Berargumentasi dengan Pemahaman Sahabat

Ketika muncul kelompok Haruriyah atau Khawarij yang memisahkan diri di suatu perkampungan, mereka berjumlah 6000 orang dan bersepakat untuk menyempal dan memberontak dari Ali radhiyallahu anhu. Orang-orang selalu mendatangi Ali Radhiyallahu ‘anhu dan berkata, “Wahai Amirul Mukminin, sesungguhnya kaum tersebut akan memberontak kepadamu.”

Lalu beliau menjawab, “ Biarkan mereka karena saya tidak akan memerangi mereka sampai mereka memerangi saya dan mereka akan melakukannya.”

Hingga pada suatu hari Ibnu Abbas mendatanginya sebelum shalat dzuhur dan berkata kepada Ali radhiyallahu ‘anhu, “Wahai Amirul Mukminin, akhirkan shalat agar saya dapat mengajak bicara mereka.”

Beliau berkata, “Saya mengkhawatirkan mereka mencelakai kamu.”

Ibnu Abbas menjawab, “Tidak akan, karena saya seorang yang berakhlak baik dan tidak pernah menyakiti seorangpun.”

Lalu beliau mengizinkan Ibnu Abbas.

“Maka saya mengenakan pakaian yang paling bagus dari pakaian Yaman dan menyisir rambut saya kemudian aku menemui mereka di perkampungan mereka di tengah hari sedang mereka sedang makan,” tutur Ibnu Abbas.

“Saya menemui satu kaum yang saya tidak pernah menemukan kaum yang lebih bersungguh-sungguh (dalam ibadah) dari mereka, dahi-dahi mereka hitam dari sujud, tangan-tangan mereka kasar seperti kasarnya unta, dan mereka mengenakan gamis-gamis yang murah dan tersingkap serta wajah-wajah mereka pucat menguning,” lanjutnya saat menjelaskan keadaan kaum Khawarij.

Lalu ia memberi salam kepada mereka dan mereka menjawab, “Selamat datang, wahai Ibnu Abbas. Pakaian apa yang engkau pakai ini ?”

Ibnu Abbas menjawab, “Apa yang kalian cela dariku ? Sunnguh saya telah melihat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat bagus sekali ketika mengenakan pakaian Yaman.”

Kemudian Ibnu Abbas membacakan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,”Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah dikeluarkan-Nya untuk hamba-hambanNya dan (siapa pulakah yang menharamkan) rezki yang baik.” (Al A’raaf : 32)

Lalu mereka berkata : “Apa maksud kedatangan engkau?”

“ Saya mendatangi kalian sebagai utusan para sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dari Muhajirin dan Anshar dan dari sepupu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan menantunya sedangkan Al Qur’an turun pada mereka sehingga mereka lebih mengetahui terhadap ta’wilnya dari kalian dan tidak ada di kalangan kalian seorangpun dari mereka ; sungguh saya akan menyampaikan kepada kalian apa yang mereka sampaikan dan saya akan sampaikan kepada mereka apa yang kalian sampaikan.”

Lalu berkata sekelompok dari mereka, “Janganlah kalian berdebat dengan orang Quraisy karena Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, ‘Sebenarnya mereka adalah kaum yang suka bertengkar.’” (Az Zukhruf : 58)

Kemudian bangkit kepada Ibnu Abbas sebagian dari mereka dan berkata dua atau tiga orang, “Sungguh kami akan mengajak bicara dia.”

“Silakan, apa dendam kalian terhadap para sahabat Rasulullah dan sepupunya?”

Mereka menjawab, “Tiga.”

“ Apa itu ?”

“Yang pertama karena dia berhukum kepada orang dalam perkara Allah Subhanahu wa Ta’ala sedangkan Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, ‘Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah…’” ( Al An’am : 57)

“Ini satu.”

“Yang kedua karena dia berperang dan tidak menawan dan merampas harta (yang diperangi), kalau mereka kaum kafir maka halal menawannya dan kalau mereka kaum mu’minin maka tidak boleh menawan mereka dan tidak pula memerangi mereka.”

“Ini yang kedua dan apa yang ketiga?”

“ Dia menghapus gelar Amirul Mu’minin dari dirinya, maka jika dia bukan Amirul Mu’minin, dia Amirul Kafirin.”

“Apakah masih ada pada kalian selain ini?”

“ Ini sudah cukup.”

Ibnu Abbas berkata kepada mereka, “Bagaimana pendapat kalian kalau saya bacakan kepada kalian bantahan atas pendapat kalian dari Kitabullah dan Sunnah NabiNya Shallallahu ‘alaihi wa sallam, apakah kalian mau kembali?”

