Ijinkan Aku Melepas Rindu

Masjid berarti tempat sujud. Disanalah kita dapati banyak umat muslim yang sujud, merendahkan diri di hadapan Rabbnya, serendah-rendahnya.

Masjid adalah rumah Allah. Di sanalah dihamparkan ketenangan, sepanjang waktu, semau kita mengambilnya, kapan saja, dalam keadaan bagaimanapun juga.

Masjid adalah satu-satunya tempat yang Allah jamin keimanan seseorang ketika mereka mau memakmurkannya, “ Sesungguhnya orang-orang yang memakmurkan masjid, adalah mereka yang beriman dengan Allah dan hari akhir,” demikian firman Allah dalam surat At Taubah ayat 18.

Maka, masjid adalah bukti keimanan seseorang. Semakin intens seseorang mendatangi masjid untuk menghamba kepada Allah, semakin tinggi pulalah tingkat keimanananya, begitu pula sebaliknya.

Di awal masa kenabian, masjid merupakan pusat peradaban. Masjid merupakan tempat yang pertama dibangun oleh Rasulullah ketika singgah saat hijrah. Sebagaimana masjid Qubah yang didirikan diantara Makkah dan Madinah, saat beliau rehat sejenak ketika menuju Madinah. Begitu pula masjid Nabawi yang pertama dibangun oleh Rasul setibanya di kota nabi tersebut.

Masjid juga menjadi pusat aktivitas pada jaman itu. Tidak hanya untuk sholat an sich. Di jaman itu, masjid digunakan juga untuk membahas masalah umat, belajar megajar dan aneka aktivis kemasyarakatan lainnya. Bahkan, peristiwa Isro’ Mi’raj, yang merupakan awal diwajibkannnya shalat lima waktu, tak lepas dari masjid Al Haram dan Al Aqsha yang mulia. Begitupun jaman setelah itu, Sahabat, Tabi’in, Tabit Tabi’in juga demikian .. kesimpulannya satu : masjid adalah bukti keimanan sebuah generasi.

Sejenak marilah kita rehat. Sekedar berkaca, pada diri sendiri saja, tak usah melihat orang lain. Tanyakan pada diri, apakah arti masjid dalam kehidupan kita? Apakah kita yang bersegera mendatangi masjid ketika adzan bergema? Apakah kita yang termasuk memakmurkan masjid sebagai bukti cinta kepada pemiliknya?

Sahabat, masjid selalu lapang menerima kedatangan kKita, kapanpun. Pintunya selalu terbuka lebar untuk semua manusia, terlebih yang punya iman di dada. Lalu , mengapa kita cenderung lebih suka mendatangi mall, pusat perbelanjaan, bioskop dan aneka tempat mubadzir lainnya dari pada mendatangi masjid dan bersujud di dalamnya? Apakah itu merupakan indikasi bahwa iman kita telah menipis bahkan tiada? Na’udzubillah..

Seringkali kita beralasan sibuk dan kemudian tidak menghiraukan seruan adzan, padahal ketika senggangpun, kita tak mendatangi panggilan cinta itu. Ada juga yang beralasan capek, lelah karena bekerja seharian, padahal, ketika liburpun, ketika tidak bekerjapun, Adzan dianggap angin lalu, jangankan mendatangi seruan Adzan, menjawabnya pun tidak. Sebagian lagi, beranggapan dan berdalih filosofis, “ Saya kan mengikuti sunnah Rasul yaitu menjadikan rumah untuk shalat, makanya saya tidak mendatangi masjid, shalat di rumah” Na’udzubillah..

Lain lagi, seorang sahabat berdalih jauh, padahal jarak untuk ke masjid, hanya 3 menit jalan kaki. Sementara ketika malam mingguan, rela menghabiskan waktu malamnya, berjam-jam untuk sekedar berkunjung ke pusat perbelanjaan. Ada juga yang menyibukkan diri, ketika waktu shalat masih jauh, dia menganggur, tidak melakukan kegiatan apapun, namun ketika menjelang adzan , lima menit sebelum panggilan Ilahi itu diserukan, ia segera bergegas beraktivitas, entah mencuci pakaian, entah mandi, entah makan atau pura-pura menelpon keluarganya dangan dalih menjalin silaturahim.

Salahkah perilaku seperti sahabat? Semoga semua itu hanyalah ungkapan yang tidak terdapat pada diri dan keluarga  juga umat Islam semuanya. Amiin.

Perilaku jauhnya umat Islam dari masjid merupakan keberhasilan propaganda Yahudi dan musuh-musuh Islam lainnya. Dalam suatu kajian, seorang ustadz menuturkan, “Bangsa Yahudi, tidak takut ketika umat Islam menguasai ekonomi, politik, bisnis atau bidang kehidupan lainnya,” demikian sang ustadz menuturkan, ”Ketika umat Islam menguasai ekonomi, kami (Yahudi)lah dalang di baliknya, ketika umat islam menguasai politik, kamilah penggeraknya, ketika umat Islam menguasai bisnis, kamilah yang pencetusnya,” lanjut sang Ustadz, “Namun, kami (Yahudi ) takut ketika umat Islam mencintai masjid, sehingga jama’ah subuh sebanyak jama’ah jum’at setiap harinya.” Pungkas sang ustadz.

Allahu Akbar Walillahil Hamd! Jadi, tidaklah heran di jaman seperti ini, mereka membuat beraneka pengalihan agar umat Islam tidak mencintai masjid. Yang menyukai sepak bola, berdalih ngantuk ketika subuh berkumandang, karena begadang menyaksikan bola yang diuber-uber. Yang suka sinetron, berdalih tanggung karena baru main atau hampir selesai. Yang suka belanja, memilih nge-mall daripada pergi ke masjid, padahal mall jauh dan mengeluarkan banyak duit sementara masjid disamping rumahnya dan berpahala pula.

Dan aneka macam dalih “pembenaran” lainnya.

Sahabat, mari selamatkan masjid kita! Mari makmurkan masjid kita, semoga Allah mencatat kita sebagai mukmin dan tergabung dalam kafilah syuhada’ yang mencintai masjid. Aamiin..

Maka, merugilah mereka yang enggan ke masjid. Karena langkah kaki seseorang menuju masjid untuk melaksanakan shalat akan terhitung sebagai penghapus dosa dan pengangkat derajat di sisi Allah. Merugilah mereka yang malas ke masjid, karena barangsiapa yang berangkat ke masjid untuk menyampaikan kebaikan atau menerima kebaikan akan diganjar seperti “jihad fi sabilillah”.

Dan, beruntunglah mereka yang mencintai masjid, memakmurkan masjid dan menjadikan masjid sebagai kerinduan untuk terus berada dalam naungan-Nya. Karena barangsiapa yang shalat berjamaah isya’ awal waktu di masjid akan dihitung seperti shalat sunnah setengah malam penuh. Dalam riwayat lain disebutkan, barangsiapa shalat subuh berjamaah di masjid awal waktu akan diberi ganjaran seperti shalat sunnah semalam suntuk.

Masjid adalah keberkahan, tentunya bagi siapa yang mau menyambutnya. Dan masjid, bagi seorang mukmin layaknya air bagi ikan. Mustahil ikan bisa hidup tanpa air. Begitupun, sangat mustahil seorang mukmin bisa hidup tanpa kedekatannya dengan masjid.

 

Oleh: Usman Al Farisi, Depok