Salam Gigit Jari

Akhir-akhir ini kita sering mendengar tentang salam gigit jari. Hal ini mengingatkan ku kepada suatu kisah yang menjadi sebab turunnya Surat Al Furqan ayat 27-29:

‘Uqbah bin Abi Mu’aith adalah salah seorang tokoh Quraisy. Pada awalnya ia sering bergaul dengan Rasulullah.

Pada suatu kali ia mengundang Rasulullah untuk menghadiri jamuan makan, namun Rasulullah enggan memakan makanannya sampai ia mau mengucapkan kalimat syahadat. Lalu ia lakukan.

Di samping itu ia berteman akrab dengan Ubay bin Khalaf. Mengetahui ia telah mengucapkan syahadat, Ubay sangat murka. Dia mencela ‘Uqbah atas perbuatannya tersebut dan mengatakannya sudah meninggalkan agama nenek moyang mereka.

‘Uqbah membantah, lalu ia berkata, “Aku tidak keluar dari agama nenek moyang kita, akan tetapi ia (Muhammad) tidak mau memakan hidanganku, sementara ia berada di rumahku. Aku jadi malu, makanya aku turuti kemauannya untuk bersyahadat.”

Ubay berkata, “Aku tidak ridha kepadamu sampai kamu memukul tengkuknya Muhammad dan meludahi wajahnya.”

Benar saja, ‘Uqbah yang malang menuruti perintah teman akrabnya itu. Dia menemui Rasulullah yang lagi sujud di Darun Nadwah. Tanpa ragu ia meludahi beliau. Tapi ludahnya itu kembali kepada dia, dan tepat di wajahnya. Sebelumnya ludah itu terbagi menjadi dua bagian dan tepat mengenai kedua pipinya. Akibatnya kedua pipinya melepuh seperti terbakar sampai ia terbunuh di perang Badar.

Sedangkan Ubay mati menggenaskan setelah dilembing oleh Rasulullah di perang Uhud, kemudian ia kembali ke Mekkah dalam kondisi luka parah dan mati di sana. Dan dia jadi orang satu-satunya yang dibunuh oleh Rasulullah dengan tangan beliau sendiri.

Allah menurunkan wahyunya untuk menceritakan apa akibat yang akan ditempuh oleh ‘Uqbah bin Abi Mu’aith nanti di akhirat, guna untuk menjadi pelajaran bagi umat Rasulullah, supaya jangan salah dalam memilih dan mengikuti teman. Dan teman di sini dengan artian luas, yaitu “orang yang akan dijadikan ikutan”.

Maka dia bisa berlaku sebagai teman sepergaulan, atau tokoh yang diikuti, atau pemimpin yang dipatuhi.

Allah berfirman:

وَيَوْمَ يَعَضُّ الظَّالِمُ عَلَى يَدَيْهِ يَقُولُ يَا لَيْتَنِي اتَّخَذْتُ مَعَ الرَّسُولِ سَبِيلا. يَا وَيْلَتَى لَيْتَنِي لَمْ أَتَّخِذْ فُلانًا خَلِيلا . لَقَدْ أَضَلَّنِي عَنِ الذِّكْرِ بَعْدَ إِذْ جَاءَنِي وَكَانَ الشَّيْطَانُ لِلإنْسَانِ خَذُولا.

“Dan di hari di mana orang zalim menggigit dua tangannya seraya berkata: Wahai kiranya dulu aku mengambil jalan yang ditempuh bersama Rasul.

Wahai, celakalah aku! Sekiranya dulu aku tidak menjadikan si Fulan itu teman akrabku.

Sungguh dia telah menyesatkan aku dari perintah al Qur’an ketika al Qur’an itu telah datang kepadaku. Dan setan memang pengkhianat manusia”. (al Furqan: 27-29)

Kalau di dunia ini kita mengalami kekecewaan akibat salah memilih teman, atau orang yang akan diikuti, atau pemimpin yang akan didukung, diungkapkan atau digambarkan dengan “gigit jari”. Hanya menggigit satu atau dua jari. Sedangkan di akhirat nanti akibatnya akan jauh lebih dahsyat dari itu.

Sebagaimana di dunia mereka gigit jari, di akhirat mereka akan melakukan hal yang sama, tapi lebih dahsyat. Al Qur’an menggambarkan bagaimana kekesalan dan penyesalan yang akan mereka rasakan, sampai tidak cukup dengan gigit jari, tapi sampai menggigit kedua tangannya. Begitu al Qur’an memvisualisasikan kejadiannya kepada kita. Penyesalan yang tiada tara, yang tidak bisa dibayangkan dan tidak bisa diperbaiki lagi.

Imam ‘Atha’ mengatakan: Orang zalim akan memakan kedua tangannya sampai kedua sikunya, kemudian dikembalikan tangan mereka menjadi utuh seperti sedia kala. Demikianlah pekerjaan mereka, setiap kali tangan mereka utuh, mereka akan kembali memakannya sebangai ungkapan penyesalan.

Ahli tafsir mengatakan: Ayat ini berlaku bagi setiap orang yang berkumpul dan bekerjasama dengan temannya untuk melakukan kejahatan, kemaksiatan dan kedurhakaan.

Maka berhati-hatilah dalam memilih teman atau orang yang akan dijadikan fans. Jangan sampai kita gigit jari di dunia ini dan menggigit dua tangan di akhirat nanti sebagai akibatnya. Kalau gigit jari masih ada kesempatan untuk memperbaiki, tapi kalau sudah gigit dua tangan, tiada arti penyesalan.

اصْلَوْهَا فَاصْبِرُوا أَوْ لا تَصْبِرُوا سَوَاءٌ عَلَيْكُمْ إِنَّمَا تُجْزَوْنَ مَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ

“Masuklah kamu ke dalamnya (rasakanlah panas apinya); maka baik kamu bersabar atau tidak, sama saja bagimu; kamu diberi balasan terhadap apa yang telah kamu kerjakan”. (ath Thuur: 16)

Ya Allah, selamatkan kami dari penyesalan yang dahsyat itu.

Ustadz Zulfi Akmal, Lc. MA.