Sholat Tarawih adalah salah satu syi’ar di bulan Romadhon. Di Indonesia, terdapat fenomena unik yakni ramainya masjid di 10 hari pertama, 10 hari berikutnya yang ramai adalah Mall dan 10 hari terakhir yang ramai justru stasiun, terminal, pelabuhan dan bandara.
Masih terekam dengan jelas dalam ingatan saya, tahun 2009 sholat tarawih di Masjid Jami’ kota Malang. Saya hanya melaksanakan sholat 2 rakaat plus 1 rakaat witir. Kawanku dari Ciamis, Aji ahmad tauziri bertanya, “Fadh, kamu sholat ikut aliran apa?“. Avid arvani kawanku lainnya dari Ponorogo juga heran dengan apa yang saya perbuat. Dia bilang, “Tarawih itu 8 rakaat dan 20 rakaat, emang boleh kalau seperti itu?“.
Saya tak mau berdebat, saya jawab enteng, “Anggaplah ini Tarawih paket hemat, kalau mau paket komplit monggo 36 rakaat seperti Khalifah Umar bin abdul Aziz“.
Minggu 21 Juni 2015, ba’da shubuh saat menyimak stasiun JTV, Prof. Dr. Ahmad Zahro dari UIN Surabaya bercerita bahwa selama kuliah di Universitas al-Azhar, Kairo-Mesir, beliau keliling negara-negara Arab. Dari temuannya, sebanyak 18 negara Arab sholat tarawihnya 20 rakaat. Yang 8 rakaat beliau temukan di Riyadh, Arab saudi. Ternyata yang melakukan adalah para buruh migran asal Indonesia. Beliau juga menyinggung KH Ahmad Dahlan yang tarawihnya 20 rakaat. Terus warga Muhammadiyah yang melaksanakan tarawih 8 rakaat hujjahnya dari mana? Tentu saja meruruk ke hadits Siti Aisyah.
Siti Aisyah, menerangkan bahwa Rasulullah, melaksanakan shalat malam termasuk di dalamnya shalat tarawih dengan 11 rakaat. “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah menambah jumlah raka’at dalam shalat malam di bulan Ramadhan dan tidak pula dalam shalat lainnya lebih dari 11 raka’at.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Menariknya lagi, ada hadits dari Ibnu Abbas yang menyebutkan bahwa Nabi melaksanakan shalat malam 13 rakaat. “Shalat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di malam hari adalah 13 raka’at.” (HR. Bukhari dan Muslim). Dari kedua riwayat tersebut dapat diambil suatu konklusi, bahwa jumlah rakaat shalat malam atau tarawih tak harus 11 rakaat, boleh lebih dari itu.
Berbicara sejarah jumlah rakaat Tarawih, sewaktu masa khalifah Umar hingga Ali, shalat tarawih dikerjakan sebanyak 20 rakaat dan 3 rakaat untuk shalat witir. Para ulama Jumhur (mayoritas) juga menetapkan jumlah shalat tarawih seperti itu, Imam Malik menetapkan bilangan shalat tarawih sebanyak 36 rakaat dan 3 rakaat untuk shalat witir. Ibnu Hubban menjelaskan, bahwa shalat tarawih pada mulanya adalah sebelas rakaat. Para ulama salaf mengerjakan shalat itu dengan memanjangkan bacaan, kemudian dirasakan berat, lalu mereka meringankan bacaannya dengan menambah rakaat menjadi 20 rakaat, tidak termasuk witir. Ada lagi yang lebih meringankan bacaannya sedangkan rakaatnya ditetapkan menjadi 36 rakaat, selain witir”. (lihat Prof Hasbi As-Shiddieqy, Pedoman Shalat, 1991).
Sebelum menutup uraian singkat ini, andaikan seseorang mau melaksanakan 2, 4 atau cuma 6 rakaat tarawih tidak apa-apa. Malah tidak tarawih pun boleh. Bukankah tarawih itu tidak wajib. Jadi intinya tidak perlu hal-hal seperti ini dianggap aneh atau asing. Islam itu mudah, yang bikin ruwet adalah pemeluknya sendiri.