Bila Waktu Menjadi Alasan

Sejak Anda terlahir, waktu telah berjalan 24 jam sehari. Dan sejam dihitung 60 menit. Itu akan berlaku sampai Anda meninggal nanti. Sama, sehari 24 jam dan sejam tetap 60 menit.

Mengapa orang yang paling sibuk dalam sejarah, Rasulullah, sempat melakukan banyak hal (memimpin negara, mengurus banyak istri, menampung keluhan sahabat, mencari nafkah, mendidik masyarakat, 80 kali menjadi panglima perang, mengunjungi beberapa negara dll) selama masa kenabiannya yang hanya duapuluhan tahun? Karena beliau sadar, bahwa waktu tidak dapat diganti. Maka semua tugas harus beres dengan jadwal yang tepat. Beliau memiliki konsep waktu yang sangat penting yang (berulang kali) diajarkan kepada kita:

Demi Masa, Sesungguhnya Manusia dalam Kerugian 

Manusia yang hidup dalam masa ini terancam kerugian dan kelenaan. Jika Anda hidup di kota besar, dan telinga Anda peka, Anda akan melihat betapa banyak manusia kalah oleh waktu. Mereka mengais rejeki dengan menengadahkan tangan di perempatan. Praktis dan mudah, dibanding penjual gorengan yang harus belanja bahan, meracik bumbu, menggoreng, membersihkan gerobak, berangkat ke lapak, menunggu pembeli. Proses yang panjang.

Di Jakarta, Bandung, atau Surabaya, Anda menghabiskan waktu hampir satu jam untuk pergi hanya berjarak 10-an kilometer di siang hari. Padahal di tempat lain kurang dari 15 menit. Anda kalah dipermainkan oleh waktu, dan tak dapat berbuat apa-apa untuk merubahnya.

Pun demikian di kampung yang sepi. Pemuda duduk-duduk di poskamling mendengar sandiwara radio. Berlama-lama. Tiba-tiba usia beranjak dewasa, saatnya berumah tangga tapi bingung darimana biaya nikah. Gadis-gadis duduk-duduk di teras rumah, tiba-tiba makin ranum, kebingungan mencari jodoh. Ibu-ibu ngerumpi sambil mencari kutu. Berjam-jam, tiap hari. Tiba-tiba sudah beruban, sudah tua. Tiba-tiba renta dan semuanya disesali.

Manusia kalah oleh waktu, kecuali orang yang beriman dan beramal shalih

Berimanlah agar tidak kalah oleh waktu. Agar tidak dirugikan oleh telikung waktu. Sebab keimanan inilah yang menyebabkan manusia mampu menahan untuk tidak menyiasati waktu dengan cara yang salah. Tidak mengemis di perempatan karena rasa malu, dan malu adalah bagian dari iman.

Keimanan mencegah korup di kantor karena untuk kaya dalam waktu singkat korupsi adalah cara paling praktis. Keimanan mencegah mencurangi timbangan karena untuk menumpuk laba dengan capat kadang cara inilah yang paling mudah.

Beramal shalihlah, agar permainan waktu tetap bermakna. Selama bermenit-menit di angkot sebenarnya adalah waktu yang cukup untuk menggali inspirasi. Atau setidaknya berdzikir: ”alladziina yadzkurunallah qiyaaman, waqu’udan, wa’ala junubihim..”. menggapai keutamaan dzikir saat berdiri, duduk atau berbaring.

Banyak inspirasi untuk menulis sesuatu, banyak ide untuk memecahkan solusi keummatan muncul pada saat naik angkot. Menunggu antrian di Bank, menunggu dagangan, memandikan si kecil, mencuci, bahkan di kamar mandi saat duduk di atas Closet.

Waktu yang sedikit di dunia ini, penuhi dengan amal baik. Merancang proposal dakwah, mendata calon mad’u, silaturahim, sms motivasi ke teman yang futur, itu lebih baik daripada nonton sinetron atau tidur.

Kita punya beribu, bahkan berjuta saudara sebagai ladang amal, dengan cara saling bertaushiyah dalam kebenaran, dan saling bertaushiyah dalam kesabaran

Berikan motivasi ketika seorang teman merasa minder. Tunjukkan jalan terang ketika seorang teman merasa tidak mantap dalam suatu amalan. Pinjami buku ketika sahabat butuh wawasan. Libatkan dalam banyak aktivitas ketika teman-teman butuh ketrampilan berorganisasi.

Kesabaran tak dapat ditawar. Berapa banyak dai beralih profesi, melepas kedaiannya karena tak sabar. Berapa banyak akhwat memperkecil jilbabnya, bahkan melepasnya, karena tak sabar. Kesabaran menyelamatkan manusia dari petaka, melindungi manusia dari hijau mata di kantor-kantor basah. Kesabaran menjadi benteng dari murka Allah.

”Ista’inu bishobri wash-sholah, innallaha ma’ash shobirin..”.
jadikan sabar dan sholat sebagai penolong. Sesungguhnya Allah menyertai orang yang penyabar.