Hidup yang tengah kita arungi memang semakin ganas. Badainya semakin kencang, ombaknya semakin meninggi, onak dan duripun semakin bertebaran. Ia tidak pernah sepi dari intrik, tipu daya, makar dan berbagai godaan yang dilancarkan oleh setan dan balatentaranya. Beruntung, Allah yang telah menciptakan kita, memberikan kita senjata ampuh yang bisa menangkal setiap godaan itu. Senjata itu bernama Dzikir.
Wujud Syukur
Cobaan yang diberikan kepada kita memang berjumlah melimpah. Namun, jika mau jujur, sesungguhnya nikmat yang diberikanNya pun tidak kalah melimpahnya. Bahkan, berulang kali Allah menyatakan bahwa jika kita menghitung nikmat Allah, maka kita tidak akan pernah bisa melakukannya. Dalam redaksi lain juga disebutkan, “Katakanlah: Sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku, sungguh habislah lautan itu sebelum habis (ditulis) kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula)” (Al-Kahfi 18 : 109 ).
Cara yang harus kita lakukan dalam menyikapi keberlimpahan nikmat yang Allah berikan itu adalah dengan bersyukur, berterima kasih dengan sungguh-sungguh atas nikmat yang telah Allah berikan. Syukur, salah satunya bisa kita lakukan dengan Dzikir, mengingat Allah. baik dengan hati, lisan terlebih lagi dengan perbuatan. Firman Allah, “Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah” ( Al Kautsar 108 : 1-2 ). Dari ayat ini, bersyukur bisa dilakukan dalam 2 hal yaitu shalat dan berqurban. Kedua jenis syukur ini, merupakan salah satu ibadah hati, lisan dan fisik yang muaranya adalah mengingat Allah (Dzikrullah ).
Jika yang kita lakukan adalah mensyukuri setiap pemberianNya, maka Yang Maha Pemurah akan mengganjar tunai syukur kita sesuai dengan janjiNya, “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” ( Ibrahim 14 : 7 )
Cara Menenangkan Jiwa
Dzikir sebagai salah satu senjata yang Allah berikan kepada kita, bermanfaat pula untuk menenangkan jiwa para pelakunya. Di zaman yang serba instan ini, -dimana budaya pragmatis sudah mendarah daging, kehidupan ibarat rimba raya, serta aneka hiruk pikuk duniawai yang kadang tidak bermanfaat dan tidak kita inginkan- dimana kesemuanya itu selalu hadir dalam tiap jenak kehidupan kita. Hal ini benar-benar menguras tenaga dan ketenangan jiwa kita sebagai manusia yang secara naluri membutuhkan ketenangan.
Oleh karena itulah, Allah menjanjikan sebuah obat yang sangat mujarab untuk menenangkan hati kita. Tidak perlu bayar mahal, jauh-jauh ke luar negeri dan aktivitas lainnya yang disinyalir bisa memberikan ketenangan. Apalagi dengan berbagai pelampiasan salah kaprah yang justru merugikan pelakunya. Obat dari Allah itu berupa dzikrullah, sebagaimana disebutkan dalam kalamNya, “(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram” ( Ar Ra’d 13 : 28 )
Tentunya, ketenangan ini akan Allah berikan kepada siapa saja yang menyenandungkan dzikir dengan cara yang benar. Yaitu sesuai dengan apa yang telah Allah perintahkan melalui RasulNya. Bukanpula cara baru yang dibuat-dibuat apalagi terdapat ritual syirik dan menyimpang di dalamnya.
Kenalan kepada Allah
Sebagai umat yang baik, kita seharusnya mengenal siapa pencipta kita. Pengenalan yang baik kepada Dia akan berdampak sangat positif, baik dalam kehidupan di dunia terlebih lagi kehidupan di akhirat. Hal ini sangatlah wajar, karena sejatinya, ketika kita mengenalNya dengan benar, maka kita tidak akan menjumpai sedikitpun kecacatan pada setiap kuasa dan ketentuanNya. Pengenalan yang benar kepadaNya akan membuat diri semakin mawas diri dan tahu bagaimana seharusnya bertindak sebagai seorang hamba terhadap RabbNya.
Pemahaman seperti ini akan membuat kita menjadi hamba yang bijak. Bersyukur saat diberi nikmat, dan bersabar saat ditamui musibah. Kesemuanya ini akan dijadikan sebagai sebuah pembelajaran yang akan semakin mendekatkan diri kepada Allah. Dan sarana yang paling tepat untuk mengenalNya adalah denan Dzikir, mengingatNya dalam setiap jenak kehidupan. Dimanapun, kapanpun dan dalam keadaan seperti apapun, “Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat” (Al Baqarah 2 : 186 ).
