Ternyata yang melapor ke dewan HAM PBB tentang ketidaktoleransian umat Islam adalah orang-orang dari kelompok liberal. Saya menyesalkan hal ini. Menurut saya, mereka berjuang setengah hati. Di satu sisi mereka sangat membela hak-hak orang minoritas, tetapi di sisi lain mereka sama sekali tidak membela orang-orang yang tertindas. Siapa yang tertindas? Umat Islam. Ketika ada kasus tentang umat Islam yang ditindas di daerah mayoritas berpenduduk agama lain, mereka diam membisu. Namun, ketika ada kasus yang menimpa umat agama lain, mereka bersuara lantang laiknya para pendukungnya. Padahal sedikit sekali kasus yang terjadi. Di mana mereka saat terjadi kasus Ambon, Poso, NTT, dan daerah konflik lainnya?
Fakta-fakta yang mereka ungkapkan tidak sesuai dengan realitas yang sesungguhnya. Lihat saja data-data pertumbuhan rumah ibadah berikut ini: Merujuk data Kementerian Agama tahun 2008, jumlah umat Islam di Indonesia mencapai 88,8 %. Namun, jumlah tempat ibadahnya 64,8 % saja. Sementara jumlah pemeluk Kristen Protestan nasional mencapai 5,7 % dengan jumlah tempat peribadatan 15, 38 %, dan pemeluk Katholik nasional mencapai 3 % dengan jumlah tempat peribadatan 3.72 %.
Sejarah umat Islam adalah sejarah toleransi. Sedangkan sejarah mereka dipenuhi dengan pembantaian. Tapi sangat disayangkan sejarah Islam disuramkan kemudian diputarbalikkan. Sehingga yang terpampang di hadapan sebagian orang terutama yang terbaratkan adalah kejelekan umat ini. Mereka adalah orang-orang yang terjebak ke dalam pusaran media jahat. Mereka tidak melihat wujud asli Islam langsung ke sumbernya. Yaitu sumber sejarah yang otentik. Itulah apa yang saya sebut sebagai “kemalasan mental” karena mereka tidak mengkajinya berdasarkan sumber sejarah yang otentik, melainkan hanya dari media-media yang pekerjaannya senang menghina Islam.
Bacalah fakta-fakta intoleransi orang-orang kafir berikut ini:
Canadian Islamic Congress mengkompilasi kejadian demi kejadian semenjak perang salib yang pertama (the Crusaders I, 1095-1099), dimana sekitar 70000 muslim di Jerussalem dibantai habis sampai dengan pembantain yang dilakukan oleh Israel atas bangsa Palestina saat ini.
Berikut adalah beberapa korban genosida Muslim sepanjang sejarah, sebagaimana dirilis oleh By The Canadian Islamic Congress:
- 70.000 penduduk Yerusalem, sebagian besar umat Islam, dibantai oleh Tentara Salib Eropa pada tanggal 15 Juli 1099, pembantaian itu menyebabkan banjir darah sedalam pergelangan kaki.
- Setelah pembantaian Antiokhia oleh Tentara Salib Eropa pada Juni 1098 dimana tak ada seorang Muslimpun masih hidup. Pembantaian juga terjadi di Asklan (1099), Aka (1104), Antiokhia (1098), Beruit (1110) dan Tropolie (1102).
- Masa Inkuisisi di Spanyol dan Portugal (1834), pilihan bagi umat Islam adalah pergi, konversi atau dibakar di tiang. Keputusan tersebut baru dicabut pada 15 Juli 1834, setelah semua Muslim terbunuh atau lari. Pembantaian Muslim juga terjadi di Toledo (1085), Lisbon (1147), Cordoba (1236), Seville (1248), Maria (1266) dan Granada (1492).
- Mongol membantai jutaan Muslim di India, Persia, Irak dan Asia Tengah, termasuk membantai Khalifah Abbasia dan pejabat-nya (1219-1260). Peristiwa the Sack of Baghdad (13 Februari 1258) membantai penduduk selama lebih dari 17 hari di mana dua juta umat Islam dibantai di sana.
- Di Bosnia, Kosovo dan Chechnya (1992-sekarang), lebih dari 200.000 Muslim dibantai dan lebih dari 1,5 juta Muslim terluka, menjadi tunawisma atau diasingkan. Lebih dari 50.000 muslim wanita dan anak perempuan diperkosa.
- Masa awal berdirinya Amerika, sekitar 15 juta orang Afrika dibawa sebagai budak ke Amerika. Lebih dari setengahnya adalah Muslim. Lebih dari 3 juta tewas di laut, lebih dari setengahnya adalah Muslim.
- Setelah pembantaian Deir Yassin, Palestina, 9-10 April 1948, dimana 250 dibunuh oleh pemukim Yahudi bersenjata, sekitar 100 ribu meninggalkan rumah mereka karena ketakutan. Dan saat ini lebih dari 3 juta warga Palestina menjadi pengungsi atau dan orang-orang buangan.
