Untuk Kita Renungkan

Sebuah renungan di pagi hari..

Alhamdulillah, di pagi ini Allah mengumpulkan kita dengan begitu banyak nikmat. Nikmat bisa bangun pagi. Karena tidak ada yang bisa menjamin seseorang itu dapat bangun setelah ia tidur. Kalau kita perhatikan, proses bangun dan tidur itu sangat misterius. Pernahkah kalian memikirkan bagaimana proses hilangnya kesadaran saat tidur? Saya pernah. Saya coba berpikir bagaimana kesadaran ini hilang lalu beralih ke mimpi. Tapi hasilnya, malah saya tidak bisa tidur jadinya. Begitu pula proses bangun tidur. Sama-sama misterius. Bagaimana proses munculnya kesadaran kita kembali? Adakah yang dapat menjamin kita bisa bangun lagi setelah tidur? Bahkan terkadang jam weker sudah berbunyi saja belum bisa membangunkan kita dari tidur. Masya Allah..

Bagaimana, masih ngantuk? Ya nikmati saja. Karena ngantuk itu juga nikmat, loh! Ada orang yang punya penyakit tidak bisa tidur. Nama penyakitnya insomnia. Secara psikis, orang yang jarang tidur akan berpengaruh kepada emosinya. Makanya kalau kita ketemu sama orang yang kurang tidur, pasti kita mendapati muka orang itu kusut, jutek, dan sensitif.

Hm, segar ya udara pagi ini. Nikmatin dah. Mumpung ada. Jarang-jarang kan kita bisa merasakannya. Kalau di Ciputat mah macet, panas, dan banyak polusi. Renungkanlah, betapa nikmat udara ini mahal sekali sebetulnya. Allah kasih gratis buat kita! Kita boleh hirup sepuasnya. Bayangkan, kalau Allah kasih harga udara sekali sedot itu Rp 100,- saja. Murah kan ya Rp 100,-? Paling beli permen dapat satu. Tapi itu untuk sekali sedot. Coba, kalau dari kecil sampai sekarang, berapa duit yang harus kita bayar untuk udara yang kita hirup? Masya Allah.. Lihatlah, betapa berharganya udara ini di rumah sakit. Satu tabung oksigen begitu mahal harganya. Itu pun hanya bertahan untuk beberapa hari saja. Sementara sekarang, Allah masih memberikan kita kemudahan untuk menghirup udara segar pagi ini, dengan gratis.

Ginjal juga. Kalau dipikir-pikir, kita masih bisa hidup dengan satu ginjal, kan? Tapi kenapa Allah kasih dua? Baik banget kan Allah sama kita. Dengan adanya ginjal, racun dalam tubuh bisa disaring. Lihatlah orang-orang yang punya penyakit gagal ginjal. Kulit mereka jadi kuning lantaran racun dalam tubuh mereka tidak dapat disaring. Alhasil, mereka harus bolak-balik ke rumah sakit untuk cuci darah. Bayangkan, berapa biaya yang harus mereka keluarkan untuk sekali cuci darah? Mahal sekali. Dan itu pun tidak cukup sekali dua kali cuci darah, tapi untuk seterusnya! Masya Allah..

Bersyukurlah, Saudaraku.. Allah masih memberi kita kesempatan kepada kita dengan memberi kita nikmat yang begitu banyak ini. Namun terkadang kita tidak sadar dan terlupa. Padahal Allah sudah mengingatkan kita dalam surah yang sudah lama kita hapal, al-Kautsar:

 Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. [QS. Al-Kautsar: 1]

Bahkan, coba bayangkan Saudaraku, sejak kecil hingga sekarang Allah telah menjaga kita, sehingga kita masih berislam sampai sekarang. Terpikirkah, bagaimana jadinya kalau kita dilahirkan bukan di keluarga kita sekarang ini, tapi di Amerika atau Israel, atau di suku pedalaman yang jauh dari sentuhan Islam. Terbayangkah, apabila itu terjadi, sedang apa, di mana dan dengan siapa kita sekarang? Allahu ya Kariim..