Semakin bagus kuantitas dan kualitas Dzikir kita, maka akan semakin mudahlah jalan kita untuk mengenalNya. Karena sejatinya, Dia sangat dekat dengan kita. Lebih dekat dari urat nadi kita, sedekat bagaimana kita mendekatinya. Begitupun sebaliknya, Ia akan jauh. Sejauh kita menjauhinya.
Instropeksi
Kehidupan yang kita jalani memang tidak selalu lurus. Kadang kita melenceng dari jalan yang telah ‘digariskanNya’. Entah karena tidak tahu, atau secara sengaja mengikuti jalan yang salah. Hal ini adalah wajar mengingat kita hanyalah manusia yang memang dilengkapi dengan dua komponen : Baik dan Buruk.
Oleh karenanya, setiap saat kita memerlukan dzikir sebagai sarana untuk mengoreksi diri. Ia kita perlukan sebagai rambu-rambu dalam perjalanan kehidupan kita, agar tetap tegar dalam jalur kebenaran dan segera kembali kepada jalur kebenaran jika ternyata sedang berada di jalur yang menyesatkan.
Dalam hal ini, dzikir akan berfungsi juga sebagai pengingat. Ia akan mengingatkan manakala diri lalai dari melaksanakan kewajiban yang telah Allah gariskan untuk kita lakukan.
Sarana Perbaikan Diri dan Bangsa
Pekerjaan yang tidak akan pernah usai bagi seorang mukmin adalah memperbaiki diri. Ia akan terus dilakukan hingga diri benar-benar berada di liang kubur. Ketika nafas masih berhembus, maka proses perbaikan itu harus terus dilakukan, sesuai kemampuan diri. Jika kegiatan ini berhenti, maka yang terjadi adalah mukmin yang puas dengan kebaikan yang sedikit. Bahkan berhentinya proses ini bagi setiap mukmin akan berdampak pada lahirnya orang-orang yang merugi lantaran hari ini sama dengan kemarin dan esok tidak lebih baik dari hari ini.
Perbaikan diri yang berkelanjutan, sejatinya adalah upaya pasti untuk memajukan sebuah peradaban. Karena peradaban, sebesar apapun, hanya disusun oleh kumpulan individu. Maka, baik dan tidaknya seseorang akan sangat berpengaruh bagi peradaban dimana orang itu hidup.
Sejarah telah membuktikan, betapa mulianya genarsi awal islam. Mereka berhasil menguasai ‘wacana global’ dan memimpin dunia lantaran dihiasi oleh individu-individu cemerlang yang terus menerus menguhubungkan dirinya dengan Allah melalu dzikir. Mereka selalu ‘membawa’ Allah dalam setiap aktivitas mereka. Sehingga mereka akan memberikan yang terbaik untuk Allah, sebagaimana Allah telah memberikan yang terbaik untuk mereka.
Golongan ini tidak akan pernah berbuat curang, manipulasi, korupsi atau tindakan keji lainnya. Karena mereka selalu merasa diawasi oleh Allah lantaran dzikir yang terus dilakukan. Jangankan untuk membohongi pihak lain, terhadap diri sendiripun mereka akan senantiasa berlaku jujur. Karena mereka sadar, sesadar-sadarnya, bahwa apa yang dilakukannya akan dimintai pertanggung jawaban di hadapan Allah, kelak di hari kiamat.
Akhirnya, kita akan terus mencoba untuk menjadi pribadi yang membumikan dzikrullah, membawa Allah dalam setiap jenak kehidupan kita. Kita akan berupaya untuk mengingat Allah dalam setiap aktivitas kita, agar Allah juga sering menyebut-nyebut nama kita dalam majlisNya di langit.
Semoga kita dimudahkan oleh Allah untuk menjadi pribadi yang selalu membasahi bibir, hati dan laku dengan dzikrullah. Sehingga tak ada lagi waktu dan potensi untuk berkata atau berlaku buruk. Apalagi jika sekedar mengatakan yang tidak bermanfaat, menggunjing sesama atau memfitnah saudara semuslim lainnya. Semoga.
*Artikel ini juga dimuat di Harian Analisa – Medan, rubrik Mimbar Islam edisi Jum’at, 27 Januari 2012