Peradaban Berbasis Tauhid (Bag. 1)

“Dan sesungguhnya Kami telah menurunkan kepada kamu ayat-ayat yang memberi penerangan, dan contoh-contoh dari orang-orang yang terdahulu sebelum kamu dan pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS An Nuur:34)

Sejarah, pemikiran, peradaban. Tiga hal ini seringkali dianggap sesuatu yang berat, rumit, sulit, dan bahkan membuat seseorang malas untuk mendiskusikan, apalagi repot-repot memikirkan. Kepelikannya semakin bertambah setelah terjadi pendistorsian dan pembohongan di dalamnya. Sebagian orang lagi merasa bahwa ketiga hal ini hanya membuat otak jenuh karena terus berputar dan tak kunjung menemukan titik temu, kabur, dan semu. Tak ada yang benar-benar pasti, karena ia dibuat oleh siapa yang menang dan begantung pada siapa penguasa atau pemilik modal.

Itu juga yang membuatnya menjadi sangat subyektif dan relatif. Ia hanya berpihak pada yang berkepentingan. Selebihnya, ia hanya menjadi pengantar tidur dan pengisi buku-buku pelajaran di sekolah. Ada yang bahkan tak punya waktu untuk memikirkannya, karena persoalan dan tuntutan hidup sehari-hari sudah membuatnya pusing kepala.

Namun ada segelintir orang yang menganggap ketiga hal tersebut (sejarah, pemikiran, peradaban) adalah tema pembahasan yang menyenangkan dan sangat mengasyikkan. Ketika mengkaji dan mempelajarinya, kerumitan yang acak dan berpilin-pilin akan terurai menjadi rumusan yang sebenarnya mudah, sederhana dan akhirnya menemukan bahwa Allah, tuhannya, memiliki ilmu yang sedemikian luas dan tinggi yang tidak dibatasi oleh ruang dan waktu.

Peristiwa yang berlangsung terus-menerus sepanjang waktu tanpa ada akhirnya atau dengan kata lain berlangsung secara kekal dalam pandangan manusia, akan selesai dan berakhir dalam pandangan Allah. Setiap peristiwa dan setiap pikiran manusia, terlepas dari bentuk maupun waktu terjadinya peristiwa dan pikiran ini, yang terjadi sejak kali pertama diciptakannya waktu hingga saat keabadian dan kekekalan itu benar-benar terjadi, semua telah ditentukan dan diputuskan menurut ilmuNya. Namun, kejahilan dan keterbatasan akal manusialah yang tak mampu menjangkaunya. Dan itu fitrah.

Manusia lebih cenderung menerima apa yang diajarkan oleh orang-orang di sekitarnya, daripada berpikir untuk mencari sendiri kebenaran dari informasi yang telah diterimanya. Ia akan merasa terbiasa, atau bahkan tidak terlalu memedulikan sesuatu yang kebanyakan orang anggap biasa atau lumrah. Padahal Allah melalui ayat-ayatNya yang ada di langit dan di bumi senantiasa mengajak manusia untuk berpikir dan merenungkan apa yang terjadi di sekelilingnya, bahkan dalam dirinya sendiri.

“Dan Kami turunkan kepadamu Adz Dzikr (Al Qur’an), agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan.” (QS  An Nahl: 44)

“Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai pikiran.” (QS Shaad: 29)

Sama seperti tulisan-tulisan yang mengangkat topik ini sebelumnya, tulisan ini hanya sebuah upaya penulis –yang masih dan akan terus belajar – untuk merunut dan menyederhanakan apa yang berkelebat dalam pikirannya. Dan ketika penulis berulang kali merenung kembali, kisah itu selalu bermula dari sini.

“Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, “Aku hendak menjadikan khalifah di muka bumi.” Mereka berkata, “Apakah Engkau hendak menjadikan orang yang merusak dan menumpahkan darah di sana, sedangkan kami bertasbih memujiMu dan menyucikanMu?” Dia berfirman, “Sungguh, Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” (QS Al Baqarah: 30)

“Dan Dia ajarkan kepada Adam nama-nama (benda) semuanya, kemudian Dia perlihatkan kepada para malaikat, seraya berfirman, “Sebutkan kepadaKu nama semua (benda) ini, jika kamu yang benar!” (QS  Al Baqarah: 31)

Mereka menjawab, “Mahasuci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami. Sungguh, Engkaulah Yang Mahamengetahui, Mahabisaksana.” (QS. Al Baqarah: 32)

“Dia (Allah) berfirman, “Wahai Adam! Beritahukan kepada mereka nama-nama itu!” Setelah dia (Adam) menyebutkan nama-namanya, Dia berfirman, “Bukankah telah Aku katakan kepadamu, bahwa Aku mengetahui rahasia langit dan bumi, dan Aku mengetahui apa yang kamu nyatakan dan apa yang kamu sembunyikan?” (QS Al Baqarah: 33)

“Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat, “Sujudlah kamu kepada Adam!” Maka mereka pun sujud kecuali iblis. Ia menolak dan menyombongkan diri, dan ia termasuk golongan yang kafir.” (QS Al Baqarah: 34)

Sungguh Al Qur’an telah bercerita tentang banyak hal dan menjawab semua hal. Sejarah itu berawal dari sini. Dan selanjutnya, seperti yang sudah kita dengar dan baca (namun sedikit sekali yang mengambil pelajaran), iblis memperdaya Adam dan istrinya hingga keduanya harus dikeluarkan dari surga dan diturunkan ke dunia. Inilah konspirasi iblis untuk yang pertama kalinya, lalu dilanjutkan dengan konspirasi-konspirasi lainnya dalam menyesatkan anak-cucu Adam sampai akhir zaman.

Apa yang perlu kita garisbawahi di sini? Allah telah mengajarkan “nama-nama” kepada Adam. Dan itu menjawab bahwa sejarah nenek moyang kita, bukanlah manusia purba yang tidak dapat berbahasa dan tinggal di dalam gua-gua. Mereka berpakaian dan pandai membuat bangunan, bahkan Ka’bah dan Masjid Al Aqsha pun dibangun oleh Nabi Adam.

Penerus Nabi Adam, Idris telah menyampaikan syari’at Allah hingga akhir hayatnya. Ia adalah manusia pertama yang dituruni wahyu melalui malaikat Jibril. Ibnu Ishaq menyebutkan bahwa ia adalah orang pertama yang menulis dengan pena, dan manusia pertama yang menjahit baju dan memakainya. Sedangkan, manusia sebelumnya masih memakai pakaian dari kulit binatang. Dia juga orang pertama yang mengerti masalah medis (Al Mawsu’ah Al Arabiyah Al Alamiyah 1/379).

Peradaban manusia bukanlah berjalan dari zaman batu, zaman logam, dan seterusnya. Dan kita telah terjebak dalam istilah paleolithik, mesolithik, dan neolithik yang disampaikan Charles Darwin. Mengkaji sejarah adalah berdasarkan nabi-nabi dan rasul yang diutus ke bumi. Dari sanalah kita paham bagaimana peradaban manusia (suatu kaum) di setiap zamannya.

“Sungguh, telah berlalu sebelum kamu sunnah-sunnah (Allah), karena itu berjalanlah kamu ke (segenap penjuru) bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang yang mendustakan (rasul-rasul). Inilah (Al Qur’an) suatu keterangan yang jelas untuk semua manusia, dan menjadi petunjuk serta pelajaran bagi orang-orang yang bertaqwa.” (QS  Ali ‘Imran: 137-138)

Anak-cucu Adam yang jumlahnya semakin banyak di jazirah Arab (kemungkinan besarnya di Hijaz), mulai melakukan ekspedisi dan migrasi ke berbagai wilayah, diantaranya:

  1. 1. Timur laut. Mereka berdiam di Iraq kemudian beberapa kelompok di antara mereka melanjutkan perjalanannya hingga mencapai Asia dan Amerika.
  2. 2. Utara, menuju Syam. Beberapa rombongan melanjutkan pengembaraannya ke Laut Tengah.
  3. 3. Selatan. Wilayah Yaman. Dari sini beberapa rombongan melanjutkan perjalanannya ke Afrika dan India.