Tapi Saudaraku, Allah melahirkan kita di keluarga yang sebaik-baiknya, dengan orang tua yang sebaik-baiknya, dan dengan tubuh yang sebaik-baiknya. Kepala kita di atas, bukan di bawah. Kuping kita di kanan-kiri, bukan depan-belakang. Coba di depan, kalau kita ngobrol pasti terasa pengang. Mata dua-duanya di depan, bukan di belakang. Karena kalau di belakang pasti kelilipan terus sama rambut. Lubang hidung pun menghadap ke bawah, bukan ke atas. Bayangkan kalau di atas, mungkin kita repot banget kalau hujan. Lalu di atas mata ada bulu mata dan alis. Kalau tidak ada, pasti kita kedap-kedip melulu karena perih. Kedua tangan juga Allah tempatkan di kanan dan kiri, bukan depan-belakang. Coba kalau di depan-belakang. Mau naik motor repot banget kan.

Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan? [QS. Ar-Rahman: 13]

Yakinlah saudaraku, apa yang Allah berikan kepada kita, itu tidak ada yang sia-sia. Semuanya mengandung hikmah yang perlu kita syukuri. Termasuk keberadaan kita saat ini. Allah menakdirkan kita berkumpul di sini, lalu ikut agenda tarbiyah dan dakwah, pasti ada hikmahnya. Boleh jadi Allah ingin kita mencari butir-butir hidayah-Nya di sini, yang mungkin saja tidak orang lain dapatkan di tempat lain. Maka wajar apabila kita mencoba menghitung nikmat-nikmat yang Allah berikan kepada kita, niscaya kita tidak akan bisa menghitungnya.

Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tak dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. [QS. An-Nahl: 18]

Namun semua nikmat ini, tentu kembali kepada sebuah pilihan. Syukur atau kufur. Yakinlah, ketika kita kita bersyukur, Allah akan tambahkan nikmat itu. Maka wajar, apabila seseorang bersyukur, ia merasa tenang dan tenteram. Karena nikmat yang ia rasakan bukan perihal besar jumlahnya, tetapi keberkahan-Nya.  Ibarat kata, lebih baik punya uang seribu tapi berkah, daripada uang satu juta kalau tidak berkah.

Terkadang kita merasa itu nikmat, kalau banyak. Coba saudaraku makan es krim secangkir kecil. Enak, kan? Pasti kalau sudah habis kita merasa kurang. Tapi coba kalau di hadapan kita ada satu bak es krim, bagaimana rasanya? Mungkin saja rasanya jadi tidak seenak ketika jumlahnya secangkir. Begitu pula Allah memberi kita nikmat, pas ukurannya. Karena Allah Maha Tahu apa yang terbaik buat kita.

Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih. [QS. Ibrahim: 7]

Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui. [QS. Al-Baqoroh: 216]

Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezeki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar hanya kepada-Nya kamu menyembah. [QS. Al-Baqoroh: 172]

Maka sudah jelas Saudaraku, bersyukur adalah sebuah keniscayaan. Bersyukur adalah buah keimanan kita kepada Allah. Tidaklah orang beriman, apabila tidak bersyukur. Begitu pula sebaliknya, tidaklah orang bersyukur, makanala tidak beriman. Bersyukurlah! Karena hanya orang yang bersyukurlah yang dapat merasakan kenikmatan. Lantas bagaimana bentuk syukur itu? Abdullah Gymnastiar (Aa’ Gym) menyebutkan ada empat ciri orang bersyukur:

  1. Hati tidak pernah merasa memiliki, karena segala sesuatu di dunia ini adalah milik Allah.
  2. Apabila diberi nikmat, rajin mengucapkan syukur kepada Allah. Alhamdulillah…
  3. Orang yang bersyukur adalah orang yang selalu tahu berterima kasih.
  4. Menggunakan nikmat yang Allah berikan untuk mendekatkan diri kepada Allah.

