Perisai dan Pedang Umat Muslim (2)

Teruntuk masyarakat Indonesia, yang kucintai selamanya.

Sabar atas Solusi Konkret

Beberapa orang datang kepada Dr. Amr Khaled, seorang motivator kaliber dunia dari Mesir. Mereka berkata, “Kami mempunyai masalah dan kami menginginkan solusi yang konkret.” Dr. Amr Khaled pun menjawab, “Sabarlah!”. Mereka berkata lagi, “Kami menginginkan solusi yang konkret.” Dengan berkata seperti itu, seolah-olah mereka menganggap bersabar bukanlah sebuah solusi yang konkret. Sang Motivator pun menyesalkan anggapan mereka itu.

Banyak orang yang enggan bersabar ketika mereka tertimpa musibah. Mereka lebih suka tergesa-gesa mencari solusi yang mereka anggap konkret, dan meninggalkan kesabaran. Padahal jika ditelusuri, ada kemungkinan masalah yang mereka hadapi itu akibat dari kekurangsabaran mereka terhadap suatu hal.

Contoh nyata, seorang pengendara motor yang menerobos lampu merah, karena ia tergesa-gesa untuk sampai di tempat kerja. Malangnya, ada polisi yang menanti di seberang jalan. Ia pun terkena tilang dan harus merelakan waktunya lebih lama daripada ketika ia bersabar menunggu lampu hijau menyala. Pada akhirnya, ia terlambat sampai di tempat kerja, karena harus menjalani pemeriksaan oleh polisi. Andai ia mau sedikit bersabar, tentu lain ceritanya.

Contoh lain, saya pernah membantu seorang kawan lama yang berjaga di loket pembagian sertifikat di sebuah acara universitas. Sangat wajar ketika loket memberlakukan antre di pintu masuk bagi pengunjungnya. Namun, entah karena sudah membudaya, atau (maaf) orang Indonesia belum paham tentang etika, masih saja ada yang menunggu di pintu keluar loket sambil menyodorkan tiketnya dengan maksud tidak ikut antrian. Tentu saja saya menolaknya dan berkata, “maaf, antri dulu ya.” Anehnya, pengunjung tersebut masih tetap berdiri di samping pintu keluar loket. Ketika saya tanyai ia hanya menjawab, “antriannya masih panjang.” Padahal jika ia mau antri, mungkin ia sudah keluar dan mendapatkan sertifikat sejak tadi. Dan itu menjadi solusi paling konkret baginya, daripada menunggu terlalu lama di samping pintu keluar loket.

Kesabaran dinilai bukan sebagai solusi konkret karena sifatnya cenderung defensif-antisipatif. Ia tidak akan terlihat sebelum muncul gejala yang membutuhkan tindakan antisipasi. Itulah yang menyebabkan kita lebih cenderung menggunakan sabar sebagai penahan rasa sakit daripada pembuat kenyamanan.

* * *

Bersambung