Hadits Dha’if karena Kelemahan pada Kedhabithan Rawi

Dhabt, sebagaimana yang telah didefinisikan terdahulu adalah kemampuan seorang rawi untuk menghafal hadits dari gurunya, sehingga apabila ia mengajarkan hadits dari gurunya itu, ia akan mengajarkannya dalam bentuk sebagaimana yang telah dia dengar dari gurunya

Dan telah kami sebutkan bahwasannya dhabth merupakan salah satu syarat kesahihan hadits, apabila rawi mengalami sedikit kekurangan pada akurasinya (dhabth) dibandingkan dengan periwayat hadits sahih, maka haditsnya menjadi hasan.

Adapun apabila kurangnya akurasi menyebabkan banyaknya kesalahan di dalam periwayatan maka haditsnya menjadi dha’if yang tertolak.

Akurasi periwayat diketahui dari kesesuaiannya dan perselisihannya dengan rawi lainnya yang siqah. Apabila riwayat seorang rawi sesuai dengan riwayat para rawi yang siqah, bahkan hampir tidak ada perbedaan, maka ia dikatakan dhabith, dan dia termasuk rawi yang sahih.

Apabila kesesuaiannya terdapat pada kebanyakan riwayatnya, dan ada beberapa riwayat yang berbeda dengan periwayatan rawi yang siqah, maka derajat periwaya-tannya ada di bawah derajat sahih, dan haditsnya diketegorikan hadits hasan.

Apabila perbedaan riwayat lebih banyak terjadi dari pada kesamaannya maka ia menjadi dha’if, dan haditsnya tertolak, kecuali apabila ada tabi’nya. Dengan adanya tabi’ maka haditsnya menjadi hasan, sebab adanya akumulasi jalan sanad[1].

Apabila seorang rawi terbiasa berbeda dengan periwayatan rawi yang sahih, dan sangat sedikit kesamaannya maka ia dikatakan banyak kesalahan, sehingga haditsnya matruk dari segi hafalannya.

Hadits yang di dalam sanadnya terdapat rawi semacam ini –yang sedikit dhabthnya- dikelompokkan menjadi bermacam-macam tingkat sesuai kadar kelemahannya, Jenis-jenis inilah yang akan kami jelaskan pada bab-bab selanjutnya.

  1. Hadits munkar
  2. Hadits Syadz
  3. Hadits mudraj
  4. Hadits Mukhtalath
  5. Al Mazid fi Muttashil Al Asanid
  6. Hadits Maqlub
  7. Hadits Mudhtharib

Amru Abdil Mun’im Salim



[1] Inilah madzhab mutaakhirin