Setiap detiknya selama nyawa masih dalam jasad tidak pernah sekalipun nafas kita diembargo oleh Allah Ta’ala. Itu baru nafas, belum lagi panca indra yang telah dianugrahkan untuk kita, dengan dua mata bisa kita nikmati indahnya dunia, dengan telinga kita tahu merdunya kicauan burung di angkasa. Itu semua hanyalah secuil nikmat saja, karena sebesar-besarnya nikmat yang Allah anugrahkan untuk manusia adalah nikmat iman dan nikmat islam.
Besar atau kecilnya suatu nikmat ditinjau dari kekekalan nikmat itu sendiri. Apabila nikmat tersebut hanya bisa dinikmati di dunia saja maka itu adalah nikmat yang kecil, sementara nikmat yang besar adalah apa saja yang bisa dibawa pulang sampai ke negeri akhirat. Punya jabatan yang tinggi, rumah mewah, atau istri yang jelita itu hanyalah nikmat yang kecil, karena saat manusia meninggal mobil, jabatan, apalagi istrinya tidak akan rela menemani ia tidur di kuburan, bahkan itu semua bisa saja akan menjadi milik orang lain dengan jalan warisan dan istri akan dinikahi lelaki lain jika iddahnya telah berlalu.
Oleh karena itu, nikmat yang paling agung adalah nikmat iman dan islam, karena keduanya bisa dibawa pulang ke negeri akhirat, dan keduanya lah yang menemani saat2 di kuburan nanti. Namun alangkah ironisnya, kita mengejar materi duniawi saja namun lupa bahwa itu semua tidak bisa dibawa sampai ke akhirat. Untuk itu, jika berpunya harta sedekahkanlah, karena pada hakikatnya sedekah itulah yang kekal, sementara yang kita pakai dan yang dimakan besok paginya akan mendarat ke toilet. Melalui tangan para mustahik telah kita titipkan harta-harta yang dipunyai, dan di akhirat akan kita dapati kembali bahkan dalam jumlah yang berlipat ganda.
Nikmat itu harus disyukuri dengan cara mempergunakannya pada tempat yang diridhai oleh Nya. Pada dasarnya tak ada sesuatu apapun yang kita punyai, bahkan berbagai macam ibadah kita laksanakan berkat ada nikmat dari Allah Ta’ala. Membaca quran kita lihat dengan mata pemberian dari Nya, shalat dan puasa kita laksanakan karena tenaga dari Nya pula. Sebab Allah ta’ala telah menurunkan hujan, dari hujan ini tumbuhlah berbagai tanaman pangan dan makanan untuk hewan-hewan yang kita makan, dari sini semua kita beroleh tenaga. Bukankah itu amat patut disyukuri?, sehingga demikian tiada celah bagi hamba untuk bersikap riya apalagi sombong gara-gara banyak ibadah.