Biografi Syaikh Muhammad Ali Ash Shabuni

Nama lengkapnya adalah Muhammad bin Ali bin Jamil Ash Shabuni. Beliau lahir di kota Halb/Aleppo Syiria pada tahun 1928 M. Setelah lama berkecimpung dalam dunia pendidikan di Syiria, beliau pun melanjutkan pendidikannya di Mesir, dan merampungkan program magisternya di universitas Al Azhar mengambil tesis khusus tentang perundang-undangan dalam Islam pada tahun 1954 M. Saat ini bermukim di Mekkah dan tercatat sebagai salah seorang staf pengajar tafsir dan ulumul Qur’an di fakultas Syari’ah dan Dirasat Islamiyah Universitas Malik Abdul Aziz Makkah.

Syaikh Ash Shabuni dibesarkan di tengah-tengah keluarga terpelajar. Ayahnya, Syaikh Jamil, merupakan salah seorang ulama senior di Aleppo. Ia memperoleh pendidikan dasar dan formal mengenai bahasa Arab, ilmu waris, dan ilmu-ilmu agama di bawah bimbingan langsung sang ayah. Sejak usia kanak-kanak, ia sudah memperlihatkan bakat dan kecerdasan dalam menyerap berbagai ilmu agama. Di usianya yang masih belia, Ash Shabuni sudah hafal Al Quran.Tak heran bila kemampuannya ini membuat banyak ulama di tempatnya belajar sangat menyukai kepribadian Ash Shabuni. Salah satu gurunya adalah sang ayah, Jamil Ash Shabuni. Ia juga berguru pada ulama terkemuka di Aleppo, seperti Syaikh Muhammad Najib Sirajuddin, Syaikh Ahmad Al Shama, Syaikh Muhammad Said Al Idlibi, Syaikh Muhammad Raghib Al Tabbakh, dan Syaikh Muhammad Najib Khayatah.

Untuk menambah pengetahuannya, Ash Shabuni juga kerap mengikuti kajian-kajian para ulama lainnya yang biasa diselenggarakan di berbagai masjid.Setelah menamatkan pendidikan dasar, Ash Shabuni melanjutkan pendidikan formalnya di sekolah milik pemerintah, Madrasah Al Tijariyyah. Di sini, ia hanya mengenyam pendidikan selama satu tahun. Kemudian, ia meneruskan pendidikan di sekolah khusus syariah, Khasrawiyya, yang berada di Aleppo. Saat bersekolah di Khasrawiyya, ia tidak hanya mempelajari bidang ilmu-ilmu Islam, tetapi juga mata pelajaran umum. Ia berhasil menyelesaikan pendidikan di Khasrawiyya dan lulus tahun 1949.Atas beasiswa dari Departemen Wakaf Suriah, ia melanjutkan pendidikannya di Universitas Al Azhar, Mesir, hingga selesai strata satu dari Fakultas Syariah pada tahun 1952. Dua tahun berikutnya, di universitas yang sama, ia memperoleh gelar magister pada konsentrasi peradilan Syariah (Qudha Asy Syariyyah). Studinya di Mesir merupakan beasiswa dari Departemen Wakaf Suria.

Selepas dari Mesir, Syaikh Ash Shabuni kembali ke kota kelahirannya. Ia mengajar di berbagai sekolah menengah atas yang ada di Aleppo. Pekerjaan sebagai guru sekolah menengah atas ini ia lakoni selama delapan tahun, dari tahun 1955 hingga 1962.Setelah itu, ia mendapatkan tawaran untuk mengajar di Fakultas Syariah Universitas Umm Al Qura dan Fakultas Ilmu Pendidikan Islam Universitas King Abdul Aziz. Kedua universitas ini berada di Kota Makkah. Ia menghabiskan waktu dengan kesibukannya mengajar di dua perguruan tinggi ini selama 28 tahun.Karena prestasi akademik dan kemampuannya dalam menulis, saat menjadi dosen di Universitas Umm Al Qura, Ash Shabuni pernah menyandang jabatan ketua Fakultas Syariah. Ia juga dipercaya untuk mengepalai Pusat Kajian Akademik dan Pelestarian Warisan Islam. Hingga kini, ia tercatat sebagai guru besar Ilmu Tafsir pada Fakultas Ilmu Pendidikan Islam Universitas King Abdul Aziz.

Di samping mengajar di kedua universitas itu, Syaikh Ash Shabuni juga kerap memberikan kuliah terbuka bagi masyarakat umum yang bertempat di Masjidil Haram. Kuliah umum serupa mengenai tafsir juga digelar di salah satu masjid di Kota Jeddah. Kegiatan ini berlangsung selama sekitar delapan tahun.Setiap materi yang disampaikannya dalam kuliah umum ini, oleh Ash Shabuni, direkam-nya dalam kaset. Bahkan, tidak sedikit dari hasil rekaman tersebut yang kemudian ditayangkan dalam program khusus di televisi. Proses rekaman yang berisi kuliah-kuliah umum Syaikh Ash Shabuni ini berhasil diselesaikan pada tahun 1998.

