sebagai bekas shalat dan wudhu’nya. Bahkan di dalam tafsirnya tersebut, Ibnu Jarir juga mengutip perkataan sahabat Ibnu Abbas yang menolak penafsiran ayat secara literal dengan kata-kata : “Hal itu bukanlah seperti yang kalian kira, karena maksudnya (dari kalimat min atsari sujud) adalah tanda-tanda ke-islaman (ketundukan dan kepasarahan) serta kekhusyu’an.”

Shahabat tidak mempunyai bekas tanda hitam di dahinya:

Dari Humaid bin Abdirrahman, aku berada di dekat As Saib bin Yazid ketika seorang yang bernama Az Zubair bin Suhail bin Abdirrahman bin Auf datang. Melihat kedatangannya, As Saib berkata, “Sungguh dia telah merusak wajahnya. Demi Allah, bekas di dahi itu bukanlah bekas sujud. Demi Allah, aku telah shalat dengan menggunakan wajahku ini selama sekian waktu lamanya namun sujud tidaklah memberi bekas sedikitpun pada wajahku” (Riwayat Baihaqi dalam Sunan Kubra no 3701).

Bahkan Nabi dan Khulafaur Rasyidin juga tidak mempunyai tanda itu:

Dari Salim Abu Nadhr, ada seorang yang datang menemui Ibnu Umar. Setelah orang tersebut mengucapkan salam, Ibnu Umar bertanya kepadanya, “Siapakah Anda?”. “Aku adalah anak asuhmu”, jawab orang tersebut. Ibnu Umar melihat ada bekas sujud yang berwarna hitam di antara kedua matanya. Beliau berkata kepadanya, “Bekas apa yang ada di antara kedua matamu? Sungguh, aku telah lama bershahabat dengan Rasulullah, Abu Bakar, Umar dan Utsman. Apakah kau lihat ada bekas tersebut pada dahiku?” (Riwayat Baihaqi dalam Sunan Kubra no 3698)

Tulisan ini tidak bermaksud menyudutkan orang-orang yang di dahinya ada tanda hitam. Intinya adalah, tanda hitam itu bukanlah melambangkan maksud dari QS Al Fath ayat 29 yaitu tanda karena bekas sujud, tapi mungkin bisa disebabkan oleh faktor lain yang Wallahu a’lam kita tidak mengetahuinya.

Oleh: Sa’id Rosyadi, Malang
FacebookBlogTwitter