Mencintai Yang Dulu Dibenci

Saudaraku, judul di atas merupakan refleksi dari riwayat yang disampaikan Nabi SAW.

“Janganlah engkau mencintai sesuatu dengan berlebihan, karena mungkin suatu saat itu hal yang engkau sangat membencinya. Dan janganlah engkau membenci secara berlebihan, karena mungkin engkau akan sangat mencintainya.” Maka, Nabi menambahkan, “biasa-biasa saja dalam menyikapi hal yang kita cintai ataupun yang kita benci.”

Sebagian kita mengkin sudah mengetahui bahwa perasaan cinta dan benci adalah sebuah fitrah, bahkan anugrah yang Allah swt. berikan pada kita. Selaras dengan itu, kita akan mencintai sesuatu yang kita suka, sesuatu yang terlihat indah, rapih, bersih dan lainya yang bersifat positif. Begitu pula dengan rasa benci, kita tidak menyukai apa-apa yang kotor, jelek, kusam, dan sebagainya. Bayangkan, kalau menusia diberikan fitrah yang terbalik, menyukai yang kotor, kusam atau tak sedap dipandang mata. Maka, dunia ini menjadi hancur penuh kekotoran. Hal-hal yang kita sukai atau kita benci tidak sebatas karena lingkungan atau benda yang sifatnya nyata (bisa dilihat, dipegang, atau dirasakan), namun juga kepada sifat non-fisik seperti perilaku hewan yang menggemaskan sampai akhlak orang-orang yang ada di sekitar kita.

Ada sebuah contoh; Bahwa tidak sedikit beberapa pasangan yang sudah menikah, ternyata mereka menikahi orang yang dulu dibencinya. Inilah yang disebut anugrah atau rasa mawaddah yang Allah berikan kepada jodohya tersebut. Misalkan, seorang perempuan yang menikah dengan seorang lelaki yang dulu sangat dibencinya, namun karena itu jodohnya yang Allah kehendaki, maka Allah membalikkan hati perempuan itu menjadi menyukai dan mencintainya. Sekali lagi, ini adalah anugrah mawaddah dari Allah. Saudaraku, Allah adalah Maha pembolak balik hati. Kita tentunya mengharapkan supaya kita tetap bisa “menghadapkan” diri dan hati kita kepada Allah, memohon supaya hati ini tetap ada di jalan yang diridhai-Nya. Oleh karena itu, Rasulullah menganjurkan supaya kita berdoa kepada Allah memohon ketetapan hati untuk tetap di jalanNya (Islam).

Sahabat yang diceritakan dahulunya sangat membenci Islam, namun setelah mendapat hidayah Allah, ia menjadi panglima Islam yang paling ditakuti oleh musuh-musuhnya. Khalid bin Walid, ya kita juga sudah mengetahui salah satu sahabat Nabi ini. Ia, sebelum masuk Islam, adalah panglima perang kaum jahiliyah yang memusuhi dan memerangi Islam. Ia belum pernah terkalahkan oleh siapapun. Namun, lagi-lagi berkat hidayah Allah, akhirnya ia pun masuk Islam dan menjadi panglima pasukan kaum Muslimin dalam menghadapi peperangan dengan kaum jahiliyah yang memusuhi Islam.

Dari contoh dan cerita sahabat itu, kita dapat mengambil hikmahnya bahwa suatu saat kita akan mencintai apa-apa yang sekarang kita benci. Namun, hal itu membutuhkan sesuatu yang akan membalikkannya. Seperti halnya pasangan suami-istri yang dahulu saling membenci, padahal sekarang mereka akur dalam sebuah bingkai pernikahan, karena Allah menurunkan mawaddah (rasa cinta) kepada pasangannya tersebut.

Kita pun dalam kehidupan sehari-hari, lebih khusus kepada amalan yaumiyah, mungkin pernah merasakan kebencian -kemalasan- beribadah dengan taat kepada perintah Allah. Misalkan, menunaikan shalat tahajud, karena kita malas maka kita memilih untuk terlelap tidur, bagi ikhwan shalat subuh berjamaah yang dirasakan berat karena masih ngantuk. Inilah benih-benih kebencian yang diawali dengan sikap malas. Semoga Allah senantiasa memberikan hidayah dan taufiknya kepada kita semua agar dihindarkan dari sifat malas dan benci kepada perintah-perintah yang sudah Allah tetapkan. Kita juga memohon agar Allah senantiasa memberikan rasa kecintaan yang tinggi kepada kita untuk lebih taat menunaikan segala
perintahNya dan menjauhi segala laranganNya.

Oleh: Gust Kemal Prihadi, Bandung.
Facebook, Blog, Twitter.