Di samping sibuk mengajar, Syaikh Ash Shabuni juga aktif dalam organisasi Liga Muslim Dunia. Saat di Liga Muslim Dunia, ia menjabat sebagai penasihat pada Dewan Riset Kajian Ilmiah mengenai Al Quran dan sunnah. Ia bergabung dalam organisasi ini selama beberapa tahun. Setelah itu, ia mengabdikan dirinya sepenuhnya untuk menulis dan melakukan penelitian.

Salah satu karyanya yang terkenal adalah Shafwah At Tafasir. Kitab tafsir Al Quran ini merupakan salah satu tafsir terbaik karena luasnya pengetahuan yang dimiliki oleh sang pengarang. Selain dikenal sebagai hafiz Al Quran, Syaikh Ash Shabuni juga memahami dasar-dasar ilmu tafsir, guru besar ilmu syariah, dan ketokohannya sebagai seorang intelektual Muslim. Hal ini menambah bobot kualitas dari tafsirnya ini.

Menurut penilaian Syaikh Abdullah Khayyat, khatib Masjidil Haram dan penasehat kementrian pengajaran Arab Saudi, Syaikh Ash Shabuni adalah seorang ulama yang memiliki banyak pengetahuan, salah satu cirinya adalah aktivitasnya yang mencolok dalam bidang ilmu dan pengetahuan, Ia banyak menggunakan kesempatan berlomba dengan waktu untuk menelurkan karya ilmiahnya yang bermanfaat dengan member konteks pencerahan, yang merupakan buah penelaahan, pembahasan dan penelitian yang cukup lama.

Dalam menuangkan pemikirannya, Syaikh Ash Shabuni tidak tergesa-gesa, dan tidak berorientasi mengejar banyak karya tulis, namun menekankan segi ilmiah ke dalam pemahaman serta aspek-aspek kualitas dari sebuah karya ilmiah, untuk mendekati kesempurnaan dan segi kebenaran.

Beliau juga dikenal sebagai pakar ilmu Al Qur’an, Bahasa Arab, Fiqh, dan Sastra Arab. Abdul Qodir Muhammad Shalih dalam “Al Tafsir wa Al Mufassirun fi Al A’shri Al Hadits” menyebutnya sebagai akademisi yang ilmiah dan banyak menelurkan karya-karya bermutu”. Di antara karya-karya beliau:

1. Rawa’i Al Bayan fi Tasair Ayat Al Ahkam min Al Qur’an.

Kitab ini mengandung keajaiban tentang ayat-ayat hokum didalam Al Qur’an. Kitab ini dalam dua jilid besar, ia adalah kitab terbaik yang pernah dikarang perihal soal ini, sebab dua jilid ini, telah dapat menghimpun karangan-karangan klasik dengan isis yang melimpah ruah serta ide dan fikiran yang subur, stu pihak dan karangan-karangan modern debgan gaya yang khas dalam segi penampilan, penyususnan, dan kemudian uslub dipihak lain. Selain itu, M. Ali Ash Shabuni telah Nampak keistimewaannya dalam tulisan ini tentang keterusterangannya dan penjelasannya dalam menetapkan keobjektifan agama Islam mengenai pengertian ayat-ayat hukum, dan tentang sanggahannya terhadap dalil-dalil beberapa orang musuh Islam yang menyalahgunakan penanya dengan mempergunakan dirinya dengan menyerang Nabi Muhammad saw., dalam hal pernikahan beliau dengan beberapa orang istri (poligami).

Dalam hubungan tersebut, pengarang kitab ini telah mengupas hikmah poligami dengan mendasarkan kupasannya kepada logika dan rasio, ditinjau dari beberapa segi juga dikupasnya masalah “hijab” (penutup badan bagi wanita), serta menyanggah dalam persoalan ini pendapat orang yang memperkenankan seorang wanita menampakan tangannya dan wajahnya dihadapan orang-orang lelaki yang bukan muhrim dengan alas an bahwa tangan dan wajah wanita tidak termasuk aurat. Beliau mengulangi pembahasan tersebut, ketika beliau membahas soal “hijab”. Beliau menolak pergaulan anatara lelaki dan perempuan bukan muhrim, dan mengambil bukti terhadap kebatilan pendapat-pendapat para pembela pergaulan bebas tersebut, dari keterangan keterangan tokoh-tokoh Barat sendiri dengan menambahkan pendapat-pendapat yang benar tentang terlarangnya pergaulan antara laki-laki dengan perempuan.