- Tentara Israel Letnan Dunhan melaporkan kepada petugas perintahnya, setelah 29 Oktober 1956 pada pembantaian Kafr Qasem,” 43 telah ditembak tidak termasuk 15 yang dari Arab, sulit untuk dihitung …”
- Selama 15-18 September 1982, milisi Phalagist yang didukung Israel membantai 50.000 orang Palestina, diperkirakan di kamp pengungsi Sabra dan Shatila di Libanon.
- Selama tahun 1932-1957, di kamp konsentrasi Vorkuta Arktik, Rusia, sebanyak 6 juta orang meninggal dan lebih dari sepertiganya adalah Muslim.
- Pada tanggal 25 Februari 1994, warga Yahudi menembak mati dengan darah dingin sebanyak 60 Muslim di Masjid Ibrahimi, Hebron. Selanjutnya tiga puluh orang lebih meninggal ketika mereka berdemonstrasi menentang pembantaian tersebut.
- Pada tanggal 16 Maret 1988, di kota Kurdi Halabja (populasi 45.000), Irak, dibombardir dengan senjata kimia (oleh rezim Saddam Husain). 5.000 orang diperkirakan meninggal dan 1.000 lainnya mengalami luka serius.
- Selama 8 tahun terakhir, pasca invasi Amerika ke Irak, seluruh penduduk Irak berada dalam kondisi horror, lebih dari 1 juta meninggal termasuk 575.000 anak-anak.
- Ribuan Muslim dibantai di Filipina, Kashmir dan Thailand (sejak 1970′s-sekarang).
- Pada tanggal 18 April 1996, lebih dari 100 Muslim dibantai di kompleks PBB di Qana, Lebanon oleh tentara Israel.
- Jutaan warga sipil Muslim dibantai oleh kekuatan kekaisaran Eropa di Afrika dan Asia (1500 ke 1900-an).
- Ratusan ribu Muslim dibantai selama dan sebelum partisi India pada 1940-an.
- Ribuan warga sipil Muslim menjadi korban pemboman Israel dan pemboman di Lebanon Selatan selama 26 tahun terakhir. Ratusan ribu orang mengungsi.
Seorang ulama salafy Mesir, Syaikh Muhammad Hasan berkata bahwa: “Saya berpesan kepada saudaraku umat Nashrani Koptik: “Demi Tuhan memiliki Ka’bah! Sungguh kalian hidup bersama kami berabad-abad dan kalian akan tetap hidup bersama kami berabad-abad lagi ke depannya dengan aman, tentram di bawah syariat Allah swt. dan Rasul-Nya, karena pengikut syariah tidak akan rela kezhaliman menimpa kalian selamanya, karena kalian adalah wasiat Nabi Muhammad saw., kami dan kaliam menaiki bahtera satu, jika bahtera ini selamat, maka kita semua akan selamat, jika bahtera ini hancur maka kita semua hancur.”
Dalam peperangan Tartar di negeri Syiria banyak orang-orang Islam, Yahudi, dan Nashrani menjadi tawanan pasukan Tartar. Syaikh Ibnu Taimiyah dengan gagah berani menemui pemimpin Tartar untuk membicarakan persoalan tawanan dan pembebasan tawanan mereka. Pemimpin Tartar mengabulkan pembebasan tawanan kaum muslimin saja, tidak dengan kaum Nashrani dan Yahudi. Namun Syaikh, yang di dunia Barat dikenal sebagai ulama fundamentalis-ekstrimis, menolak! Ia berkata: “Yang harus dibebaskan adalah semua tawanan yang ada pada Anda, termasuk kaum Yahudi dan Nashrani. Mereka ini adalah ahli dzimmah kami. Kami tidak akan membiarkan seorang tawanan pun baik dari ahli dzimmah maupun ahli millah.” (lihat buku Peradaban Islam Dulu, Kini dan Esok karya Dr. Musthafa As Siba’i, lihat juga buku Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah karya Abul Hasan Ali An Nadwi ).
Bila kita melacak sejarah Islam dan agama lain, niscaya kita akan temukan bahwa Islam adalah agama yang paling terbuka dalam menyikapi perbedaan. Dalam kitab “Futuhul Buldan”, Al-Baladzuri mengungkapkan bagaimana Nabi Saw dengan piagam Madinah-nya, bukan saja menerima hidup berdampingan dengan non muslim, tetapi juga mengakui keberadaan tempat ibadah mereka. Lebih jauhnya, Al-Baladzuri menulis bahwa ketika penaklukan kerajaan Romawi, tak ada satupun gereja yang diruntuhkan oleh pasukan muslim. Bahkan gereja kristen koptik di Mesir, masih kita lihat megah berdiri dari sejak pembangunannya pada masa dinasti Umayyah.
Itulah hakikat sejarah yang sesungguhnya. Toleransi yang dibangun Islam adalah toleransi yang penuh keikhlasan dan ketulusan. Bukan toleransi semu dan palsu. Bukan toleransi penuh kemunafikan dan kamuflase. Di depan ngomong A, tapi di belakang ngomong B. Di depan bermanis bibir, di belakang menjadi orang bengis.
Kami berkuasa maka pemaaf sifat kami,
Tatkala kalian berkuasa
Darah pun mengalir rata
Tidaklah mengherankan perbedaan diantara kita
Karena setiap bejana merembes sesuai isinya.
(Dr. Musthafa As Siba’i)