Mengenali Hadits Palsu dari Matan-nya

Menyebarkan hadits palsu tanpa menerangkan tentang kepalsuannya adalah merupakan satu dosa yang sangat besar. Penipuan dan bersekongkol dengan penipuan adalah dosa menurut ajaran Islam. Apa lagi jika pembohongan itu menggunakan nama Allah dan Rasul-Nya. Akibatnya besar dan bahaya. Mereka yang terperdaya dengan penipuan tersebut akan mengamalkan sesuatu yang disangka bersumber dari Tuhan, sedangkan hakikatnya tidak demikian. Jika isi pembohongan itu sesuatu yang jelas bertentangan dengan hakikat fakta, ataupun sesuatu yang ‘kotor’ maka Tuhan ataupun RasulNya akan disalahkan. Mungkin ia akan menghilangkan keimanan manusia terhadap ajaran agama.

Oleh karena itu, Islam mengharamkan sama sekali perbuatan mengadakan hadits palsu seperti penegasan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dalam hadits mutawatir, “Sesungguhnya berdusta ke atasku (menggunakan namaku) bukanlah seperti berdusta ke atas orang lain (menggunakan nama orang lain). Siapa saja yang berdusta ke atasku dengan sengaja, maka siaplah tempat duduknya dalam neraka.”

Bukan saja mengadakan hadits palsu itu dosa besar, menyebarkannya juga berserikat dalam dosa besar yang sama. Dalam era teknologi ini, begitu mudah suatu hadits palsu itu tersebar. Memforward SMS, email, Facebook, Twitter, dan lainnya, banyak yang terlibat dengan kegiatan dosa menyebarkan hadits palsu ini. Maka berhati-hatilah. Beberapa klik tanpa penelitian boleh jadi akan membawa Anda menjadi pendusta yang menggunakan nama Allah dan RasulNya.

Mengkritik Matan

Pembaca internet juga terbuka kepada berbagai sumber hadits palsu. Saya mengajar di universitas kursus Analisa Kritis Matan Hadits untuk para pelajar pasca sarjana. Saya rasa orang awam juga wajar jika dibekali sedikit banyak pengetahuan tentang analisa matan hadits.

Secara umumnya, hadits palsu dapat diketahui melalui dua cara;

  1. kajian terhadap sanad (rangkaian perawi).
  2. kajian terhadap matan atau kritik teks (textual criticism).

Untuk mengkaji para perawi adalah sesuatu yang bukan mudah melainkan mereka yang terlibat langsung dalam bidang hadits. Apakah ada cara untuk seseorang biasa menebak sesuatu hadits itu mungkin palsu hanya dengan membaca matan (teks) saja? Maka di sini datang peranan naqd Al matn (kritik teks) atau kajian teks tadi.

Pengetahuan ini amat penting kepada para pengguna internet hari ini, karena ia sekurang-kurang dapat menjadikan mereka berhati-hati apabila melihat ataupun mendengar teks hadits yang berbagai macam. Jika pun mereka tidak dapat memutuskan kedudukan hadits-hadits tersebut, sekurang-kurangnya mereka akan menangguhkan dulu sebelum mempercayainya sehingga nyata kedudukannya.

Palsu

Ilmuan hadits yang masyhur yaitu Al Imam Ibn Al Qayyim Al Jauziyyah (meninggal 751H) pernah ditanya apakah mungkin untuk mengetahui hadits palsu tanpa melihat kepada sanadnya? Untuk menjawab persoalan yang besar itu, beliau telah menghasilkan buku yang amat penting dalam sejarah ilmu mengkritik teks hadits yaitu karya beliau Al Manar Al Munif fi Al Shahih wa Al Da’if. Siapa saja yang berkemampuan membaca teks arab, saya menyarangkan mereka membaca buku ini bersama komentar yang dibuat oleh Al Syeikh ‘Abd Al Fattah Abu Ghuddah. Namun, bagi yang tidak menguasai, saya ingin memetik beberapa noktah menarik yang disebut oleh Al Imam Ibn Qayyim Al Jauziyyah dalam buku tersebut bersama sedikit ulasan.

Di antara yang disebut oleh Ibn Qayyim; hadits palsu itu antara cirinya mengandungi unsur mujazafah yaitu berlebih-lebihan dalam penetapan pahala dan dosa. Perkara yang kecil diletakkan hukuman yang terlalu besar, ataupun ganjaran yang terlalu besar yang tidak munasabah. Contoh yang dibawa oleh Ibn Qayyim yaitu hadits palsu, “Siapa saja yang mengucap Lailaha illaAllah; Allah ciptakan kalimah itu menjadi seekor burung yang mempunyai 70,000 lidah, setiap lidah ada 70,000 bahasa yang beristighfar kepadanya.”(hal. 51. Halab, Syria: Maktabah Al Matbu‘at Al Islamiyyah)

Logis

Antara ciri lain dari hadits palsu ialah bertentangan dengan fakta yang nyata. Banyak contoh yang disebut oleh beliau; antaranya hadits palsu, “Terong itu obat bagi segala penyakit.”

