Beberapa waktu lalu ada seorang kawan yang mengikuti tes menjadi dosen di sebuah universitas swasta di kota Lamongan, Jawa Timur. Semua sudah dipersiapkan dengan matang, mulai dari materi hingga teknis hari-Hnya disana. Sampai hari H semuanya lancar saja tanpa ada halangan yang berarti.
Disana, tes dapat dilaluinya dengan lancar. Semua terasa baik-baik saja. Kembali ke Jogja dnegan selamat tanpa kurang apapun. Menurut panitia penerimaan, pengumuman akan diberikan sekitar 2 pekan setelah tes dilakukan melalui telepon. Hingga 2 pekan kemudian tidak ada hal spesial apapun yang terjadi. Tiba pada hari-H pengumuman, teman-temannya mendapatkan kabar bahagia. Kabar yang menyatakan diterima sebagai dosen tetap di universitas tersebut. Namun hingga hari itu berlalu tidak ada panggilan untuknya. Kecewa? Meskipun sedikit, tentu saja ada.
Cerita lain, ada seorang adik yang mendaftar kuliah ke berbagai universitas. Mulai dari jurusan teknik, kedokteran, bidan, keguruan dan lain sebagainya. Minggu ini ikut tes di jurusan teknik, minggu depan di jurusan kedokteran, pekan selanjutnya di kebidanan, dan seterusnya. Hidupnya dipenuhi jadwal tes masuk universitas. Dia sangat ingin masuk kebidanan. Sebab itu, bukan hanya satu lembaga yang coba dia daftar, ada sekitar 3 atau 5 lembaga. Berbeda dengan jurusan lain yang hanya sebagai ‘ban serep’, hanya satu universitas saja yang dia coba.
Berkali-kali ujian di lembaga kebidanan tidak pernah lolos. Uang pendaftaran melayang begitu saja. Hingga akhirnya tinggal satu tes lagi yang harus dilaluinya, kalau pun yang ini gagal, berarti dia harus masuk ke universitas swasta atau malah tahun depan baru bisa kuliah.
Tibalah hari-H tes masuk. Semua berjalan lancar. Tidak ada yang aneh. Sama seperti tes-tes sebelumnya. Hingga tiba hari-H pengumuman, atas ijin Allah dia lolos program studi pendidikan Biologi di universitas negeri di kota pendidikan. Impian untuk menjadi bidan dia kubur dalam-dalam.
Singkat cerita saat semua gegap gempita sudah terlewati, keduanya berbincang dengan ibunya. Jawaban yang jujur namun bisa jadi menjadi sebab semua ikhtiar mengarahkan ke tujuan kedua bahkan ketiga adalah bahwa sang ibu tidak rela sang anak pergi jauh (pada cerita pertama) dan pada yang kedua, sang ibu lebih ingin anaknya menjadi guru. Maka pecahlah tawa keduanya. Oalah….
Kadang kita lupa menyadari bahwa didekat kita ada kunci yang membuat doa kita terkabul. Sehingga kita giat berikhtiar namun lupa membuka kunci doa.
Tiga doa yang mustajab yang tidak diragukan lagi yaitu doa orang tua, doa orang yang bepergian (safar) dan doa orang yang dizholimi.” (HR. Abu Daud)