2. Al Tibyan fi ‘Ulum Al Qur’an (Pengantar Studi Al Qur’an).

Awal mulanya, buku ini adalah diktat kuliah dalam Ilmu Al Qur’an untuk para mahasiswa fakultas Syari’ah dan Dirasah Islamiyah di Makkah Al Mukarramah, dengan maksud untuk melengkapi bahan kurikulum Fakultas serta keperluan para mahasiswa yang cinta kepada ilmu pengetahuan dan mendambakan diri dengan penuh perhatian kepadanya

3. Para Nabi dalam Al Qur’an (Al Nubuwah wa Al Anbiya’)

Berbeda dengan buku yang sudah ada (sebagai) buku terjemahan, buku ini dikemas secara ringkas, lantaran karya ini merupakan sebuah karya saduran dari sebuah kitab berbahasa Arab yang ditulis oleh Syaikh Muhammad Ali Ash Shabuni .

4. Qabasun min Nur Al Qur’an (Cahaya Al Qur’an)

Judul asli buku ini dalam bahasa Arabnya adalah; Qabasun min Nur Al Qur’an dan diterjemahkan oleh Kathur Suhardi kedalam bahasa Indonesia menjadi; Cahaya Al Qur’an. Kitab tafsir ini, diantaranya disajikan ayat-ayat Al Qur’an dari awal hingga akhir secara berurutan dengan bahasa yang sederhana dan mudah dipahami. Sehingga pola ini memeberikan kemaslahatan tesendiri yang tidak didapatkan di kitab-kitab tafsir lain.adapun bentuk penyajiannya ialah ayat-demi ayat atau beberapa ayat yang terangkum dalam satu kelompok maknanya dan tema, yang karena itulah kitab ini disebut tafsir tematik. System penyusunan kitab ini serupa dengan kitab Shafwah Al Tafasir.

Keseluruhan kitab Qabasun Min Nur Al Qur’an ini terdiri dari delapan jilid yang edisi Indonesia atau terjemahannya juga mengikuti kitab aslinya yang berbahasa Arab. Menurut kathur Suhardi, Al Sahabuni telah mengkompromikan antara atsar orang-orang salaf dan ijtihad orang-orang khalaf sehingga tersaji sebuah tafsir Al Ma’qul wa Al Ma’tsur, begitulah menurut istilah mereka, dan memeberikan berbagai hakikat yang menarik untuk disimak. Dengan begitu pembaca bisa melihat dua warna secara bersamaan.

5. Shafwah Al Tafasir

Salah satu tafsir Ash Shabuni yang paling popular adalah Shafwah Al Tafasir, kitab ini terdiri dari tiga jilid didalamnya menggunakan metode-metode yang sederhana, mudah dipahami, dan tidak bertele-tele (tidak menyulitkan para pembaca).

Ali Ash Shabuni, telah merampungkan tafsir ini (Shafwah Al Tafasir), secara terus menerus dikerjakannya non-stop siang malam selama lebih kurang menghabiskan waktu kira-kira lima tahun, dia tidak menulis sesuatu tentang tafsir sehingga dia membaca dulu apa-apa yang telah ditulis oleh para mufasir, terutama dalam masalah pokok-pokok kitab tafsir, sambil memilih mana yag lebih relevan (yang lebih cocok dan lebih unggul).

Shafwah Al Tafasir merupakan tafsir ringkas, meliputi semua ayat A-Qur’an sebagaimana yang terdapat dalam judul kitab : Jami’ baina Al Ma’tsur wa Al Ma’qul. Shafwah Al Tafasir ini berdasarkan kepada kitab-kitab tafsir terbesar seperti Al Thabari, Al Kasysyaf, Al Alusi, Ibn Katsir, Bahr Al Muhith dan lain-lain dengan uslub yang mudah, hadits yang tersusun ditunjang dengan aspek bayan dan kebahasaan.

Syaikh Ash Shabuni mengatakan dalam pendahuluan tafsirnya, tentang penjelasan tujuan ditulisanya kitab ini, menurutnya ‘apabila seorang muslim terpesona kepada masalah-masalah duniawi tentu waktunya akan disibukan hanya untuk menghasilkan kebutuhan hidupn saja hari-harinya sedikit waktu untuk mengambil sumber referensi kepada tafsir-tafsir besar yang dijadikan referensi ulama sebelumnya dalam mengkaji kitab Allah Ta’ala, utuk menjelaskan dan menguraikan maksud ayat-ayatnya, maka diantara kewajiban ulama saat ini adalah mengerahkan kesungguhannya untuk mempermudah pemahaman manusia pada Al Qur’an dengan uslub yang jelas. Bayan yang terang, tidak terdapat banayak kalimat sisipan yang tidak perlu, tidak terlalu panjang, tidak mengikat, tidak dibuat-buat, dan menjelaskan apa yang berbeda dalam Al Qur’an yaitu unsure keindahan ‘Ijaz dan Bayan bersesuaian dengan esensi pemb9caraan, memenuhi kebutuhan pemuda terpelajar, yang haus untuk menambah ilmu pengetahuan Al Qur’an Al Karim’.