Contoh lain, “Hendak kamu memakan kacang dal (kacang kuda) karena ia berkat dan melunakkan jantung hati. Membanyak airmata dan ia disucikan oleh 70 nabi.” (hal. 52)

Antara lain beliau menyebut hadits ciri hadits palsu itu ia kelihatan lucu dan boleh dibercandai. Banyak contohnya, antara yang disebut; hadits palsu, “Jika beras itu lelaki nescaya dia seorang yang penyantun.”

Contoh lain; “Hendaklah kamu memakan garam karena ia obat bagi 70 penyakit.”

Contoh lain, “Tiada buah delima melainkan bijinya berasal dari surga.” (hal. 55)

Contoh lain, “Siapa saja yang membela ayam jantan putih, maka dia tidak akan dihampiri oleh syaitan dan sihir.”

Kemudian Ibn Qayyim membuat kesimpulan tentang hadits ayam jantan, “Semua hadits ayam jantan adalah dusta kecuali satu hadits yaitu “Siapa saja yang mendengar kokokan ayam jantan hendaklah dia memohon kurniaan dari Allah karena ia melihat malaikat” (riwayat Bukhari dan Muslim). (hal. 56)

Dalam masyarakat melayu, terdapat juga mereka yang mempercayai kelebihan ayam jantan putih. Kepercayaan itu mungkin berasal dari hadits-hadits palsu yang seumpama ini.

Bertentangan dengan Sumber Shahih

Ciri hadits palsu yang lain yang dinyatakan oleh Ibn Qayyim apabila sesuatu hadits itu bertentangan dengan hadits shahih yang lain secara nyata. Ini seperti hadits-hadits palsu yang memuji orang yang bernama Muhammad ataupun Ahmad bahwa siapa saja bernama seperti itu tidak akan masuk neraka. Ini bertentangan dengan prinsip ajaran Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang menegas bahwa neraka itu bukan dapat dielakkan dengan nama dan gelaran sebaliknya dengan iman dan amalan shalih. (hal. 57)

Antara ciri palsu lain ialah hadits yang menyebut Nabi Khidir masih hidup. Kesemua hadits yang membawa maksud tersebut adalah palsu dan dusta. Kemudian Al Imam Ibn Qayyim mengemukan banyak hujah dari Al Quran dan Al Sunnah yang membuktikan bahwa cerita Khidir masa hidup sehingga kini adalah dusta dan palsu. (hal. 67-76)

Aneh

Contoh hadits palsu lain, “Pelangi di langit itu adalah tengkuk ular yang berada di bawah Arsy.”

Juga hadits palsu, “Jangan mandi air yang terpapar sinar matahari karena ia menyebabkan sopak” (hal. 60)

Antara ciri hadits palsu ialah apabila terdapat dalamnya penetapan tarikh tertentu seperti pada tahun sekian dan sekian, pada bulan sekian dan sekian akan berlaku peristiwa itu dan ini. Ini ciri kepalsuan sesuatu hadits. Ini seperti hadits bahwa akan terjadi gerhana dalam Bulan Muharram kemudian berlaku peristiwa itu dan ini. (hal. 64).

Banyak hadits yang seperti ini tersebar dalam internet lalu dipercayai oleh mereka yang dangkal akal dan pengetahuan.

Antara ciri yang lain hadits yang seakan ucapan tukang obat, bukan ungkapan seorang nabi. Ini seperti hadits palsu, “Memakan ikan melemahkan jasad.”

Contoh lain, “Ada seseorang mengadu kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bahwa dia tiada anak. Nabi menyuruhnya memakan telur dan bawang.”

Contoh lain, “Berikan isteri-isteri kamu memakan tamar semasa nifas.” (hal. 65).

Banyak hadits yang seperti yang kadang-kala dibaca oleh mereka yang bergelar ‘ustadz dan ustadzah’ yang tidak meneliti ilmu hadits ini. Para pedagang suka hadits- hadits seperti itu untuk melariskan dagangan mereka.

Banyak lagi ciri-ciri yang disebut oleh Ibn Qayyim Al Jauziyyah dalam karya itu. Begitu banyak hadits-hadits palsu yang beliau sertakan sebagai contoh untuk pembaca. Tulisan saya ini sekadar memberikan kesadaran awal untuk mereka yang kurang memberikan perhatian dalam hal ini. Anda boleh rujuk juga beberapa artikel saya tentang hadits palsu sebelum ini.

Insya Allah, selepas ini akan saya ikuti dengan beberapa coretan yang lain untuk membantu memahami isu hadits palsu ini.

Prof. Madya Dr. Muhammad Asri Zainul Abidin