“Ya.”

“Adapun pendapat kalian bahwa dia (Ali) berhukum kepada orang (manusia) dalam perkara Allah maka saya bacakan kepada kalian ayat dalam kitabullah dimana Allah menjadikan hukumnya kepada manusia dalam menentukan harga 1/4 dirham, lalu Allah memerintahkan mereka untuk berhukum kepadanya. Apa pendapatmu tentang firman Allah, ‘Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu membunuh binatang buruan, ketika kamu sedang ihram. Barangsiapa diantara kamu membunuhnya dengan sengaja, maka dendanya ialah mengganti dengan binatang ternak seimbang dengan buruan yang dibunuhnya, menurut putusan dua orang yang adil diantara kamu.’ (Al Ma’idah : 95)

“Dan hukum Allah diserahkan kepada orang (manusia) yang menghukum dalam perkara tersebut, dan kalau Allah kehendaki maka dia menghukumnya sendiri, kalau begitu tidak mengapa seseorang berhukum kepada manusia, demi Allah Subhanahu wa Ta’ala apakah berhukum kepada manusia dalam masalah perdamaian dan pencegahan pertumpahan darah lebih utama ataukah dalam perkara kelinci?”

Orang-orang Khawarij menjawab , “Tentu hal itu lebih utama.”

Ibnu Abbas melanjutkan, “Dan Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman tentang seorang wanita dan suaminya, ‘Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, maka kirimkanlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan.’(An Nisa’ : 35) Demi Allah Subhanahu wa Ta’ala, apakah berhukum kepada manusia dalam perdamaian dan mencegah pertumpahan darah lebih utama dari berhukum kepada manusia dalam permasalahan wanita? Apakah saya telah menjawab hal itu?”

Mereka berkata, “ Ya.”

“Pendapat kalian  bahwa Ali berperang akan tetapi tidak menawan dan merampas harta perang. Apakah kalian ingin menawan ibu kalian Aisyah yang kalian menghalalkannya seperti kalian menghalalkan selainnya, sedangkan beliau adalah ibu kalian? Jika kalian menjawab, ‘Kami menghalalkannya seperti kami menghalalkan selainnya,’ maka kalian telah kafir dan jika kalian menjawab, ‘Dia bukan ibu kami,’ maka kalian telah kafir, karena Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, ‘Nabi itu (hendaknya) lebih utama bagi orang-orang mukmin dari diri mereka sendiri dan isteri-isterinya adalah ibu-ibu mereka,’(Al Ahzab : 6) Maka kalian berada di dua kesesatan, silakan beri jalan keluar.”

“Apakah saya telah menjawabnya?” tanya Ibnu Abbas.

Mereka berkata, “Ya.”

“Sedangkan masalah dia (Ali Radhiyallahu ‘ahu) telah menghapus gelar Amirul Mukminin dari dirinya, maka saya akan datangkan kepada kalian apa yang membuat kalian ridha, yaitu bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pada hari perjanjanjian Hudaibiyah berdamai dengan kaum musyrikin, lalu berkata kepada Ali, ‘Hapuslah wahai Ali (tulisan) Allahumma Inaaka Ta’alam Ani Rasulullah (Wahai Allah sesungguhnya Engkau mengetahui bahwa aku adalah Rasulullah) dan tulislah (kalimat) Hadza ma Shalaha Alaihi Muhammad bin Abdillah (ini adalah perjanjian yang dilakukan oleh Muhammad bin Abdillah).Demi Allah Subhanahu wa Ta’ala sungguh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam lebih baik dari Ali dan beliau menghapus (gelar kerasulannya) dari dirinya dan tidaklah penghapusan tersebut berarti penghapusan kenabian dari dirinya.”

“Apakah aku telah menjawbnya?”

Mereka berkata, “Ya.”

Kemudian kembalilah dari mereka dua ribu orang dan sisanya memberontak dan berperang diatas kesesatan mereka lalu mereka diperangi oleh kaum Muhajirin dan Anshar.

Disini Abdullah bin Abbas Radhiyallahu ‘anhu berargumentasi (berhujjah) dengan manhaj sahabat dalam menghadapi kaum Khawarij, karena Al Qur’an turun kepada mereka, maka mereka adalah orang yang paling mengetahui tafsirnya dan mereka menemani Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sehingga menjadi orang yang paling mengikuti jalan beliau. Jawaban Abdullah bin Abbas Radhiyallahu ‘anhu terhadap syubhat-syubhat Khawarij dan penjelasan beliau sisi kebenaran dari kebathilan adalah dalil ilmiyah atas pengambilan hujjah (argumentasi) dengan manhaj sahabat.