Ujian Nasional Dan Ujian Moral Bangsa

Dalam hitungan hari,  para siswa yang tengah mengenyam pendidikan formal di SD, SMP dan SMA menghadapi sebuah ujian berskala nasional yang menentukan masa depan mereka, paling tidak untuk beberapa tahun ke depan. Ya, Ujian Nasional (UN) tengah menunggu mereka. Nampaknya ujian yang menjadi syarat kelulusan bagi jenjang yang telah disebut di awal menjadi kata-kata yang sangat menakutkan, setidaknya bagi beberapa kalangan. Tidak hanya bagi siswa yang akan menghadapinya, tetapi juga bagi orang tua mereka atau bahkan guru-guru yang telah memberikan pengajaran selama tiga sampai enam tahun silam. Para orang tua risau akan nasib pendidikan formal yang hendak dienyam oleh putra-putrinya. Sementara itu, para guru pengajar diliputi rasa was-was karena UN ini dianggap sebagai pertaruhan kredibilitas.

Kebanyakan orang menganggap bahwa UN ini merupakan bentuk ujian akan kemampuan para siswa dalam menyerap materi yang telah diajarkan. Namun, penulis beranggapan bahwa sesungguhnya UN ini adalah salah satu bentuk ujian mental bagi segenap bangsa, bukan hanya bagi para siswa. UN tengah menguji seluhur  apa “moral” bangsa ini.

Masih jelas dalam ingatan kita, kasus UN tahun 2011 silam dimana seorang siswa sekolah dasar dipaksa oleh sang guru untuk memberikan contekan kepada rekan-rekannya. Kode-kode dan trik-trik telah disiapkan oleh sang guru untuk memuluskan aksi contek-mencontek ini. Alif, bocah kecil yang diminta memberikan contekan itu akhirnya mengadu kepada orang tuanya hingga berita ini heboh dan sempat menjadi headline selama beberapa hari di media nasional. Bahkan, kasus yang menindas bocah ini turut menjadi perhatian aparat penegak hukum tertinggi di tanah air kala itu.

Rahasia umum bahkan di anggap lumrah

Kasus Alif yang sempat diangkat media ini sebenarnya hanya fenomena gunung es. Di luar sana banyak Alif-Alif lain yang menjadi korban akan kasus serupa. Sudah menjadi rahasia umum jika pelaksanaan UN  sering diwarnai kecurangan, baik oleh peserta UN, para staf pengajar atau bahkan instansi-instansi terkait. Para Siswa yang kurang pede pada kemampuannya sering berusaha mendapatkan contekan dari kawannya, yang dianggapnya lebih pandai. Tak jarang mereka mempersiapkan aksi-aksi mereka jauh-jauh hari sebelum UN digelar. Sayangnya, banyak kalangan yang mentolerir perbuatan tercela ini. Bahkan tak sedikit yang justru mendukung aksi mereka ini.

Bahkan di beberapa sekolah, aksi-aksi mereka ini dikoordinir langsung oleh guru-guru mereka. Lihatlah kasus yang menimpa Alif, bagaimana kode-kode yang diajarkan oleh gurunya. Adapula kisah Muhammad Abrari, siswa kelas enam SD 06 Pesanggrahan Jakarta, yang mengalami nasib serupa. Para guru yang semestinya memberikan pengajaran akhlak yang baik pada siswanya justru mengajarkan perbuatan-perbuatan picik yang tercela ini. Jika generasi muda yang katanya menjadi tumpuan bangsa ini sudah diajari berbuat curang di kala mereka masih belia, bagaimana tidak mungkin akan terlahir pemimpin-pemimpin Korup penipu rakyat di kemudian hari? Jika kecurangan dianggap lumrah, bagaimana mungkin hukum akan berdiri gagah?

Untuk Tenaga Pendidik dan Segenap Adik-adik

Di akhir tulisan ini, penulis ingin berbagi nasehat dengan para pendidik. Pak, Bu, anda ini adalah para guru yang semestinya digugu lan ditiru (dipatuhi dan dicontoh) oleh murid-muridmu. Jika hanya demi kelulusan yang seratus persen kau ajarkan tipu-tipu kepada anak didikmu, dimana sumpah baktimu yang dulu kau ucapkan untuk negeri yang  lebih makmur dan maju? Demi Allah, kejujuran dan akhlak mereka lebih dibutuhkan negeri ini ketimbang hanya secarik kertas kelulusan bila dipenuhi aksi tipu-tipu. Negeri ini tengah sakit. Jangan tambah kau racuni negeri ini. Biarkan anak-anak muda itu menjadi generasi yang mengobati negeri ini. Percayalah pada mereka, putra-putri terbaik yang telah kau asuh selama ini.

Bila Ibu Bapak sudah menanamkan kejujuran pada mereka dalam menghadapi segala ujian, berjuta salam takzim tengah menghampirimu, tak hanya dariku, tapi juga bangsa ini. Bahkan para malaikat yang tengah mempersaksikanmu turut mendoakan dirimu.

Untuk adik-adikku sayang, percayalah pada dirimu. Kakak tahu kalian mampu. Jangan kau gadaikan hatimu hanya demi goresan-goresan angka di atas lembar Ijasahmu. Tanyakan pada hatimu, puaskah engkau bila nilai-nilai itu tidak murni dari jerih payahmu? Bukan nilai-nilai itu yang ditunggu bangsa ini. Akhlakmu-lah yang akan membangunkan bangsa yang tengah tertunduk lesu. Gairahkan negeri ini dengan semangat dan kejujuranmu. Selamat Berjuang mempertahankan kejujuran. Selamat berjuang meraih impian. Selamat berjuang menempuh Ujian Nasional. Sekali lagi, SELAMAT BERJUANG!!!

oleh: Catur Setyo Nugroho, Curup
facebooktwitterblog