Sebuah kisah sampai kepada saya dari sebuah kota di Jawa. Kisah ini adalah tentang seorang Ahli Bait Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang dalam bahasa awam dikenal dengan sebutan ‘Habib’. Kita sebut beliau sebagai Habib Fulan, seorang ulama Ahlus Sunnah wal Jamaah yang memiliki ghirah keislaman yang tinggi.
Suatu kali beliau kedatangan seorang kawan dari Pasuruan yang lama tidak bersua. Sang kawan ini dulunya adalah seorang lelaki shalih yang baik berakidah Sunni. Namun kini, sebuah berita telah sampai pada Habib Fulan bahwa kawannya itu telah berpindah akidah menjadi pengikut Syiah. Kita sebut ia dengan nama Alan.
Kondisi akidah Alan itu membuat Habib Fulan prihatin, terlebih lagi kawannya itu tersesat dalam agama yang jauh dari tauhid dan Islam.
Maka terjadilah dialog antara Habib Fulan yang Sunni dengan Alan yang Syiah.
“Apa kabarmu dan keluargamu? Dan dimana engkau sekarang tinggal?” tanya Habib Fulan.
“Alhamdulillah bi khair, Bib. Saya sekarang di Pasuruan, keluarga semua ala kulli hal, mabsuthin. Alhamdulillah Bib, saya bersyukur dikaruniai Allah keluarga yang baik. Dapat isteri shalihah. Kalau emas sih 24 karat, mertua ana juga, masya Allah.”
“Alhamdulillah ya. Anak ente berapa?
“Tiga, Bib. Dan ketiganya juga sudah nikah. Saya pun dapat menantu-menantu yang luar biasa akhlaknya….. Shallallahu ala Muhammad wa alihi.”
“Luar biasa ya, kalo begitu kamu ini lebih hebat dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam…..!” ungkap Habib Fulan.
“Apa, Bib? Astaghfirullahal adzim, jangan bicara begitu, Bib. Allahumma shalli ala Muhammad wa alihi! Yang bener ’ammi…. , saya dibanding Rasulullah?…. Shalli alaih, shalli alaih wa aalih…!” ungkapnya menyampaikan keterkejutan atas ‘pujian’ Habib Fulan sembari terus mengumandangkan shalawat.
“Kenapa enggak, ya Akhi? Bukankah keluargamu sungguh ideal. Engkau bisa dapat isteri yang shalihah, mertua dan besan, serta menantu-menantu yang tidak ada cela, semuanya masyaAllah istimewa.”
“Sementara Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam,” lanjutnya, “mendapatkan isteri-isteri yang jahat, mertua-mertua yang murtad dan khianat, menantu yang murtad juga khianat, dan seterusnya dan seterusnya…”
Tentu saja Habib Fulan sedang menyindir akidah Syiah yang dianut Alan, karena dalam akidah Syiah, istri-istri Nabi Muhammad yakni Ummul Mu’minin Aisyah dan Hafshah merupakan dua wanita jahat yang memusuhi imam Syiah. Dua besan Nabi Muhammad, yakni Khalifah Abu Bakar Ash Shiddiq dan Amirul Mu’minin Umar bin Al Khathab adalah dua orang yang murtad sepeninggal Nabi, keduanya dalam akidah Syiah dianggap berkhianat karena merebut kekhalifahan dari tangan Imam Syiah. Demikian juga menantu Nabi, Khalifah Utsman bin Affan dihukumi murtad dan khianat oleh Syiah.
Seketika mendengar penjelasan Habib Fulan,sang teman yang Syi’ah itu pun terhenyak dan terpaku oleh jurus dakwah yanhg cerdas diplomatis namun tetap santun itu.
Maka, dengan hidayah Allah, teman Syiah itu pun mulai sadar akan kesalahannya. Seraya menunduk terus beristighfar dan bershalawat, ia pun akhirnya kembali ke jalan Ahlus Sunnah wal Jama’ah, meninggalkan akidah kebencian Syiah.
Segala puji hanya bagi Allah…