Teori pendidikan anak berkembang dari masa ke masa, apa yang berlaku pada masa kecil orang tua kita dulu akan berbeda dengan apa yang diterapkan pada masa kecil kita. Teori dan model pendidikan anak ini terus berkembang menyesuaikan zamannya, seperti yang pernah disampaikan Ali bin Abi Tholib ra., “Didiklah anak-anakmu sesuai dengan zamannya”. Lahirnya berbagai macam teori pendidikan anak tentu membuat pusing para orang tua, yang ini bilang begini yang itu bilang begitu, puyeng mau mengikuti yang mana, padahal kalau dipikir-pikir, semuanya bagus dan semuanya benar! Nah, bagaimana jika semua model itu kita terapkan pada anak-anak kita?
Eits, nanti dulu, semestinya kita memahami bahwa setiap anak terlahir dengan potensi bawaannya masing-masing, setiap anak berbeda, namun itulah yang membuat mereka istimewa. Seperti sebuah lagu kanak-kanak yang sering kita dengar, “Mawar melati, semuanya indah…”. Coba saja bayangkan jika dalam sebuah taman hanya dipenuhi bunga berwarna merah saja, atau kuning saja, atau putih saja, tentu pemandangan yang kita lihat akan menjadi monoton. Lain halnya dengan sebuah taman yang di dalamnya terisi oleh beranekaragam tanaman bunga, ada yang berwarna merah, kuning, putih, ungu, dan sebagainya, maka perbedaan yang ada akan membentuk harmoni yang indah bukan? Sama seperti anak-anak. Mereka memiliki potensi dan kecenderungan yang berbeda-beda, namun di sanalah letak keunikannya. Setiap anak akan “bekerja” sesuai wilayahnya, tidak bertubrukan, tidak seragam, namun saling mengisi.
Setiap anak memang diciptakan istimewa, maka dari itu setiap anak perlu kita perlakukan dengan istimewa, perlakuan ini tidak seragam karena keunikan yang dibawa oleh pribadi sang anak. Dr. Howard Gardner mengungkapkan ada 7 jenis kecerdasan yang dimiliki anak, dan masing-masing memiliki porsinya sendiri. Jika kita telah mengetahui dan memahami perbedaan yang pasti terjadi dalam setiap anak, maka sudah sepatutnya kita menyadari bahwa memilih model pendidikan anak harus didasari dengan sikap yang bijak. Artinya, tidak mesti seluruh model pendidikan yang ada harus diterapkan kepada seorang anak, namun orang tua hendaknya melihat dan mengamati potensi dan kecenderungan anak tersebut cocok dididik dengan metode seperti apa.
Misalnya, anak pertama mungkin berhasil dengan pola pendidikan homeschooling. Namun, belum tentu metode ini cocok diterapkan oleh anak kedua, ketiga, dst. Anak kedua mungkin saja berhasil diajari membaca dengan metode mengeja, namun boleh jadi adiknya lebih cepat menguasai baca-tulis dengan metode glenn Domann. Maka sebagai orang tua, tuntutan untuk belajar hal-hal baru yang berkaitan dengan pendidikan anak akan terus menekan. Menjadi orang tua tidak semudah melahirkan, mengasuh, dan membesarkan saja, karena setelah itu orang tua sebagai lembaga pendidikan pertama masih memiliki tugas mendidik yang akan menentukan keberhasilan anak dalam menghadapi dunia sebagai bekal akhiratnya kelak.
Sebagai seorang muslim, tentu arah dan pola pendidikan yang kita terapkan dalam keluarga tidak terhenti pada pos pendidikan akademik saja, namun kita perlu merancang sebuah peradaban yang lebih mulia dan bernilai religius. Hal ini dimaksudkan untuk mempersiapkan keluarga kita menuju keluarga islami dan bermanfaat untuk umat. Karena bagaimanapun, kehidupan masyarakat madani berawal dari keluarga yang kokoh. Saat ini sudah cukup banyak model pendidikan islami yang berkembang di masyarakat, seperti metode mendidik anak cinta Al Quran sejak dalam kandungan, yaitu dengan cara memperdengarkan alunan murottal dan membaca sendiri ketika bunda sedang mengandung. Eksperimen yang dilakukan oleh pasangan Mustofa AY-Rochayatun dengan metode As salam-nya ternyata terbukti ampuh dan menyedot sekitar 1000 peserta di Ambarawa, semarang pada seminar dan pelatihan pembelajaran Al Quran.
Model keluarga yang berhasil mendidik anak-anaknya pun juga sering kita jumpai dalam seminar-seminar pendidikan keluarga, seperti keluarga Ibu Wiriangingsih yang berhasil mendidik ke-13 anaknya menjadi penghapal Al Quran. Ada juga keluarga Mbak Asma Nadia, penulis nasional yang anak-anaknya telah menerbitkan buku, dan menjadikan menulis sebagai sarana berbagi, dan berkreasi dengan cara yang positif.
Jadi, dari begitu banyak model pendidikan anak yang berkembang, kita bisa memilih dan memilah mana yang sekiranya cocok diterapkan untuk keluarga kita masing-masing, sesuaikan dengan kemampuan, kecenderungan, dan kapasitas ilmu yang dimiliki.