Waktu: Yang Tak Bisa Ditarik-ulur

Ibarat sebuah senjata, waktu adalah pedang. Jika manusia dapat menyimpan dan menggunakannya dengan tepat maka akan menang, namun jika tidak disimpan dan diarahkan maka akan menghunus diri sendiri. Untuk itu diperlukan manajeman yang baik dalam mengatur waktu.

Mengapa demikian? Karena dua hal di dunia ini yang tak akan pernah bisa ditarik kembali adalah waktu dan kata-kata. Bagaimanapun keadaannya tak ada toleransi untuk bisa diulang layaknya sebuah film yang bisa diputar berkali-kali. Keduanya memiliki ruang untuk sama-sama dipertanggungjawabkan baik untuk diri sendiri, orang lain dan Tuhan tentunya.

Sedikit berbeda dengan kata-kata, waktu mendominasi dari setiap kehidupan kita. Jika kata-kata masih ada maaf sebagai usaha tabayunnya, namun waktu detiknya selalu berjalan melingkar ke kanan dan tak pernah sekalipun bergerak ke kiri walau selancip sudut sedetik, kecuali jika sebuah jam penunjuk waktu mati kehabisan baterai dan tak bisa bertahan lagi. Maka sebelum nasi menjadi bubur, genggamlah waktu dengan erat kemudian membaginya kepada agenda-agenda yang jelas. Sepersekian detik pun akan ada perhitungan dari Allah yang harus dipertanggungjawabkan.

Ibnul Qayyim mengatakan, “Ketahuilah bahwa berlalunya waktu lebih cepat dari berjalannya awan (mendung). Barangsiapa yang waktunya hanya untuk ketaatan dan beribadah kepada Allah, maka itulah waktu dan umurnya yang sebenarnya. Selain itu tidak dinilai sebagai kehidupannya, namun hanya teranggap seperti kehidupan binatang ternak.”

Subhanallah, jika waktu 24 jam serasa berlebih bagi kita, coba tengok kembali mungkin waktu itu hanya untuk kita sendiri. Sebatas tidur, makan dan minum. Namun bayangkan dengan mereka yang merasa waktu 24 jam pun tak cukup, 7 hari pun tak luput dari kesibukan bahkan jumlah kegiatannya jauh lebih banyak dari waktu yang dipunya. Itu berarti banyak hal yang diusahakannya, bukan untuk kepentingan perut sendiri namun asupan ruhani, ilmu dan kontribusi yang sedang dilakoni. Seperti sahabat, tabi’in dan ulama, yang karyanya jauh lebih banyak dari jumlah usianya. Syekh Yusuf Al-Qardawi mampu menghasilkan satu buah buku hanya dalam sekali penerbangan antar negara.

“Tidak akan melangkah seorang hamba itu pada hari kiamat hingga ditanyakan mengenai apa yang dihabiskan dalam umurnya, apa yang dilakukan menurut ilmunya, ke arah mana harta yang diusahakan dan dibelanjakan serta apa yang dibuat oleh tubuh badannya terhadap segala ujian dan tanggungjawab.” (HR At-Tirmidzi)

Sebuah hadits tersebut senantiasa mengingatkan kita, untuk selalu memberi makna dalam setiap desah nafas agar tak hanya penyesalan yang memenuhi ujung nadi, bukan keluhan saat nafas berujung di tenggorokan, bukan ketakutan yang tiba-tiba muncul saat badan sudah gemetar.

Saat usia sudah memaksa, namun ternyata belum ada yang berubah dalam diri, mungkin sudah tak urung waktunya menjadi seperti Muhammad Al-Fatih, memaksimalkan waktu dengan berusaha dan menjadi yang terbaik.

Namun kita punya Allah yang maha mampu, selalu ada kesempatan bagi yang mau berubah. Karena waktu tak bisa ditarik ulur, sekarang dan nanti Allah yang menjadi tujuan manusia maka tangan dan kaki akan bersatu menyalurkan dukungan dan saling mengingatkan.

Suciati Zen Nur Hidayati, Depok
FacebookTwitterBlog