Benarkah Mandi Bisa Menggantikan Wudhu?

Wudhu merupakan ritual untuk mensucikan diri dari hadats kecil sebelum melakukan ibadah yang mengisyaratkan kesucian diri sebelum melaksanakannya, seperti sholat misalnya. Selain sebagai sarana untuk mensucikan diri, ternyata wudhu juga mempunyai banyak manfaat untuk kesehatan tubuh. Seperti mengurangi resiko timbulnya jerawat, hal tersebut dikarenakan wajah yang selalu dibasuh dan dibersihkan dari kotoran. Selain itu, wudhu juga bisa membuat lubang hidung selalu bersih dan terawat.

Berbicara tentang wudhu, ada banyak masalah fiqih seputar wudhu yang sering kali menjadi perdebatan. Salah satunya adalah tentang, apakah mandi sudah mencukupi untuk wudhu, artinya tidak perlu wudhu lagi sesudah mandi?

Menurut Al-Ustadz Muhammad As-Sarbini Al-Makassari, mengutip pendapat dari As-Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz dalam Majmu’ Al-Fatawa.

“Jika yang dimaksud adalah mandi yang dilakukan hanya untuk bersih-bersih dan menyegarkan tubuh, maka masalahnya jelas bahwa hal tersebut bukan ibadah yang terkait dengan bersuci dari hadats dan sudah pasti tidak mewakili wudhu. Demikian juga dengan mandi yang disyariatkan untuk sholat Jum’at, untuk sholat hari raya (Idul Fitri dan Adha) serta mandi lainnya yang disyariatkan bukan untuk mengangkat hadats. Mandi karean hal-hal yang demikian itu tidak bisa mewakili wudhu dalam mengangkat hadats kecil”.

Menurut jumhur ulama.

“Apabila seseorang telah mengerjakan mandi besar, maka ia tidak perlu untuk berwudhu lagi”. Sepeti yang telah dinyatakan oleh Al-Imam An-Nawawi, Ibnu Batthal, Asy-Syaukani serta para ulama lainnya. (Nailul Authar, 1/273)

Bahkan menurut Ibnu Umar R.A. berwudu lagi padahal sudah mengerjakan mandi besar dianggap sebagai perbuatan yang berlebihan.

Diriwayatkan dari Abu Ishaq, bahwa ada seorang laki-laki yang berkata pada Ibnu Umar R.A.: “Sesungguhnya saya berwudhu setelah mandi (janabah). Ibnu Umar menjawab: “Engkau telah berlebihan.” (Al Mushannaf 1/88)

Imam Asy Syaukani R.A. berkata: Diriwayatkan dari Hudzaifah, bahwa dia berkata: “Apakah tidak cukup bagi kalian mandi janabah dari ubun-ubun hingga ke kedua kaki, sampai-sampai kalian berwudhu segala?” Perkataan seperti itu juga telah diriwayatkan dari jamaah para sahabat dan orang-orang setelah mereka, sampai Abu Bakar bin Al ‘Arabi berkata: “Bahwa para ulama tidak berselisih pendapat, bahwa wudhu telah masuk ke dalam cakupan mandi janabah, dan niat bersuci dari janabah juga berlaku bagi niat bersuci dari hadats, dan itu dapat menghilangkan hadats tersebut. Karena sesungguhnya halangan-halangan bagi orang yang janabah lebih banyak dari orang yang sekadar berhadats. Oleh sebab itu, sesuatu yang lebih sedikit sudah masuk ke dalam niat yang besar, dan niat besar sudah mencakupi niat yang sedikit.” (Nailul Authar, 2/136)

Ibnu Qudamah berkata, “Mandi (junub) dijadikan sebagai akhir dari larangan untuk shalat, karenanya jika dia telah mandi, maka wajib untuk tidak terlarang dari shalat. Sesungguhnya keduanya yaitu mandi dan wudhu, dua ibadah yang sejenis, maka yang kecil di antara keduanya (wudhu) masuk (terwakili) ke dalam yang besar sebagaimana halnya umrah dalam haji.” (Al-Mughny, 1/289)

Dalil yang mereka gunakan adalah riwayat ‘Aisyah ra, dia berkata “Adalah Rasulullah SAW. Tidak wudhu lagi setelah dia mandi (mandi janabat).” (HR. An-Nasa’i, Shahih)

Imam Abul Hasan Muhammad bin Abdil Hadi as-Sindi berkata tentang hadits dari ‘Aisyah di atas: “Yaitu Shalat sesudah mandi dan sebelum hadats dengan tanpa wudhu baru, telah memadai wudhu yang dilakukan sebelum mandi, atau telah mencukupi semuanya dalam cakupan mandi (janabah). Wallahu A’lam.” (Syarh An-Nasa’i, 1/191)

Dalam hadits lain disebutkan bahwa Rasulullah SAW tidaklah berwudhu setelah mandi (mandi janabat), sebagaimana yang telah disebutkan dalam hadits shahih. (Ahmad: 430, at-Tirmidzi:107, Abu Daud: 250, Ibnu Majah: 579)

Khalifah Umar bin Khattab pernah ditanya tentang wudhu setelah mandi janabat, beliau menjawab, “Adakah wudhu yang lebih menyeluruh dibandingkan mandi (mandi janabat)?” (Mushannaf: 1/68)

Hudzaifan bin Yaman berkata, “Tidakkah mandi dari kepala hingga telapak kaki mencukupi salah seorang di antara kalian, sehingga ia berwudhu (setelahnya)?” (Mushannaf: 1/68)

Jadi, sudahlah sangat jelas berdasarkan hadits-hadits di atas, seseorang yang telah mengerjakan mandi janabah, tidak perlu untuk berwudhu lagi. Sedangkan untuk wudhu ketika hendak mandi janabah, (jadi wudhunya sebelum mandi) ini adalah hal lain, umumnya para ulama berpendapat tentang kesunnahannya. (Fiqh ‘ala Madzhab al ‘Arba’ah,1/104-105). Wallahu A’lam.