Kita akan temukan bahwa semua rasul pasti berasal dari Jazirah Arab, Syam, Irak, dan Mesir. Tempat-tempat ini adalah wilayah-wilayah yang ditempati manusia untuk pertama kalinya di muka bumi (Mahmud Syakir dalam At Tarikh Al Islami Qabla Al Bi’tsah). Peradaban Fir’aun dan Sumeria adalah dua peradaban paling awal yang ada dalam sejarah manusia [H.J Wills dalam Short History of the World].

Orang-orang terdahulu bukanlah mereka yang tinggal di hutan dengan berburu binatang. Mereka telah membangun sebuah peradaban yang kecanggihannya bisa jadi melampaui peradaban kita saat ini. Ilmu pengetahuan mereka begitu tinggi hingga mampu memahami numerologi dan astronomi. Tapi karena kekufuran sebagian mereka pada Allah, maka kedahsyatan peradaban itu dimusnahkan dalam waktu semalam saja, hingga para penganut teori evolusi menyangka mereka adalah orang-orang zaman batu yang tidak pernah menghasilkan apapun.

“Dan sesungguhnya telah Kami binasakan orang yang serupa dengan kamu. Maka adakah orang yang mau mengambil pelajaran?” (QS  Al Qamar: 51]

“Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal.” (QS Yuusuf: 111)

Para Nabi adalah manusia seperti sekarang yang pandai berkata-kata. Nabi Nuh adalah seorang pembuat kapal yang handal. Kerajaan kuno Babilonia telah menggunakan tenaga elektrik berjuta-juta tahun sebelum kita. Artefak yang ditemukan dalam peradaban Babilonia, dan setelah dikaji ternyata ia adalah sebuah baterai. Dan sebuah lukisan di dinding peradaban Mesir kuno kembali mencengangkan para peneliti sejarah dan peradaban.

Dalam Al Qur’an, disebutkan beberapa ciri bangsa-bangsa kuno, akhlaq serta bencana-bencana yang menimpa mereka. Adalah sebuah kesalahan besar untuk memahami ayat-ayat ini hanya sebagai peristiwa sejarah. Sebab, sebagaimana di semua ayat yang lain, Allah mengisahkan kehidupan bangsa-bangsa di masa lampau untuk kita renungkan dan ambil pelajaran dari berbagai bencana yang menimpa bangsa-bangsa ini sebagai pedoman dalam memperbaiki perilaku kita.

Lalu, bagaimana dengan peradaban barat yang selama ini mereka elu-elukan?

Jika kita masuk mesin waktu menuju abad pertengahan seperti abad ke-10 Masehi (ke-4 Hijriah) dan terbang menyusuri kota-kota dunia Islam dan kota-kota dunia Barat, kita akan terkaget-kaget melihat perbedaan besar antara kedua dunia itu. Kita akan tercengang melihat sebuah dunia yang penuh dengan kehidupan, kekuatan dan peradaban, yakni dunia Islam, dan sebuah dunia lain yang primitif, sama sekali tidak ada kesan kehidupan, ilmu pengetahuan dan peradaban yakni dunia Barat.

Dalam buku Sejarah Umum karya Lavis dan Rambou dijelaskan bahwa Inggris Anglo-Saxon pada abad ke-7 M hingga sesudah abad ke-10 M merupakan negeri yang tandus, terisolir, kumuh dan liar. Rumah-rumah dibangun dengan batu kasar tidak dipahat dan diperkuat dengan tanah halus. Rumah-rumahnya dibangun di dataran rendah. Rumah-rumah itu berpintu sempit, tidak terkunci kokoh dan dinding serta temboknya tidak berjendela. Wabah-wabah penyakit berulang-ulang berjangkit menimpa binatang-binatang ternak yang merupakan sumber penghidupan satu-satunya.

Pada masa itu Eropa penuh dengan hutan-hutan belantara. Sistem pertaniannya terbelakang. Dari rawa-rawa yang banyak terdapat di pinggiran kota, tersebar bau-bau busuk yang mematikan. Rumah-rumah di Paris dan London dibangun dari kayu dan tanah yang dicampur dengan jerami dan bambu. Mereka tidak mengenal kebersihan. Jalan-jalan raya tidak ada saluran air, batu-batu pengeras dan juga lampu.

Bersambung ke bagian 2.

Oleh: Khaleeda