Pesantren Mambaul Hikam Mantenan, Udanawu, Blitar, menyelenggarakan shalat Tarawih berjamaah sebanyak 20 rekaat plus shalat sunah witir 3 rekaat ini, dikerjakan dalam waktu 15 menit. Durasi yang singkat ini menarik perhatian anak muda di sekitar pesantren yang jumlah lebih dari 5000 orang, baik tua maupun muda setiap malamnya.
Pelaksanaan shalat kilat ini dimulai sejak pesantren didirikan oleh KH Abdul Ghofur sekitar 160 tahun lalu. “Saya ini hanya mengikuti apa yang sudah dilakukan oleh para sesepuh. Kami tidak berani mengubahnya,” kata KH Diya’uddin Az-Zamzami, salah seorang pengasuh pesantren Mambaul Hikam.
Menanggapa shalat kilat ini, Wakil Sekretaris PP LDNU H Syaifullah Amin mengatakan, di sini terjadi perbedaan keberkahan waktu. Artinya cepat atau lambat tidak mengurangi kekhusyu’an orang yang ibadah. “Sebagian orang memang diberikan kelebihan oleh Allah dalam melipat waktu,” kata H Amin.
Sementara kalangan awam yang mendukung shalat kilat ini menggunakan analogi bahwa shalat yang cepet -katanya- bagaikan mengendarai mobil, jika mengendarai mobil dengan kecepatan penuh dan ngebut maka sopir akan fokus, tapi jika mengendarai mobil dengan pelan-pelan, biasanya tidak fokus, melihat ke kanan-kiri, ke depan-belakang, dan lain-lain.
Bersama Syariat Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika masuk masjid, maka masuklah seseorang lalu ia melaksanakan shalat. Setelah itu, ia datang dan memberi salam pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu beliau menjawab salamnya.
Beliau berkata, “Ulangilah shalatmu karena sesungguhnya engkau tidaklah shalat.”
Lalu ia pun shalat dan datang lalu memberi salam pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Beliau tetap berkata yang sama seperti sebelumnya, “Ulangilah shalatmu karena sesungguhnya engkau tidaklah shalat.”
Sampai diulangi hingga tiga kali.
Orang yang jelek shalatnya tersebut berkata, “Demi yang mengutusmu membawa kebenaran, aku tidak bisa melakukan shalat sebaik dari itu. Makanya ajarilah aku!”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas mengajarinya dan bersabda, “Jika engkau hendak shalat, maka bertakbirlah. Kemudian bacalah ayat Al Qur’an yang mudah bagimu. Lalu ruku’lah dan sertai thuma’ninah ketika ruku’. Lalu bangkitlah dan beri’tidallah sambil berdiri. Kemudian sujudlah sertai thuma’ninah ketika sujud. Kemudian bangkitlah dan duduk antara dua sujud sambil thuma’ninah. Kemudian sujud kembali sambil disertai thuma’ninah ketika sujud. Lakukan seperti itu dalam setiap shalatmu.” (HR. Bukhari no. 793 dan Muslim no. 397).
Lihatlah orang tersebut disuruh mengulangi shalatnya karena shalatnya tidak memiliki thuma’ninah, artinya shalatnya sangat cepat atau “ngebut”. Jadinya orang yang shalat tarawih dengan ngebut tanpa ada thuma’ninah, berarti shalatnya tidak sah.
Thuma’ninah, inilah di antara bentuk kekhusyu’kan (ketenangan) di dalam shalat. Dan hanya orang yang khusyu’lah yang bisa fokus mengingat Allah (dzikrullah) di dalam shalat.
Sedangkan yang menggunakan analogi mengendarai kendaraan ngebut akan fokus dan khusyu’ maka kita jawab, “Analoginya menarik, cuma sayang keliru, jangan dianalogikan dengan mengendarai mobil, tapi yang paling tepat dianalogikan dengan mencuri alias nyolong alias maling. Maling pasti fokus melihat ke kanan-kiri, ke depan-belakang.”
Ini bukan analogi bikinan saya, ini analogi yang disampaikan manusia terbaik yang shalat diwahyukan langsung kepadanya melalui Isra Mi’raj. Simaklah perkataan beliau Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:
أَسْوَأُ النَّاسِ سَرِقَةً الَّذِي يَسْرِقُ مِنْ صَلاَتِهِ، قَالُوْا: يَا رَسُوْلَ اللهِ وَكَيْفَ يَسْرِقُ مِنْ صَلاَتِهِ؟ قَالَ: لاَ يُتِمُّ رُكُوْعُهَا وَلاَ سُجُوْدُهَا.
“Sejahat-jahat pencuri adalah yang mencuri dari shalatnya.”
Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana mencuri dari shalat?”
Rasulullah berkata, “Dia tidak sempurnakan ruku dan sujudnya.” (HR Ahmad no 11532, dishahihkan dalam Shahihul Jami’ 986)
Bahkan beliau berkomentar ketika melihat maling paling jelek ini:
لَوْ مَاتَ هَذَا عَلَى ما هو عليه مَاتَ عَلَى غَيْرِ مِلَّةِ مُحَمَّدٍ
“Kalau orang ini mati dengan kondisi sholat yang demikian, maka dia mati bukan di atas ajaran Muhammad.” (Musnad Abu Ya’la No 7184, diriwayatkan oleh ath Thabrani dalam al Kabiir No 3840, hasan)