Semakin menjamurnya kios-kios yang menyediakan layanan videogames di masyarakat seolah memberikan angin segar bagi anak-anak untuk semakin menikmati konsumsi permainan yang memberikan efek kecanduan ini. Ditambah lagi seri permainan videogames yang semakin bervariasi menyebabkan semakin sulitnya memisahkan anak dari permainan digital tersebut.
Sejumlah penelitian menunjukkan dampak negatif konsumsi videogames secara berlebihan terhadap perkembangan anak. Konsumsi videogames yang berlebihan oleh anak ini ternyata tidak hanya berdampak negatif bagi perkembangan fisik anak, namun juga dapat membahayakan perkembangan psikologi dan keseluruhan performa anak.
Hasil penelitian oleh Centers for Disease Control and Prevention (CDC), Amerika Serikat menunjukkan bahwa kenaikan jumlah anak yang mengalami obesitas di seluruh dunia meningkat sebesar tiga kali lipat setiap tahunnya sejak tahun 1980. Meskipun penyebab terjadinya obesitas pada anak tidak sepenuhnya akibat konsumsi videogames, namun ahli gizi menyimpulkan bahwa trend kasus obesitas pada anak semakin meningkat sejak adanya kemunculan videogames.
Anak yang adiktif terhadap videogames cenderung memiliki aktivitas fisik yang terbatas. Hal ini disebabkan karena anak lebih sering duduk di depan layar kaca dalam waktu yang lama untuk bermain videogames sehingga aktivitas bermain yang melibatkan fisik amat jarang dilakukan.
Fatalnya, obesitas pada anak memiliki risiko yang sama besarnya dengan obesitas pada orang dewasa terhadap beberapa penyakit degenerative, seperti, diabetes, hipertensi, gangguan kolesterol, maupun penyakit jantung.
Selain itu, bahaya fisik lainnya yang diakibatkan kebiasaan anak bermain videogames adalah adanya gangguan tidur atau insomnia. Bermain videogames menyebabkan efek kecanduan yang dapat mengganggu jam tidur anak. Akibatnya anak dilaporkan sering mengantuk di jam sekolah dan yang lebih fatal lagi bahwa gangguan tidur ini akan menyebabkan menurunnya daya tahan tubuh anak terhadap serangan penyakit.
Selain bahaya terhadap perkembangan fisik, konsumsi videogames pada anak juga memiliki dampak buruk bagi perkembangan psikologis anak. Penelitian oleh Ferguson dan Rueda (2010) menunjukkan bahwa konsumsi videogames yang berlebihan pada anak akan berdampak negatif tidak hanya pada perkembangan sosial anak, namun juga pada perkembangan kejiwaan anak itu sendiri.
Perkembangan sosial anak akan terganggu secara langsung sebagai konsekuensi logis terhadap kebiasaan anak yang lebih sering mengisolasi diri akibat terlalu asyik bermain videogames. Anak akan cenderung tidak suka berinteraksi dengan teman sebaya karena permainan videogames yang sangat adiktif. Apabila hal ini terus dibiarkan, bukan hanya kemampuan komunikasi anak yang akan bermasalah, lebih fatal lagi anak berpotensi untuk menderita anthropopobhia yang dicirikan dengan rasa takut yang berlebihan ketika ada orang lain didekatnya.
Gangguan psikologis lain yang dapat membahayakan jiwa anak adalah ketika anak mengalami kebingungan antara khayalan dan dunia nyata akibat paparan videogames sehari-hari. Apabila hal ini tidak segera diatasi, bukan tidak mungkin halusinasi akan terus berkembang hingga dewasa yang dapat menyebabkan gangguan kejiwaan yang lebih serius.
Ditambah lagi adanya penemuan penelitian psikologi di beberapa negara maju menunjukkan bahwa permainan videogames yang mengandung unsur kekerasan borkolerasi terhadap berkembangnya sikap, perasaan, dan pikiran anak akan kekerasan yang mengarah kepada karakter yang agresif dan dapat membahayakan orang lain di sekitarnya (American Psychological Association,2011). Beberapa kasus kekerasan, termasuk kasus penembakan massal oleh remaja di Amerika Serikat pun sering dikait-kaitkan sebagai dampak yang dimunculkan oleh karakter pada videogames.