Kata Syaikh Ash Shabuni, ‘Saya belum menemukan tafsir Al Kitabullah ‘Azza wa Jalla yang memenuhi kebutuhan dan permasalahannya sebagaimana disebutkan diatas dan menarik perhatian (orang) mendalaminya, maka saya terdorong untuk melakukan pekerjaan penyusunan ini. Seraya memohon pertolongan Allah Al Karim saya bernama kitab ini : “Shafwah Al Tafasir” karena merupakan kumpulan materi-materi pokok yang ada dalam tafsisr-tafsir besar yang terpisah, disertai ikhtisar, tertib, penjelasan dan bayan’.

Adapun karya yang lainnya adalah: Mukhtasar Tafsir Ibn Katsir, Mukhtashar Tafsir Al Thabari, Jammi Al Bayan, Al Mawarits fi Al Syari’ah Al Islamiyah ‘ala Dhau Al Kitab dan Tanwir Al Adham min Tafsir Ruh Al Bayan.

Syaikh Muhammad Ali Ash Shabuni menilai bahwa Al Qur’an didalamnya terkandung mu’jizat yang luar biasa, susunannya sendiri berbeda dengan bentuk puisi orang arab maupun dalam bentuk prosanya, baik dalam permulaanya, suku kalimatnya maupun dalam sastranya. Nilai sastra yang terkandung dalam Al Qur’an bernilai tinggi dan tiada bandingannya. Inilah salah satu alasan mengapa ia mempunyai keinginan menulis tafsir.

Beliau mengemukakan segi-segi kemukjizatan Al Quran antara lain susunan Al Quran berbeda dengan uslub-uslun bahasa orang-orang arab. Sifat keagungannya yang tak memungkinkan orang untuk mendantangkan yang serupa dengannya. Bentuk undang-undang di dalamnya sangat rinci dan sempurna melebihi undang-undang buatan manusia. Mengabarkan hAl hal gaib yang tidak dapat diketahui, kecuali melalui wahyu. Uraiannya tidak bertentangan dengan pengetahuan umum yang dipastikan kebenarannya. Janji dan ancaman yang dikabarkannya benar-benar terjadi. Mengandung ilmu-ilmu pengetahuan yang memenuhi segala kebutuhan manusia. Berpenmgaruh bagi hati pengikutnya dan orang-orang yang memusuhinya.

Berkat kiprahnya dalam dunia pendidikan Islam, pada tahun 2007, panitia penyelenggara Dubai International Qur’an Award menetapkan Syaikh Ash Shabuni sebagai Personality of the Muslim World.

Ia dipilih dari beberapa orang kandidat yang diseleksi langsung oleh Pangeran Muhammad ibn Rashid Al-Maktum, Wakil Kepala Pemerintahan Dubai. Penghargaan serupa juga pernah diberikan kepada sejumlah ulama dunia lainnya, di antaranya Syekh Yusuf Al Qaradhawi.

Rihlah Dakwah 2012

Di penghujung tahun 201, beliau melakukan rihlah dakwah di sejumlah negara di Asia Tenggara, diantaranya adalah Malaysia dan Indonesia.

Selain berdakwah, beliau juga membahas krisis yang terjadi di Suriah saat ini yang menurutnya merupakan pertempuran antara Mujahidin Islam dengan pemerintah Suriah yang Syiah Alawi dibantu Hizbullah Libanon dan Syiah 12 Imam Iran.

Dalam ceramahnya di Masjid Al Akbar Surabaya, Syaikh Ali Ash Shabuni mengatakan kesesatan Syiah Rafidhah yang menurutnya bukan Islam.

“Mengutuk sahabat seperti kaum Rafidhah bukan akhlak Ahlus Sunnah.”

“Bagaimana mungkin seorang Muslim yang baik melaknat sahabat. Padahal para sahabat diridhai oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan Islam menyebar hingga saat ini berkat jasa sahabat. Justru merekalah (Rafidhah) yang terlaknat,” ujar Syaikh Ali Ash Shabuni.

“Mencela sahabat dan mengubah-ubah Al Quran itu bukan Ahlus Sunnah wal Jamaah. Apa yang terjadi di Suriah, kaum Majusi Rafidhah yg mengutuk sahabat-sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam membunuh anak-anak, wanita. Na’udzubillah. Mereka orang terkutuk. Tujuan mereka hanyalah memadamkan Islam dari bumi Suriah,” tegas Syaikh Ali Ash Shabuni.