Saudaraku, Allah baik banget sama kita. Banyak sekali nikmat yang Allah berikan, baik yang kita sadari atau tidak. Mungkin kita baru sadar itu nikmat kalau berkaitan dengan rezeki yang berlimpah, kecerdasan, kemudahan, dan lain sebagainya. Tapi sering kali kita tidak sadar tatkala Allah memberi kita nikmat, berupa ujian. Bayangkan, misalnya ketika kita sedang ngobrol dengan teman kita, mungkin saja ada ucap atau sikap kita yang ternyata kurang diterima oleh teman kita. Lantas teman kita jadi sakit hati. Tapi kita tidak sadar akan hal itu. Lalu ketika di perjalanan, mungkin kita terjatuh atau mendapat musibah lainnya. Saat itu pulalah, manakala kita bersabar, Allah menggugurkan dosa kita itu. Meskipun kita sebelumnya belum beristigfar, belum bertaubat. Tapi karena Allah sayang sama kita, Allah kasih kita ujian untuk membersihkan kita dari dosa, Saudaraku. Allah ingin menguji keimanan kita, Saudaraku. Ingatlah, bahwa ujian itu berbanding lurus dengan keimanan seseorang.

Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta. [QS. Al-‘Ankabut: 2-3]

Dan mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan (mengerjakan) salat. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk, (yaitu) orang-orang yang meyakini, bahwa mereka akan menemui Tuhannya, dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya. [QS. Al-Baqoroh: 45-46]

Maka tak ada jalan lain ketika Allah memberi kita ujian, Saudaraku, selain bersabar terhadap ketentuan-Nya. Hati kita akan sulit bersyukur dan bersabar, kemudian merasa berat ketika kehilangan sesuatu manakala hati kita merasa benar-benar memilikinya. Kalau kata band Letto, “Rasa kehilangan hanya akan ada, jika kau pernah merasa memilikinya.” Padahal, sebelumnya telah kita singgung bahwa apa yang kita punya itu bukanlah milik kita, tapi milik Allah, titipan Allah!

Saudaraku, bersabar itu bukan hanya ketika mendapat musibah. Tapi juga ketika taat kepada Allah, seperti ibadah, dakwah, dan tarbiyah. Juga ketika melawan hawa nafsu. Harus sabar, Saudaraku. Kalau tidak sabar, ya tidak nikmat rasanya. Maka kunci kedua untuk meraih kenikmatan setelah syukur adalah bersabar. Makan, kalau buru-buru pasti rasanya tidak nikmat. Salat juga, kalau tidak pakai tuma’ninah rasanya tidak nikmat. Semua yang buru-buru dan dikejar nafsu, pasti akhirnya tidak nikmat. Maka bersabarlah, Saudaraku. Karena hanya orang yang bersabarlah yang dapat merasakan kenikmatan. Tapi ingat, sabar bukan berarti pasrah tanpa ikhtiar. Digebugin preman, sabar. Dianiaya tanpa sebab, sabar. Nah, yang itu bukan sabar namanya. Yang namanya sabar itu terdapat sebuah kesungguhan dalam hati, kemudian teraplikasi dalam sebuah tindakan yang pasti.

Saudaraku, mengapa perihal syukur dan sabar ini kembali kita bahas?  Karena dua hal ini begitu penting, Saudaraku. Telah lama kita mengenal dua konsep ini, tapi sudahkah kita benar-benar meresapi dan mengamalkannya? Sudahkah menghujam dalam karakter kita? Karena keduanya adalah buah iman, Saudaraku. Bersyukur ketika mendapat kenikmatan dan bersabar ketika mendapat musibah. Ketahuilah Saudaraku, nikmat dan musibah adalah ujian dari Allah. Masalahnya bukan apa yang Allah berikan kepada kita, tetapi bagaimana kita dalam menyikapi semua ketetapan-Nya?

Sabar yang sebenarnya ialah sabar pada saat bermula (pertama kali) tertimpa musibah. (HR. Bukhari)

Iman terbagi dua, separo dalam sabar dan separo dalam syukur. (HR. Al-Baihaqi)

Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kami lah kamu dikembalikan. [QS. Al-Anbiya’: 35]

Allahu a’lam bishowab…

 

Oleh: Deddy Sussantho, Depok

Facebook