Sebagai akibat kesulitan anak untuk membedakan antara dunia nyata dan khayalan, seringkali pembunuhan melalui aksi penembakan dianggap sebagai sebuah permainan bagi anak. Pernyataan tersebut dikuatkan oleh teori Social Learning oleh Albert Bandura (1961-1963) yang menggunakan percobaan bobo doll. Teori yang meyakini bahwa karakter anak adalah hasil dari observasi lingkungannya ini membuktikan melalui percobaannya bahwa anak yang telah diberikan paparan mengenai kekerasan akan memiliki kecenderungan bersikap agresif sebagai awal mula karakteristik violent.
Selain itu, efek negatif konsumsi videogames pada anak dapat menyebabkan penurunan performa akademik di sekolah. Hilangnya minat belajar sang anak maupun hilangnya waktu untuk anak belajar akibat videogames diprediksi menjadi penyebab utama buruknya prestasi anak.
Meskipun terdapat pro-kontra terhadap hal tersebut, terutama dengan adanya permainan dengan menggunakan logika analitik yang dipercaya dapat meningkatkan kemampuan matematika anak, namun hasil survey pasar membuktikan bahwa permainan yang paling diminati oleh anak adalah permainan animasi dan perang yang seperti telah dijelaskan sebelumnya dapat berdampak buruk bagi perkembangan kejiwaan anak.
Tampak jelas bahwa videogames cenderung memiliki dampak negatif tidak hanya fisik, namun juga psikologis dan prestasi akademik bagi anak. Oleh karena itu, orang tua harus waspada akan permainan yang menyebabkan anak kecanduan ini. Setidaknya terdapat tiga strategi yang dapat dilakukan oleh orang tua untuk menghindari dampak negatif dari permainan videogames.
Pertama, apabila anak telah mengalami kecanduan videogames, tentu tidak mudah untuk menghentikan anak secara spontan. Untuk itu, lakukanlah perlahan dengan melibatkan anak sebanyak mungkin aktivitas fisik, seperti olah raga, bermain music, seni tari, maupun kesenian lainnya meskipun mengajak anak untuk melakukan aktivitas fisik tidaklah mudah. American Psychological Association (APA) menyarankan untuk mengajak anak melakukan aktivitas fisik setidaknya 60 menit dalam sehari untuk meminimalisasi resiko obesitas dan gangguan fisik lainnya.
Kedua, pastikan untuk membatasi jam bermain videogames secara bertahap hingga tidak sama sekali. Penerapan aturan “jam main” bagi anak sangat penting dilakukan secara tegas oleh orang tua. Pembuatan kesepakatan oleh orang tua dan anak bersama dapat menjadi alternatif untuk menumbuhkan kesadaran anak akan arti tanggung jawab terhadap diri sendiri. Selain itu, permainan anak juga harus dipantau dengan menghindari permainan kekerasan yang dapat berpotensi memunculkan sikap agresif anak terhadap lingkungan sekitarnya.
Ketiga, berikan variasi hiburan lain yang lebih mendidik namun tetap menyenangkan bagi anak. Sebagai contoh, anak dapat diberikan tayangan film anak-anak yang mendidik maupun video musik yang menggambarkan keceriaan dan persahabatan anak sehingga anak tidak terfokus untuk kembali kepada hiburan videogames. Namun, apabila anak telah mengalami kecanduan yang sangat terhadap permainan videogames, segeralah melakukan konsultasi dengan psikolog, psikiater, maupun pediatrics. Dengan melakukan upaya pencegahan sejak dini, harapannya dampak buruk videogames bagi anak dapat diminimalisasi.
Oleh: Yulina Eva Riany
Kandidat Doktor Bidang Psikologi Pendidikan dan Ilmu Rehabilitasi Kesehatan di The University of Queensland, Australia, juga Dosen Ilmu Keluarga dan Konsumen, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor (IPB).